Jika ditelusuri lebih jauh, dalam sejarahnya batik yang penuh makna bahkan sudah dikenal di era Majapahit.Â
Batik lantas berkembang di lingkungan keraton di Solo dan Yogyakarta, baru setelahnya pengrajin batik juga keluar dari lingkungan keraton di wilayah Pulau Jawa lainnya hingga ke berbagai wilayah Nusantara.
Batik pada masa itu hanya digunakan oleh para petinggi keraton beserta keluarganya.
Dalam bukunya yang berjudul "History of Java" Thomas Stamford Raffles (Gubernur Jenderal Inggris di Nusantara 1811-1816) menuliskan ada 100 motif batik yang dijumpainya di Jawa.
Seorang peneliti budaya dari Fakultas Seni Rupa dan Desain Universitas Kristen Maranatha yang bernama Christine Claudia Lukman mengatakan motif batik di Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, mengalami akulturasi antara Jawa dan Cina.
Hal tersebut dikarenakan banyaknya orang-orang dari Cina yang berlayar ke wilayahnya ibu Kartini itu dan menetap di sana.
Batik sempat dicap kuno dan sangat tradisional di masa 1970-2000an karena pada masa itu orang-orang Indonesia lebih menyukai gaya berpakaian barat.
Pada era-era seperti itu batik sempat dijuluki "baju kondangan".Â
Mereka menyapa orang yang mengenakan batik "dari kondangan ya?"
Namun stigma ini kembali bangkit setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan 2 Oktober 2009 sebagai Hari Batik Nasional.