Mohon tunggu...
Rudy Wiryadi
Rudy Wiryadi Mohon Tunggu... Akuntan - Apapun yang terjadi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mulai hari dengan bersemangat

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Thrifting Shop Masih Menjadi Primadona Milenial, Ancaman Produk Dalam Negeri?

8 September 2022   09:05 Diperbarui: 8 September 2022   09:16 718
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Thrifting shop (merdeka.com)

Siapa yang tidak ingin mempunyai barang yang berkualitas apalagi harganya murah?

Dengan pertimbangan tertentu, di dunia fashion kini dikenal istilah thrifting shop.

Hal tersebut karena pakaian bekas impor selain berkualitas dan branded juga harganya lebih murah dari pakaian baru buatan luar maupun dalam negeri.

Daripada kantong cekak, lebih baik berhemat dengan membeli barang-barang thrift shop. Toh, bedanya paling-paling baru dipakai satu kali saja. Tidak masalah sama sekali menurut mereka dibandingkan dengan harganya yang lebih murah.

Bahkan Kemenparekraf (Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif) mengakui hadirnya thrifting shop menjadi ancaman produk dalam negeri.

Hal itu seperti apa yang dikatakan Direktur Pemasaran Ekonomi Kreatif Yuana Rochma Astuti beberapa waktu yang lalu.

Menurut Yuana, memang thrifting shop menjadi ancaman produk fashion buatan dalam negeri, dan jika dibiarkan akan semakin berisiko.

"Lebih murah jelas. Kita juga harus tanyakan ke Kementerian Perdagangan dan Perindustrian apakah ada aturannya soal thrifting shop ini," kata Yuana.

Sejatinya, di Kemenparekraf sendiri menurut Yuana belum ada pembatasan khusus mengenai pakaian impor bekas ini, namun Yuana berjanji akan memberikan pengertian dan edukasi kepada masyarakat bahwa thrifting shop ini mengancam produksi pakaian dalam negeri.

Yuana sendiri faham dan mendengar jika pakaian impor bekas itu ada mengandung bakteri karena belum itu pakaian itu dicuci dulu.

Melalui uji laboratorium yang dilakukan Kementerian Perdagangan beberapa waktu lalu, ditemukan jika pakaian impor bekas itu ada mengandung bakteri yang bisa membuat badan gatal-gatal.

Beberapa waktu lalu berdasarkan hasil lab tersebut, Kementerian Perdagangan yang dipimpin oleh Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menemukan pakaian impor bekas senilai Rp 8 milyar lalu dimusnahkan dengan cara dibakar.

Belum tentu semua pakaian impor bekas mengandung bakteri mengaca kepada hasil lab seperti yang sudah disebutkan di atas.

Mungkin itu hanya sentimen Kementerian Perdagangan saja yang tidak mau cemburu dengan produk dalam negeri. Kementerian Perdagangan ingin mengalihkan perhatian masyarakat kepada thrifting shop.

Kampanye "Bangga Buatan Indonesia" sudah sering kita dengar. Logo ini mulai dicanangkan oleh Kemendag dan Kominfo pada tahun 2009 lalu.

Gerakan Nasional itu pun dipertegas lagi oleh Presiden RI Joko Widodo. Pada 14 Mei 2020 Presiden Jokowi meluncurkan kampanye Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (BBI) ini.

Pakaian bekas impor ini masih menjadi primadona milenial masa kini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun