Cash flow atau arus kas bagi sebuah perusahaan, institusi maupun bisnis pribadi ibarat aliran darah dalam tubuh kita, tidak boleh sampai habis, kalau sampai habis berakhir pula hidup kita.
Uang kas uang yang kita punyai baik dalam bentuk fisik maupun dana di bank dibutuhkan untuk menjalankan operasional perusahaan atau bisnis sehari-hari. Tanpa itu perusahaan atau bisnis tidak bisa berjalan meskipun memiliki asset yang besar.
Bila perusahaan memiliki arus kas nol atau bahkan negatif maka perusahaan perlu berhutang atau menjual assetnya agar mendapatkan uang untuk menjalankan operasional sehari-hari.
Demikian pula bagi seorang investor atau trader, perencanaan cash flow wajib dilakukan agar bisnis saham dapat terus berjalan dalam kondisi apapun.
Pengaturan cash flow tidak tergantung dari seberapa besar modal atau tipe investor seperti apa yang kita jalani. Baik sebagai trader atau investor, dengan modal yang kecil maupun besar, semuanya membutuhkan perencanaan cash flow yang bagus agar bisnis saham terus berjalan.
Sebagai contoh salah satu investor terbesar di Indonesia, Bapak LKH, dalam perjalanan investasinya di pasar saham pernah harus menjual villa mewah miliknya karena membutuhkan uang untuk membeli saham incarannya.
Kalau seorang investor yang asset-nya sudah triliunan rupiah saja masih butuh cash flow apalagi investor ritel atau investor selot-selot (satu lot satu lot) yang modalnya minim.
Mengapa seorang investor atau trader membutuhkan perencanaan cash flow?
Pertama, untuk menghindari arus kas habis atau mendekati nol atau bahkan arus kas yang negatif, agar transaksi pembelian saham sebagai bagian dari kegiatan operasional harian (jual - beli) dapat terus dilakukan
Kedua, karena di pasar saham tidak ada sebuah kepastian, semua serba tidak pasti. Yang dapat diukur atau diprediksi hanyalah seberapa besar peluang sebuah saham akan naik, stagnan atau turun.