Nampaknya hanya di Indonesia segala sesuatu yang "berbau" Cina mendapatkan larangan atau dianaktirikan oleh pemerintah.
Melalui Inpres (Instruksi Presiden) Nomor 14 Tahun 1967 segala sesuatu yang berbau Cina dilarang pemerintahan Orde Baru.
Memang pada saat itu, Indonesia baru saja mencatat sejarah dengan beralihnya pemerintahan Orde Lama dibawah pimpinan Presiden Soekarno ke pemerintahan Orde Baru pimpinan Presiden Soeharto.
Termasuk Tahun Baru Imlek, "kebudayaan" Cina lainnya juga dianaktirikan penguasa Orde Baru pimpinan Soeharto, seperti atraksi Barongsai, Liong, atau perayaan-perayaan penting Cina lainnya.
Nama-nama Cina, dari nama orang, toko-toko, perkumpulan, dan sebagainya harus diganti ke nama atau Bahasa Indonesia.
Jadi jangan heran mengapa diluar Indonesia, orang-orang keturunan Cina masih memakai nama atau bahasa Cina.
Lain dengan di Indonesia.
Hal tersebut berawal dari ganasnya peristiwa Gerakan 30 September (G30S PKI) yang konon didukung oleh Partai Komunis Cina di Tiongkok.
Inpres itu dibuat dengan harapan pengaruh komunis dari Cina disterilkan agar Partai Komunis Cina tidak lagi menggunakan warganya di Indonesia sebagai alat propaganda komunis.
Pelarangan itu berdampak kepada warga Tionghoa yang bermukim di Indonesia karena mereka merasa dikungkung kebebasannya untuk bersukacita merayakan Imlek atau festival-festival lainnya yang sudah turun temurun mereka lakukan, dari nenek moyang di negeri leluhurnya sampai dibawa ke luar negeri (Indonesia).