Mohon tunggu...
Rudy Wiryadi
Rudy Wiryadi Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

pelangidipagihari.blogspot.com seindahcahayarembulan.blogspot.com sinarigelap.blogspot.com eaglebirds.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Bahaya di Balik Bahasa Bayi

4 Agustus 2017   09:05 Diperbarui: 5 Agustus 2017   15:07 2971
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Padahal, orangtua perlu membatasi baby talk karena penggunaan yang berlebihan dan tidak sesuai dengan usia anak dapat memiliki dampak buruk bagi tumbuh kembang si kecil.

Contohnya, Anggi menyayangkan orangtua yang sering mengecilkan makna baby talk menjadi kata-kata dalam bentuk cadel atau kekanak-kanakan yang dilakukan orang dewasa ke anak bayi. Orangtua perlu memahami bahwa pengucapan kata secara benar sangat diperlukan agar anak bisa belajar pengucapan kata yang tepat.

"Orangtua harus menyadari bahwa meniru cara anak atau bayi yang belum lancar bicara tidak membuat anak belajar menyebut kata dengan artikulasi yang tepat. Selama orangtua sadar akan dampaknya dan tidak bingung jika nanti anaknya jadi cadel, risiko silakan ditanggung orangtua sendiri," tandas Anastasia.

Misalnya, ketika anak menyebut "meja" dengan "eja", lalu kita malah menirunya dengan juga memakai lafal "eja" maka anak berpikir bahwa menyebut benda tersebut dengan "eja" adalah cara yang tepat.

Karena itu, para psikolog ini mengingatkan agar gaya bicara kekanakan digunakan sebelum anak mulai mengeluarkan kata pertama. "Lakukan baby talk saat anak masih umur 3-4 bulan saja. Selanjutnya, anak sudah harus dikenalkan dengan pengucapan yang sebenarnya," tegas Anggi.

Alih-alih baby talk, bagaimanakah cara berkomunikasi yang tepat dengan bayi?

Sebaliknya gunakan bahasa sehari-hari. Ini akan membantu anak memiliki kosakata yang tepat untuk setiap hal, sehingga saat ia kelak berinteraksi dengan orang lain, anak tidak merasa kesulitan karena perbedaan kosakata," kata Anggi.

Jika bayi masih berada pada tahap cooing, Anda boleh-boleh saja menirukan dengan juga melakukan echoing (oooo, uuuu) atau babbling (bababa, mamama, papapa). Namun, saat bayi sudah atau sedang mulai belajar kata-kata pertama, pakailah bahasa atau kosakata yang sebenarnya.

Misalnya: "Mau makan ya, Nak?" lalu katakan kembali "makan" sambil menunjukkan bahasa tubuh yang tepat (menyuapkan makanan ke dalam mulut anak). Menurut Anggi, bahasa kata yang dipadu dengan bahasa tubuh yang tepat akan sangat memperkaya kosakata anak.

Sementara itu, Anastasia menyarankan agar orangtua menggunakan ekspresi wajah dan intonasi suara yang variatif, karena anak menangkap makna dari intonasi bicara. Jika intonasi dan ekspresi wajah orangtua datar, maka bayi akan lebih sulit untuk menangkap maksud mereka. Biasanya, jika bayi masih lebih kecil, pakailah suara high pitch dengan ritme bicara yang lebih lambat.

Ada banyak hal yang dapat dilakukan orangtua untuk merangsang perkembangan bicara anak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun