Di Garut mereka bergabung dengan kelompok "Pasukan Pangeran Papak" yang dipimpin Mayor Kosasih.
Karena ada niat baik dari ketiga orang asing itu untuk membela tanah air, penduduk Garut lantas memberikan nama baru kepada tiga orang itu.
Yang Chil-seong dinamai Komarudin, Masahiro Aoki dinamai Usman, dan Hasegawa Abubakar.
Patut dicatat, sebelumnya PPP (Pasukan Pangeran Papak) ini sempat bertempur dalam peristiwa "Bandoeng Laoetan Api" yang sangat bersejarah.
Salah satu jasa Komarudin yang paling diingat bagi penduduk Garut adalah ketika Yanagawa Sichisi (nama Jepang Yang Chil-seong) menghalangi Belanda merebut wilayah Wanaraja dengan menghancurkan jembatan Cimanuk.
Tugas PPP mengamankan Garut mengalami kekalahan karena tidak sebanding nya kekuatan peralatan militer yang dimiliki Belanda.
Bahkan ketiga "ekstrimis" tadi dapat ditangkap Belanda di persembunyiannya, karena adanya informasi dari mata-mata.
Komarudin, Abubakar, Usman, dan seorang lainnya yang bernama Djoehana ditemukan dan ditangkap Belanda di Gunung Dora.
Komarudin, Abubakar, dan Usman dieksekusi Belanda di Kerkhoff, Garut, pada 10 Agustus 1949. Sedangkan Djoehana dijebloskan penjara seumur hidup di Lapas Cipinang.
Komarudin, Abubakar, dan Usman yang semula dimakamkan di TPU Pasir Pogor, pada tahun 1975 dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan Tenjolaya, Garut.
Selang beberapa tahun kemudian, dua sejarawan asal Korea Selatan dan Jepang kesulitan untuk menemukan data-data tentang Yang Chil-seong itu. Mereka akhirnya mendapatkan informasi tentang Yang Chil-seong itu dari teman-teman seperjuangan yang masih hidup.