Ada joke yang cukup populer di kalangan para suami, kalau mereka sedang jalan-jalan di mall atau di pusat perbelanjaan bersama sang istri, maka para suami ini wajib menggandeng tangan istrinya.
Bukan karena suami terlalu sayang kepada istrinya atau supaya kelihatan sebagai pasangan yang harmonis, namun alasannya adalah agar istri tidak lepas dan tergoda untuk belanja.
Belanja atau sekadar window shopping adalah hal yang membahagiakan bagi sebagian besar kaum hawa. Bagi mereka belanja bukan sekedar kegiatan membeli barang namun lebih kepada kegiatan refreshing atau healing.
Fenomena ini banyak dimanfaatkan oleh para penjual untuk menjual produk mereka sebanyak-banyaknya dengan berbagai iming-iming seperti harga diskon, display atau penataan produk yang bagus dan membanjiri konsumen dengan banyak pilihan yang kelihatannya sangat dibutuhkan.
Tidak jarang juga para penjual memanfaatkan public figure untuk meng-endorse produk tertentu atau menggunakan artis terkenal sebagai bintang iklan untuk lebih memberikan daya tarik bagi konsumen untuk membeli produk mereka.
Jadi memang bukan salah konsumen semata kalau mereka kalap belanja, para penjual dengan sengaja dan sadar memanfaatkan psikologis konsumen.
Awalnya konsumen hanya ingin melihat-lihat tanpa ada rencana untuk membeli namun karena kepiawaian para penjual dalam menarik perhatian konsumen dan membangkitkan keinginan konsumen dengan berbagai cara, akhirnya konsumen secara impulsif membeli produk yang ditawarkan.
Secara sederhana impulsive buying adalah keinginan seseorang untuk membeli suatu produk secara tiba-tiba tanpa melalui pertimbangan, tanpa proses berpikir panjang dan tentu saja tanpa rencana sebelumnya.
Sebenarnya cara paling mudah dan sederhana untuk menghindari impulsive buying adalah dengan selalu membuat perencanaan atau membuat daftar barang yang akan dibeli ketika pergi ke pusat perbelanjaan, toko atau mall.