Rupanya Gajah Mada sudah menyiapkan pasukan dalam jumlah besar di sekitar lapangan Bubat tanpa sepengetahuan Hayam Wuruk.
Karena dengan peralatan dan personil kurang lengkap, rombongan Sunda mengalami kekalahan. Raja Lingga Buana dan sejumlah menterinya tewas.
Tak tahan melihat keadaan itu, permaisuri dan Citra Resmi melakukan bela pati, atau bunuh diri di depan jenazah ayahnya.
Maha Patih Gajah Mada sudah termakan oleh ambisinya sendiri. Dia bersumpah tidak akan bersenang-senang dulu dengan makan buah palapa sebelum seluruh Nusantara dipersatukan dibawah Majapahit.
Pada saat itu hampir seluruh wilayah yang kini disebut dengan Indonesia sudah dikuasainya, hanya tinggal kerajaan Sunda yang belum.
Melihat kejadian itu Prabu Hayam Wuruk sangat marah dan menyesali apa yang terjadi. Sejak saat itu hubungan antara Hayam Wuruk dan Gajah Mada menjadi tegang.
Untuk menghormati Lingga Buana dan rombongan yang gugur, Hayam Wuruk menggelar upacara secara militer pengebumian mereka.
Hayam Wuruk lantas mengirimkan seorang utusan dari Bali ke Sunda untuk meminta maaf sekaligus turut berdukacita kepada plt Raja Sunda.
Dalam bukunya yang berjudul "Menuju Puncak Kemegahan, Sejarah Kerajaan Majapahit", Slamet Muljono menulis jika Prabu Hayam saking sedihnya menjadi lupa tidur, lupa makan, bahkan sampai jatuh sakit.
Sejatinya Prabu Hayam Wuruk sangat mencintai Dyah Pitaloka Citra Resmi, begitu juga sebaliknya dengan Citra Resmi kepada Hayam Wuruk, namun semua itu menjadi hancur karena Tragedi Bubat.
Sulit untuk melupakan Citra Resmi, setelah 12 tahun semenjak tragedi Bubat, Hayam Wuruk menggelar upacara pendharmaan.