Mohon tunggu...
Rudy Wiryadi
Rudy Wiryadi Mohon Tunggu... Akuntan - Apapun yang terjadi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mulai hari dengan bersemangat

Selanjutnya

Tutup

Tradisi

Mengenal 2 Tradisi Menjelang Tibanya Ramadhan di Sumatera, Balimau Kasai dan Meugang

29 Maret 2022   11:07 Diperbarui: 1 April 2022   09:32 465
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Tradisi Meugang di Aceh (publika.rmol.id)

Dua pekan mendekati 1 Ramadhan 1433 Hijriah sudah kita lihat kesibukan masyarakat melakukan persiapan memasuki tibanya bulan suci itu. Di antaranya mengunjungi pasar-pasar perbelanjaan untuk membeli perlengkapan berpuasa nantinya.

Seperti sarung, peci, dan sebagainya. Mereka pun mengunjungi makam keluarga untuk ziarah kubur, atau Nyekar dalam istilah Sunda nya.

Umat Islam akan melaksanakan rukun Islam yang ketiga yaitu berpuasa sebulan penuh.

Selain berpuasa, rukun Islam yang lainnya adalah membacakan dua kalimat syahadat, shalat lima waktu, berzakat, dan berhaji. Berpuasa hukumnya wajib sebagai simbol keislaman seseorang.

Selain ziarah kubur yang umum dilakukan di seluruh pelosok Nusantara, di masing-masing daerah di Nusantara ada sejumlah tradisi unik dan menarik yang dilaksanakan menjelang tibanya bulan penuh Rahmat dan Ampunan ini.

Seperti Balimau Kasai di propinsi Riau, Meugang di Aceh, atau Nyorog di Betawi.

Umumnya tradisi itu adalah untuk menyucikan diri, mempererat silaturahmi, saling maaf memaafkan, dan merubah perbuatan buruk menjadi perbuatan baik menjelang memasuki bulan suci Ramadhan.

Bentuk kegembiraan bahwa mereka bertemu lagi dengan dan akan memasuki bulan Ramadhan.

Balimau Kasai di di wilayah Kampar, propinsi Riau, menurut Al Azhar, Ketua Majelis Kerapatan Adat di Lembaga Melayu Riau, adalah simbol kerukunan antar internal suku dan antar suku yang ada di wilayah Riau.

Dengan adanya Balimau Kasai ini maka internal dan antar suku yang ada di wilayah Riau dirukunkan dulu sehingga harmonis sebagai kesucian memasuki bulan Ramadhan.

Perselisihan itu bisa muncul di antara mereka terkait klaim atas tanah Ulayat, dan sebagainya.

"Inilah bentuk kesucian masyarakat Riau menyambut tibanya bulan suci Ramadhan," kata Al Azhar.

Dengan Balimau Kasai ini maka segala perselisihan yang muncul di antara mereka dibersihkan dulu memasuki bulan suci.

Tradisi Balimau Kasai ini adalah mandi dengan air yang sudah dibumbui wangi-wangian khas dicampur dengan bunga-bunga serta irisan jeruk purut atau jeruk limau.

Jika di dalam keluarga, maka orangtua memandikan anaknya, atau kakak memandikan adiknya.

Acara tradisi Balimau Kasai ini sudah dilaksanakan turun menurun sejak jaman dahulu.

Tradisi Meugang di Aceh adalah memasak daging sapi atau kambing untuk menyambut tibanya bulan suci Ramadhan. 

Di kota menyembelih daging sapi atau kambing itu biasanya dilaksanakan dua hari sebelum 1 Ramadhan. Sedangkan di desa satu hari sebelumnya.

Selain menyambut tibanya bulan suci Ramadhan, tradisi Meugang, atau membagi-bagikan daging ini, juga dilaksanakan pada Idul Fitri, dan Idul Adha.

Tradisi yang mempunyai nilai sosial yang tinggi ini dalam sejarahnya berawal dari masa Kerajaan Aceh. Pada saat itu ada seorang raja yang adil. Beliau ingin membagi-bagikan daging kepada rakyatnya kaum fakir miskin.

Raja adil yang dimaksud adalah Sultan Iskandar Muda dari Kerajaan Aceh Darussalam. Sang Baginda lantas memerintahkan para petinggi istana untuk membagi-bagikan daging kepada rakyatnya.

Tradisi yang memiliki nilai sosial yang tinggi itu pun berlanjut kepada raja-raja sesudahnya di Kerajaan Aceh Darussalam, bahkan diteruskan hingga kini.

Di masa kolonial pun Meugang ini tetap dilaksanakan. Pada saat itu para pemimpin masyarakat Aceh mendapatkan ijin dari pemerintah kolonial Belanda untuk membagi-bagikan daging kepada rakyatnya yang fakir miskin.

Warisan Meugang itu masih tetap berlanjut hingga kini di masyarakat Aceh.

Sebagian masyarakat yang mampu membeli sendiri daging sapi, kerbau, atau kambing untuk dimasak di rumah dan disantap sekeluarga.

Meugang dari era Kerajaan Aceh Darussalam sampai kini tujuannya sama yaitu membagi-bagikan daging kepada kaum fakir miskin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun