"Itu tidak ada kaitannya dengan situasi di Afghanistan sekarang ini," kata Guru Besar Hukum Internasional, Hikmahanto Juwana, Rabu (25/8/2021).
Kalimat di atas adalah tanggapan Juwana tentang demo yang dilakukan ratusan warga negara Afghanistan di depan kantor PBB Urusan Pengungsi UNHCR (United Nations High Commissioner for Refugees) di Jakarta, Selasa (24/8/2021). Di Jalan Kebon Sirih, Menteng, Jakarta Pusat.
Seperti diketahui, Afghanistan kini dikuasai oleh Taliban yang menyebabkan presidennya, Ashraf Ghani melarikan diri.
Menurut Juwana demo itu bertujuan agar mereka dapat mencari penghidupan yang lebih baik di negara ketiga.
 "Mereka cemburu melihat para pengungsi Afghanistan lainnya sudah mendapatkan tempat di negara ketiga. Tidak ada kaitannya dengan situasi politik di Afghanistan sekarang ini," kata Juwana.
Menurut Juwana warganegara Afghanistan yang melakukan demo tadi belum berstatus pengungsi. Mereka masih dikategorikan sebagai imigran gelap.
Hal itu karena Indonesia tidak termasuk salah satu peserta Konvensi Pengungsi 1951.
"Ya mereka imigran gelap karena Indonesia bukan peserta Konvensi Pengungsi 1951," kata Juwana.
Adapun yang dimaksud Konvensi Pengungsi seperti yang disebutkan Juwana itu, negara pesertanya mempunyai hak untuk menentukan status seseorang menjadi pengungsi atau bukan, mengatur hak-hak dan kewajiban mereka yang berada di suatu negara peserta.
Jadi karena Indonesia bukan anggota Konvensi Pengungsi 1951, maka Indonesia tidak berhak menetapkan seseorang yang berada di Indonesia berstatus pengungsi atau bukan.
Itulah alasannya mengapa Juwana menyebutkan warganegara Afghanistan di Indonesia itu sebagai imigran gelap.
Situasi ini dimana Indonesia belum menjadi anggota Konvensi Pengungsi 1951, dapat menyebabkan warganegara (yang berdemo di Jakarta) itu dalam situasi yang mengambang.
"Mereka tidak mungkin dipulangkan ke negaranya dalam situasi seperti ini, sedangkan negara ketiga belum ada yang menawarkan untuk menampung mereka," kata Juwana pagi.
Dalam situasi ini maka setidaknya Indonesia harus menanggung biaya soal keberadaan mereka di Indonesia.
Jadi menurut Juwana mereka berdemo itu tidak ada kaitannya dengan Taliban yang menguasai negaranya. Mereka cemburu kepada warganegara Afghanistan lainnya yang sudah ditampung di negara ketiga seperti Amerika Serikat, Kanada, atau Australia.
Dalam demo yang rusuh itu, mereka menuntut UNHCR untuk menempatkan mereka di negara ketiga secara permanen. Mereka pun menyadari jika Indonesia bukanlah salah satunya.
Indonesia hanyalah tempat penampungan sementara, dan dengan demikian mereka tidak boleh bekerja di IndonesiaÂ
Salah seorang pendemo, Hakmat, yang sudah terkatung-katung di Jakarta sejak 2013 lalu mengaku sudah berdialog dengan perwakilan UNHCR.
Menurut Hakmat, UNHCR akan mengupayakan mencari tempat penampungan di negara-negara lain.
Hakmat berharap akan ada penyelesaian secepat mungkin karena para pengungsi yang ada di Indonesia tidak akan mungkin kembali ke Afghanistan. Karena situasi politik yang memburuk.
"Ribuan pengungsi di sini (Indonesia) sudah menunggu 8-10 tahun untuk dimukimkan lagi," katanya.
Hakmat juga mengatakan Australia pernah menolak kedatangan mereka untuk menjadi tempat penampungan.
Akibat aksi itu lantas terjadi aksi saling dorong antara massa dan aparat keamanan. Polisi berkali-kali meminta massa agar membubarkan diri, namun mereka tetap tak bergeming.
Setelah mereka menolak membubarkan diri, polisi akhirnya memaksa. Dengan mengerahkan lebih banyak personilnya dan menggunakan beberapa unit mobil water canon.
Hakmat menyadari situasi yang sedang dialami Indonesia terkait Pandemi Covid-19 yang melarang adanya kerumunan. Â
"Kami putus asa dan tidak punya solusi lain. Selain UNHCR mendengarkan suara kami dan dunia mendengarkan kecemasan kami," kata Hakmat.
Selain menuntut ditempatkan di negara ketiga mereka juga mengungkapkan kekhawatiran tentang saudara-saudara mereka di Afghanistan karena Taliban kembali berkuasa setelah terdepak oleh Amerika Serikat 20 tahun lalu.
"Saya mengutuk Taliban. Saya sangat sedih dan kecewa apa yang terjadi. Mengapa pemerintah menyerahkan kekuasaan ke Taliban. Ini memalukan," kata Hakmat lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H