Wacana akan diterapkannya tiket untuk naik Candi Borobudur menjadi Rp 750.000 bagi wisatawan Nusantara mengundang kecaman dari berbagai pihak.
Mayoritas tidak setuju lantaran tiket sebesar itu dinilai terlalu tinggi. Jika pun ada sekian persen yang setuju, mereka tentunya beranggapan tarif selangit itu dimaksudkan demi untuk menjaga kelestarian Karya Agung itu dari kelapukan.
Bayangkan jika sekian banyak wisatawan yang naik, mereka berpotensi memberatkan bangunan, merusak batu dan melakukan vandalisme.
Sayang kalau salah satu keajaiban dunia itu sampai tergerus dan tak terpelihara.
Tak terbayangkan bagaimana Borobudur yang merupakan candi Buddha terbesar di dunia itu sampai bisa terbangun demikian megahnya pada abad ke 8.
Candi Borobudur dibangun di masa pemerintahan Wangsa Syailendra di sekitar tahun 800-an.Â
Pada saat itu belum ada teknologi seperti sekarang ini untuk membuat batu, patung Buddha, stupa, ukiran, dan sebagainya. Bagaimana membuatnya?
Sejak ditemukan oleh Sir Thomas Raffles pada tahun 1814 Candi Borobudur menjadi salah satu bangunan yang paling banyak menyimpan misteri di latar belakangnya.
Sir Thomas Stamford Raffles lah konon yang pertama kali menyebutkan nama Borobudur untuk candi Buddha terbesar di dunia dalam bukunya yang berjudul "History of Java".
Konon hanya ada satu naskah Jawa Kuno yang mengindikasikan adanya candi megah itu yaitu karya Mpu Prapanca pada tahun 1365, naskah Negara Kertagama.