Tahamata mengaku jika keluarganya tidak ingat masa-masa kolonisasi dulu di Indonesia karena terlalu sibuk mengurus segala sesuatu kehidupannya di negeri Kincir Angin itu.
Tahamata juga mengatakan tidak ada buku sejarah yang menceritakan tentang nasib orang-orang Maluku dulu. "Itu hanya sebuah lembaran hitam," katanya.
Sejatinya dalam karier profesional di level klub profesional nya bisa disebut tidak banyak klub yang dibela mantan pemain Timnas Belanda itu.
Namun karier terpanjangnya adalah berseragam Ajax Amsterdam. Selama 25 tahun kariernya di profesional Tahamata membela Ajax dari tahun 1971 sampai 1980. Sedangkan empat klub lainnya adalah Germinal Ekeren, VAC Beerschot, Feyenoord, dan Standard Liege.
Debut Simon di Timnas adalah ketika melakukan laga persahabatan dengan Timnas Argentina pada 22 Mei 1971. Pada saat itu Belanda kalah lewat adu penalti dengan skor 7-8.
Selanjutnya dari 22 kali penampilannya, Simon mencetak dua gol yaitu di Kualifikasi Piala Dunia 1982 dan di laga persahabatan melawan Perancis tahun 1982.
Kendati lahir di Belanda, akan tetapi kemudian Tahamata memutuskan untuk menjadi warganegara Belgia.
Keputusan itu diambilnya karena pada tahun 1980 dia berangkat ke Belgia dan dan membela klub di sana yaitu Standard Liege. Bersama tim itu Simon memegang dua kali trofi juara nasional yaitu pada musim 1981/1982 dan 1982/1983. Bersama Standard Liege, Simon juga mencapai final Piala Eropa 1981/1982.
Sedangkan bersama Ajax Amsterdam, Simon juara tiga kali nasional, satu kali runner-up, tiga kali Piala Nasional, dan semifinal Piala Eropa.
Sedangkan laga internasional terakhirnya bersama Timnas Belanda adalah berhadapan dengan Siprus pada Desember 1986.
Setelah era Tahamata maka muncullah nama-nama pemain Timnas Oranye yang berdarah Indonesia seperti Ruud Gullit, Giovanni van Bronckhorst, Gilles Joannes, Jordy Wehrman, Jelte Pal, Kevin Diks Bakarbessy, atau Ragnar Oratmangoen.