Pintar saja tidaklah cukup, begitu ungkapan yang sering didengungkan terkait dengan kemampuan seorang anak. Etika dan social skill merupakan hal yang tak kalah pentingnya untuk dimiliki disamping kemampuan akademis.
Sabar dalam antrian, bicara santun, jadi pendengar yang baik, mau berbagi dengan teman, itulah sederet social skill atau keterampilan sosial yang perlu dimiliki oleh seorang anak dan diajarkan sedini mungkin.
Binky Paramitha Iskandar, M.Psi, dari Rumah Dandelion menyebutkan social skill merupakan kemampuan seseorang untuk berkomunikasi dengan orang lain baik verbal maupun nonverbal. Nonverbal itu termasuk body language atau bahasa tubuh, bukan hanya kata-kata yang terucap tapi juga gesture.
Manifestasinya dalam bentuk verbal kemampuan berbicara, nonverbalnya termasuk kemampuan mendengarkan. Jadi bukan cuma berbicaranya saja, tetapi bagaimana seseorang bisa mendengarkan dengan baik, dengan gesture tubuh yang tepat. Misalnya tampak menyimak dan memperhatikan, ini tanda bahwa kita benar-benar mendengarkan. Lalu ada feedback yang kita berikan, jadi ada timbal baliknya.
Bentuk lain dari keterampilan sosial di kehidupan sehari-hari seperti mengantri, sabar menunggu giliran.
Binky menyebutkan, dalam penelitian banyak diungkapkan bahwa social skill ini memang meningkatkan prestasi anak. Bukan berarti orang yang mampu bersosialisasi dia menjadi lebih pintar secara intelegensinya, tetapi dengan dia memiliki keterampilan sosial membantu pemrosesan dan membantu dia menangkap pelajaran dengan lebih baik, membantu dia dalam berkonsentrasi. Dalam keterampilan sosial itu salah satunya adalah dia bisa follow the role atau follow the step. Ada tahapan-tahapan yang harus dia lakukan.
"Ketika anak ini tidak terbiasa mengikuti aturan satu demi satu, tidak sabar maunya langsung cepat selesai, hal ini justru bisa menghambat," kata Binky.
Kemudian bagaimana anak pada tahap dia butuh bantuan, misalnya dalam mengerjakan sesuatu itu juga sebenarnya termasuk keterampilan sosial. Karena ada orang-orang yang tidak tahu atau tidak mau meminta bantuan orang lain ketika mengalami kesulitan, padahal meminta bantuan orang lain bukan sesuatu yang buruk, ini memang dibutuhkan dalam bermasyarakat nanti.
Anna Surti Ariani, S.Psi., M.Psi., Psikolog, dari Klinik Terpadu Universitas Indonesia, keterampilan sosial yang perlu dimiliki seorang anak diantaranya; berteman dan bekerja sama, menyelesaikan atau mendamaikan pertengkaran diantara teman-temannya, peduli terhadap yang sakit atau kekurangan, marah atau melampiaskan emosi tanpa mengganggu orang lain, sabar dalam menunggu atau bersedia antri, dan ikut aturan yang berlaku.
"Dalam tumbuh kembang di masa awal kehidupan si kecil ini, selain aspek fisik, aspek psikologis juga tak kalah pentingnya untuk diperhatikan. Inilah yang disebut dengan ketrampilan sosial," ujar psikolog yang akrab disapa Nina ini.
Kedua pakar ini sepakat bahwa ada banyak manfaat ketika seorang anak memiliki keterampilan sosial yang cukup baik dalam tumbuh kembangnya.
"Seorang anak perlu keterampilan sosial agar ia lebih mudah diterima oleh siapapun, anak lebih mampu menyelesaikan masalah dengan orang lain, anak dapat mengasah berbagai keterampilan hidup yang lain, mengurangi kesulitan di sekolah, anak jadi lebih bersemangat sekolah, prestasi anak bisa lebih optimal, anak lebih menikmati hidup, lebih bahagia," papar Nina.
"Orangtua mana yang tidak mau anaknya sukses?" tanya Binky. "Ketika anak kita sukses di kemudian hari tentu jadi manfaat tersendiri. Anak yang memiliki sopan santun dan tahu aturan sosial di masyarakat tentu jadi nilai plus bagi orangtua. Sehingga tidak sulit membawa anak-anak ke berbagai situasi."
Itulah sebabnya Binky menyarankan pada orangtua untuk mengajarkan keterampilan sosial ini sejak bayi. "Tahap pertama melalui eye contact atau kontak mata ketika mengajak ngobrol si bayi mungil, tatap matanya dan dia akan merespons. Lalu pada anak balita, ajarkan cara antri, cara berbagi dengan temannya," pesan Binky.
Cara lain bisa dari berbagai referensi seperti buku, lagu, juga dari contoh langsung dengan mengajak anak-anak bagaimana berinteraksi dengan orang lain. Misalnya ajak anak ke pasar, perlihatkan bagaimana cara belanja yang baik, bagaimana memperlakukan orang lain, dan sebagainya.
Binky berpesan, yang tidak boleh dilakukan dalam melatih kemampuan ini adalah, inkonsistensi orangtua, sebab anak belajar dari contoh, jadi orangtua harus memberikan contoh yang baik, jangan sampai menyerobot antrian, hal itu akan membuat anak bingung, katanya harus antri tapi ibu kok tidak antri, itu membuat apa yang diajarkan pada anak bisa hancur.
Juga jangan buru-buru intervensi, misalnya saat bermain anak rebutan mainan, kita sebagai orangtua observasi dulu apa yang kira-kira akan dilakukan si anak, jangan langsung melarang atau memarahi teman si anak. Biarkan anak mendapatkan kesempatan untuk dia berinteraksi dengan orang lain, jangan buat semua lingkungannya steril.
Tak bisa dipungkiri dalam mengajarkan keterampilan sosial ini, ada sejumlah tantangan yang dihadapi orangtua. Di antaranya, ketika orangtua terlalu banyak intervensi khawatir anaknya dikecewakan orang lain. Ketika orangtua tidak konsisten memberikan contoh dengan apa yang harus anak lakukan. Juga minimnya kesempatan anak berinteraksi di luar sana dengan banyak orang. Hal ini tak lepas dari kebiasaan anak sekarang yang lebih banyak main di dalam rumah atau asyik nonton TV, main gadget. Sehingga minim kesempatan berinteraksi secara riil.
Karena itu, Binky memberi solusi atas kendala tersebut, menurutnya semua berawal dari rumah, ajaklah anak bicara, ngobrol bersama sampaikan nilai-nilai apa yang ingin ditanamkan pada anak. Ketika anak mulai berinteraksi dengan orang lain, ajak anak berinteraksi tidak hanya pada anak seusianya, tapi juga dengan beragam usia mulai dari yang lebih kecil, lebih besar hingga pada orang tua. Kenalkan anak pada lingkungan sosial ekonomi yang berbeda, tidak hanya rumah saja yang relatif serupa.
Pentingnya keterampilan sosial ini dimiliki oleh setiap anak, tentu saja agar anak tumbuh maksimal untuk kehidupannya yang lebih baik. Sebab bila tak diajarkan sejak dini, dampaknya tentu sangatlah buruk.
"Anak yang tidak memiliki kemampuan sosial yang baik, ketika dewasa di kehidupan sebenarnya akan menghadapi sejumlah kendala. Misalnya saat sekolah tidak percaya diri, kaku dalam bergaul, tidak mau bertanya pada guru karena anak tidak mampu berinteraksi dengan baik. Ketika makin besar, bertemu banyak orang dengan karakteristik berbeda, termasuk di dunia kerja, akan sulit bekerja sama dengan tim. Padahal semua itu tak lepas dari pentingnya memiliki keterampilan sosial yang baik," pungkas Binky.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H