Demikian pula untuk swing trader atau trader jangka menengah yang menggunakan metode "closing the gap" atau buy on weakness, aturan 30:70 juga berlaku dengan beberapa catatan.
Pada saat seorang swing trader melakukan buy on weakness, belum tentu posisi harga yang dianggap paling rendah (on weakness) tidak akan turun lagi.
Mereka harus menyiapkan ruang untuk terjadinya kesalahan yang tidak terduga namun dengan memitigasi agar kesalahan tersebut tidak menyebabkan kerugian yang lebih besar.
Sebagai contoh bila harga sebuah saham sedang berada di titik terendah pada suatu waktu, kita tidak boleh all out di saham tersebut, karena bisa jadi harga saham akan lebih turun lagi atau naik sesuai perkiraan atau tidak kemana-mana alias sideways.
Strategi yang tepat adalah membeli dengan kekuatan 1/10 atau 1/5, jadi 1/10 dana kita gunakan untuk membeli awal. Bila terjadi penurunan kita bisa beli lebih banyak misalnya 2/10 dan seterusnya, sisanya atau sebagian besar dibelikan pada saat harga benar-benar berbalik arah.
Strategi tersebut bertujuan untuk meminimalkan kerugian bila ternyata prediksi atau analisis kita salah namun sebaliknya bila prediksi kita benar maka keuntungan yang kita dapat juga tidak terlalu besar karena harga beli sudah keburu naik.
Jadi itu gunanya rasio cash yang lebih tinggi bagi para trader jangka menengah dan jangka pendek, agar mereka punya nafas lebih panjang bila harus menghadapi perubahan kondisi ekonomi atau perubahan fundamental perusahaan yang tidak terduga.
Jadi baik investor jangka panjang maupun trader jangka pendek sama-sama membutuhkan pengaturan cash flow yang baik, bedanya hanya pada rasio antara modal yang berbentuk saham dan yang berupa uang kas yang dapat digunakan sewaktu-waktu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H