"Kalau ngomongin sepakbola kan disitu ada Brasil atau Argentina. Kalau ngomongin bulutangkis, kan disitu ada Indonesia," kata Imam Tohari, Sabtu (26/6/2022).
Imam Tohari yang dimaksud adalah mantan pebulutangkis Indonesia di nomor ganda. Berpasangan dengan Emma Ermawati dia meraih medali perunggu di World Badminton Championship 1997 di nomor ganda campuran.
Kendati "tenggelam" dibandingkan dengan para pebulutangkis Indonesia lainnya, Imam Tohari mempunyai kesan khusus di dunia perbulutangkisan Jepang.
Pria kelahiran 26 Juni 1976 (46) itu pernah menjadi pelatih di negara matahari terbit itu selama 10 tahun. Bahkan salah satu anak didiknya kini menjadi elit dunia. Siapa lagi kalau bukan Kento Momota.
Tidak memperpanjang kontrak dengan PBSI nya Jepang, Tohari kembali ke Indonesia dan sempat aktif di PBSI.
Setelahnya dia memilih untuk menjadi pelatih pebulutangkis muda di PB Djarum.
Bertepatan dengan Hari Ulang Tahun nya yang ke 46, Tohari mengatakan Indonesia harus mencontoh Jepang dalam pembangunan bulutangkis nya.
Jepang kini sudah berkembang dengan para pemainnya di semua nomor baik putra dan putri yang mencatat banyak prestasi di berbagai turnamen.
Menurut Tohari, dari segi teknik Indonesia lebih unggul dari Jepang, tapi Jepang punya kelebihan dari karakter dan semangat juangnya.
"Mereka juga punya disiplin yang luar biasa," tambah Tohari.
Oleh karenanya dalam soal seperti itu kita harus belajar banyak dari Jepang.
Selain meraih medali perunggu di Kejuaraan Dunia 1997 yang digelar di Yogyakarta, prestasi lainnya yang diraih Tohari berpasangan dengan Emma Ermawati adalah juara India Open 1997 dan runner-up Polish Open 1997.
Prestasi awal yang diraih Kento Momota atas didikan Tohari adalah menjuarai Kejuaraan Dunia Junior 2012.
Kini Kento Momota yang di Indonesia dikenal "Momogi" (pertemuan antara Kento Momota dengan Anthony Sinisuka Ginting) menjadi salah satu pebulutangkis terbaik dunia. Sempat menduduki ranking 1 BWF selama kurang lebih dari 2 tahun, banyak gelar bergengsi yang dikantongi Momota.
Imam Tohari menceritakan pengalamannya membagi ilmu di Jepang.
Tiba di negeri Sakura itu pada tahun 2002, dia mengalami kesulitan dalam hal bahasa. Terlebih lagi orang Jepang dikenal sulit ngomong bahasa Inggris.
Untuk mengatasi kendala terbesar itu, Tohari belajar sendiri secara otodidak bahasa negara matahari terbit itu.
Selain itu dia juga banyak menonton televisi dan terjun langsung ke masyarakat di sana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H