Mohon tunggu...
Rudy Tantra
Rudy Tantra Mohon Tunggu... -

Writer. Blogger. Mentor. Executive in IT Company

Selanjutnya

Tutup

Money

Takut Bersaing

2 Januari 2014   09:53 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:15 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Persaingan dalam bisnis adalah hal lumrah yang hampir terjadi di segala bidang bisnis. Apabila ada bidang bisnis yang tidak memiliki persaingan, artinya bisnis tersebut adalah bisnis monopoli, yang mendapatkan proteksi karena alasan tertentu. Tetapi untuk bisnis yang bersifat umum, tidak ada tempat untuk tidak bersaing, justru dalam banyak kasus persaingan malah membuat suatu perusahaan menjadi lebih kuat, lebih kreatif dan lebih mampu berekspansi.

Ada pengalaman menarik mengenai hal ini dari satu klien yang saya tangani proses bisnisnya. Klien ini memiliki jaringan bisnis yang cukup lumayan dengan cabang lebih dari sepuluh, dan beberapa franchisee. Bisnisnya terus berkembang karena ia didukung oleh tenaga-tenaga loyal dalam internal perusahaannya yang bekerja dengan rasa memiliki yang cukup besar. Beberapa pemikiran kreatif untuk menciptakan pengembangan bisnis justru ditelurkan oleh beberapa stafnya yang penuh dedikasi, termasuk salah satunya bekerjasama dengan saya dalam merapikan proses bisnisnya yang tidak efisien.

Awalnya, loyalitas karyawannya membuat saya kagum. Mereka bersedia bekerja lebih, baik waktu maupun tenaga, dalam melakukan implementasi rekayasa sistem baru. Bahkan ketika dalam tahap akhirintegrasi, kami bergadang bersama-sama agar target go-live tercapai. Saya menyerap banyak pemikiran dari staf yang satu ini. Pribadinya menarik, karena ia mampu membuat suasan tegang dalam masa-masa implementasi menjadi lebih santai dengan jokes segarnya. Tetapi, ia juga mampu menggiring seluruh tim tetap dalam jadwal yang ditargetkan, dan memberikan pemikiran dalam mencari solusi ketika tim terbentur masalah. Pendeknya, bagi saya staf ini memang profesional, meskipun ia tidak memiliki jabatan struktural, karena ia hanyalah seorang staf audit.

Persahabatan dengan staf ini, sebut saja namanya 'Jim', berlanjut meskipun proyek sudah selesai. Saya tidak perlu khawatir mengenai post implementation,karena hampir semuanya ditangani olehnya, dan secara rutin ia mengirim email untuk melaporkan berbagai status dan prosedur yang berjalan. Kadang kala, dalam email, ia menyisipkan sedikit keluhannya mengenai situasi manajemen perusahaannya. Jim merasa bahwa manajemen sama sekali tidak memberikan apresiasi yang layak mengenai peran sertanya dalam implementasi sistem baru ini. Awalnya, saya merasa Jim punya pamrih ketika ia dengan penuh dedikasi memberikan perhatian lebih dalam proyek ini.

Beberapa saat setelah masa post implementation selesai, saya mengunjungi klien saya itu. Saya menemukan bahwa Jim masih berkutat di pojokan kubikal dimana ia ditempatkan sejak awal. Tidak ada perubahan berarti dalam karirnya, meskipun implementasi berhasil dan efisiensi terukur, yang sedikit banyak memang karena jasanya. Kelihatannya memang benar, perusahaannya tidak memberikan perhatian yang memadai untuknya. Saya tidak terkejut, ketika sebulan setelah kunjungan saya, ia mengirimkan SMS ke saya yang isinya menyebutkan ia telah mengundurkan diri. “Pindah kemana, Jim?” Tanya saya melalui telepon. Ia menjawab bahwa ada investor yang tertarik dengan kemampuannya, dan mengajaknya bekerjasama untuk membangun bisnis yang biasa digelutinya sebagai karyawan. Dan tidak lama sesudahnya, ia mengontak saya, meminta agar saya menjadi konsultan sistem untuk perusahaan barunya ini.

Meskipun Jim masih dalam tahap persiapan bisnis barunya, namun perusahaan tempatnya bekerja dulu sudah mencium jejaknya. Bahkan, melalui saya, salah seorang mantan mitra kerjanya mencoba mencari informasi, dan bahkan mencoba mempengaruhi saya untuk tidak memberikan konsultasi pada Jim. Bagi saya, tidak ada alasan untuk tidak menjalankan bisnis saya, jadi saya tetap menandatangani kontrak dan memulai pekerjaan saya. Saya bisa melihat, bahwa apa yang dilakukan perusahaan lamanya adalah bentuk ketakutan untuk bersaing. Terlebih, mereka merasa bahwa pesaingnya mengetahui banyak tentang isi perusahaan itu.

Menurut saya, perusahaan memang berhak untuk merasa khawatir, tetapi tidak perlu sampai berusaha menjegal pihak lain untuk berbisnis. Jika mereka lebih berfokus pada ketakutan untuk bersaing, akibatnya akan selalu berjalan di tempat, sibuk mencari informasi lalu menambal kekurangan dibanding pesaing. Jadi, dalam hal informasi bisnis, mereka lebih banyak mencari informasi mengenai keadaan pesaing dibanding peluang-peluang bisnis di tempat lain, salah-salah, lebih banyak menjadi pengikut/pengekor, daripada sebagai pelopor, sebagaimana mereka dahulu. Bahkan, kalau mereka mau kreatif sedikit, mereka bisa mempelajari apa yang telah disampaikan dalam buku Blue Ocean Strategy, yaitu membuat persaingan menjadi tidak relevan, dengan cara menciptakan kekhasannya sendiri yang tidak bisa ditiru oleh pihak lain, sehingga mereka akan menjadi pelopor sendiri.

Jadi, bagi saya, persaingan memang akan membuat perusahaan menjadi lebih aktif, tetapi jangan menjadi reaktif. Dengan menjadi pelopor, dan menjalankan strategi yang efisien, tentunya, ketakutan terhadap persaingan tidak perlu membuat fokus perusahaan berubah. Jika kreatif dalam membuat terobosan, saya rasa 'kue' yang ada masih cukup untuk berbagi dengan pesaing, yang tinggal hanya besarnya porsi saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun