Mohon tunggu...
Rudy Subagio
Rudy Subagio Mohon Tunggu... Lainnya - Just ordinary people, photograph and outdoors enthusiast, business and strategy learner..

Hope for the Best...Prepare for the Worst ...and Take what Comes. - anonymous- . . rudy.subagio@gmail.com . . Smada Kediri, m32 ITS, MM48 Unair

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Filosofi Berbisnis di Pasar Saham

25 Mei 2023   22:25 Diperbarui: 26 Mei 2023   16:01 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Simbol Pasar Saham "The Bull of Wall Street", Sumber: shutterstock via finance.yahoo.com

"A little knowledge is a dangerous thing" (British Proverb)

Dalam hidup kita saat ini, ada hal-hal yang kita tahu atau pahami namun banyak juga yang tidak kita ketahui atau pahami. Orang yang bijaksana adalah orang yang tahu apa yang dia ketahui dan tahu apa yang dia tidak tahu.

Filosofi seperti di atas, pernah disampaikan oleh Konfusius pada abad 5 sebelum Masehi dalam kitab The Anlects yang berbunyi "He who knows and knows that he knows is a wise man---follow him; he who knows not and knows not that he knows not is a fool---shun him."

Terjemahan bebasnya kurang lebih seperti ini, "Orang yang tahu bahwa dia tahu adalah orang bijak -ikuti dia; orang yang tidak tahu kalau dia tidak tahu adalah orang bodoh -jauhi dia".

Dalam versi yang lebih modern filosofi tersebut dijabarkan lebih lanjut menjadi 4 kuadran yang mewakili masing-masing golongan manusia menurut pengetahuannya.

Pertama orang yang tahu kalau dirinya tahu, kedua orang yang tahu kalau dirinya tidak tahu, ketiga orang yang tidak tahu kalau dirinya tahu dan keempat adalah orang yang tidak tahu kalau dirinya tidak tahu.

Dalam dunia pasar saham sebagian besar orang dengan mudah mengidentifikasikan dirinya masuk golongan atau kuadran pertama. Mereka tahu apa yang mereka ketahui seperti nama perusahaan, produk yang dihasilkan, berapa laba perusahaan, berapa assetnya, berapa utangnya, berapa penjualannya dan seterusnya.

Demikian pula dalam kuadran kedua, kita tahu apa yang tidak kita ketahui. Sebagai contoh kita tidak tahu bagaimana suasana kerjanya, apakah para karyawannya bahagia atau malahan stres, apakah gajinya dibayar tepat waktu, bagaimana gaya manajemennya, apa desas-desus atau rumor yang berkembang di perusahaan tersebut dan seterusnya.

Namun untuk kuadran ketiga dan keempat merupakan hal-hal yang cukup sulit untuk dieksplorasi karena di area tersebut kita tidak tahu, baik apa yang kita tidak tahu maupun apa yang sebenarnya kita tahu.

Butuh kerendahan hati dan masukan dari orang lain untuk mengetahui bahwa kita tidak tahu mengenai hal-hal yang memang kita tidak tahu atau sebenarnya kita tahu.

Jawaban pertanyaan dari kwadran pertama dapat diperoleh dengan mudah dari laporan tahunan dan laporan keuangan yang dikeluarkan oleh sebuah perusahaan terbuka. 

Untuk menjawab pertanyaan di kuadran kedua, kita perlu mendatangi perusahaan tersebut dan bertanya langsung kepada karyawan mengenai kondisi dan suasana kerja serta tanggapan karyawan mengenai manajemen saat ini.

Ini PR ("pekerjaan rumah") yang cukup sulit bagi sebagian besar investor, karena umumnya perusahaan tidak mau didatangi orang yang tidak ada hubungan kerja dengan mereka, apalagi kita sebagai investor ritel dengan modal minim.

Dan jauh lebih sulit lagi, untuk menjawab pertanyaan kuadran ketiga dan keempat. Untuk menjawabnya tidak cukup hanya dengan mendatangi perusahaan tersebut namun harus mendengar masukan dari pihak ketiga seperti pemasok atau vendor.

Sebagai contoh, kita perlu mendengar dari pemasok atau vendor dari perusahaan tersebut, seperti: apakah perusahaan selalu membayar tepat waktu, apakah ada "orang dalam" yang mengambil keuntungan pribadi dari para vendor dan sebagainya.

Untuk melakukan itu semua butuh usaha dan dana yang sangat besar dan mungkin juga koneksi orang dalam.

Oleh karena itu banyak investor ritel yang hanya berhenti pada pertanyaan di kuadran pertama, yaitu "tahu apa yang kita tahu" berdasarkan laporan keuangan, laporan tahunan, dan public exposure yang dikeluarkan oleh perusahaan terbuka. 

Namun bila kita dapat menjawab semua pertanyaan di kwadran pertama sampai keempat maka analisis kita mengenai sebuah perusahaan akan mendekati sempurna, sehingga tingkat keyakinan kita terhadap saham yang akan kita beli juga tinggi.

Tingkat keyakinan atas sebuah saham berbanding terbalik dengan risiko yang kita terima. Jadi semakin tinggi tingkat keyakinan kita semakin kecil risiko yang kita hadapi.

Jadi kalau kita mau menjadi pemenang di pasar saham maka sudah seharusnya kita mengerjakan "PR" kita dengan mencari jawaban atas pertanyaan di kuadran pertama sampai keempat.

Memang tidak mudah, butuh waktu, tenaga, dan biaya yang tidak sedikit. Namun semua itu harus kita lakukan kalau ingin menjadi pemenang di pasar saham. Tidak ada jalan pintas, dan sangat sangat sedikit sekali yang sanggup melakukannya.

Dengan pemahaman seperti diatas maka kita juga tidak gampang-gampang dalam memilih saham untuk investasi karena kita lebih "waspada" terhadap risiko yang tidak kita ketahui.

Yang berbahaya adalah bila kita tidak tahu kalau "pengetahuan" kita tentang sebuah saham masih sedikit, kita hanya tahu nama perusahaannya, produknya, dan laporan keuangannya namun seolah sudah tahu semuanya mengenai perusahaan tersebut.

 Ini kesalahan terbesar yang sering dilakukan oleh para investor, terutama investor ritel. Mungkin lebih baik kita tidak tahu sama sekali daripada tahu sedikit mengenai sebuah emiten atau sebuah perusahaan.

Kalau kita tidak tahu sama sekali tentu kita tidak akan memilih perusahaan tersebut, Namun kalau kita "merasa tahu" padahal kita hanya tahu sedikit maka ini sangat berbahaya karena kita kurang "waspada" terhadap risiko yang tersembunyi atau yang tidak kita ketahui.

Sebagai contoh kita membeli sebuah saham setelah menonton sebuah Youtube yang membahas mengenai saham ABCD, di sana memang diulas mengenai company profile dan laporan keuangan perusahaan dari emiten tersebut.

Dengan berbekal pengetahuan dari Youtube yang notabene disampaikan oleh "influencer" atau youtuber terkenal kita membeli sebuah saham dengan tingkat keyakinan tinggi.

Padahal itu tingkat keyakinan yang semu, karena kita hanya bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan di kuadran pertama, hanya hal-hal yang kita tahu bahwa kita mengetahuinya.

Jadi pastikan kita mengerjakan "PR" kita sendiri,

Do Your Own Research (DYOR).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun