Salah satu faktor tersebut adalah alam ketidaksadaran pada jiwa nanusia seperti digagas ahli psikoanalisis Sigmund Freud, Â sehingga manusia bisa melakukan sesuatu yang tidak semestinya. Misalnya, kebiasaan seseorang mencuci tangan berkali-kali, itu dibentuk dari perasaan bersalah yang terkubur dalam alam ketidaksadaran.
Bicara kebiasaan, Â lanjut Prof. Sarlito, Â ada pula yang disebut "comfort zone" atau wilayah kebiasaan yang sudah dirasakan nyaman sehingga orang merasa enggan untuk meninggalkannya dan menggantinya dengan kebiasaan baru.
Untuk membentuk sebuah kebiasaan dibutuhkan tiga hal, Â yaitu pengetahuan, kemauan, dan keterampilan.
Pengetahuan dibutuhkan agar kita tahu apa saja jenis kebiasaan baik yang dibutuhkan. Kita harus tahu kebiasaan apa saja yang harus diubah dan mengapa kita perlu kebiasaan baik itu. Selanjutnya, kemauan dibutuhkan karena melakukan kebiasaan baik perlu kemauan yang kuat. Nah, dari pengetahuan dan kemauan, Â akan terbentuk keterampilan untuk bisa melakukan kebiasaan baik dengan benar, Â efektif, Â dan efisien.
Peter menggarisbawahi bahwa dari ketiga faktor ini, Â aspek yang paling berat adalah kemauan. "Banyak orang yang tahu bahwa dia harus mengubah kebiasaan buruknya, Â tapi dia tidak mampu karena kemauannya kurang kuat, " ujar Peter.
Contohnya adalah kebiasaan merokok. Seseorang mungkin sudah memiliki pengetahuan dan kesadaran bahwa rokok merusak tubuh, Â tetapi karena kemauannya kurang kuat, Â maka saat baru berhenti 1-2 hari dan berkumpul lagi dengan para perokok, Â ia tergoda lagi.
Begitu pula dengan kebiasaan menyantap pola makan yang tidak sehat, Â seperti makanan berlemak dan junk food. Seseorang yang sudah tahu bahwa kebiasaan itu buruk dan berpikir mau makan sehat, Â jika kemauannya tidak kuat maka akan mudah tergoda makan tidak sehat lagi saat diajak teman atau melihat iklan di TV yang bertubi-tubi dan sangat menarik.
Jelas bahwa untuk mengubah kebiasaan buruk menjadi kebiasaan yang baik dibutuhkan niat atau tekad yang kuat.
Selain kemauan, menurut Peter, Â kondisi lingkungan besar sekali pengaruhnya dalam membentuk kebiasaan seseorang. Seorang pencandu narkoba yang sudah menjalani rehabilitasi, Â jika ia kembali ke komunitas lamanya, Â maka hampir pasti dia akan menjadi pencandu lagi. "Dalam kebiasaan, diyakini bahwa pengaruh lingkungan adalah sebesar 80 persen, Â sedangkan sisanya adalah genetika, " kata Peter.
Ia lantas memberikan tips bagi kita yang ingin mengubah kebiasaan buruk menjadi kebiasaan baik. Pertama-tama, Â kita harus mengaitkan perubahan kebiasaan tersebut dengan sesuatu yang lebih mulia. Misalnya, kembali pada contoh perokok, Â ia bisa memikirkan bahwa ia tidak ingin isteri dan anak-anak jadi perokok pasif yang bisa memicu penyakit, Â karena itu ia bertekad kuat untuk berhenti merokok.
Selain itu, Â perubahan lingkungan sangatlah penting. Mulailah berpindah lingkungan dari yang buruk ke yang jauh lebih sehat, Â sesuai dengan kebiasaan yang akan dibangun. Terakhir, namun tidak kalah penting, Â adalah cari orang yang kita hormati untuk membantu kita keluar dari kebiasaan buruk tersebut.