Mohon tunggu...
Rudy Subagio
Rudy Subagio Mohon Tunggu... Lainnya - Just ordinary people, photograph and outdoors enthusiast, business and strategy learner..

Hope for the Best...Prepare for the Worst ...and Take what Comes. - anonymous- . . rudy.subagio@gmail.com . . Smada Kediri, m32 ITS, MM48 Unair

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Kuliah Salah Jurusan atau Asal Kuliah di Jurusan yang Salah, Sebaiknya Tetap Bertahan atau Ganti Haluan?

1 Agustus 2022   21:51 Diperbarui: 2 Agustus 2022   05:15 658
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kuliah salah jurusan (Sumber: shutterstock)

Kuliah salah jurusan merupakan salah satu problem yang sering kali dihadapi oleh calon mahasiswa atau mahasiswa semester awal atau mahasiswa semester akhir dan bahkan para mantan mahasiswa baik yang berhasil lulus kuliah maupun yang tidak.

Kuliah salah jurusan secara umum dapat dibagi menjadi dua, yaitu kuliah pada bidang yang tidak sesuai dengan minat dan bakat atau passion kita atau kuliah pada jurusan yang dirasa sulit untuk mendapatkan pekerjaan yang bagus atau jurusan yang tidak bergengsi dan sepi peminat.

Pada kasus pertama yaitu kuliah pada bidang yang tidak sesuai dengan minat dan bakat memang berat, sebagai contoh kuliah dibidang seni seperti jurusan DKV atau desain interior namun tidak memiliki bakat menggambar sama sekali tentunya akan menyiksa diri.

Kuliah di jurusan desain, baik itu desain komunikasi visual (DKV) maupun desain interior akan sangat lekat dengan aktivitas menggambar, meskipun sekarang ada banyak aplikasi menggambar di komputer namun itu tidak berarti dapat menggantikan kemampuan menggambar yang dibutuhkan dalam pendidikan ini.

Kuliah di jurusan yang tidak sesuai dengan passion terkadang bukan hanya menjadi penderitaan pada saat menempuh kuliah, ada bahkan yang sampai lulus kuliah masih terobsesi pada pada passionnya dan bahkan kuliah lagi di jurusan yang sesuai passionnya.

Sekitar satu dekade yang lalu pada saat jurusan DKV baru booming, banyak calon mahasiswa yang ingin masuk ke jurusan tersebut baik karena ikut-ikutan maupun karena dorongan orang tua.

Namun setelah mereka masuk mereka baru menyadari kalau mereka tidak punya bakat menggambar, setiap tugas yang memerlukan kemampuan menggambar merupakan siksaan bagi mereka. Akhirnya sebagian dari mereka menyerah dan tidak melanjutkan kuliah.

Sebenarnya pada saat tes masuk ke perguruan tinggi untuk jurusan yang membutuhkan bakat atau ketrampilan tertentu ada tes atau ujian tambahan berupa tugas untuk membuat karya atau portofolio.

Namun demikian ada juga beberapa perguruan tinggi yang tidak terlalu mempertimbangkan hal ini, yang penting mereka dapat mahasiswa dan bersedia membayar mahal mereka akan diterima.

Atau terkadang portofolio ini dikerjakan oleh orang lain yang memang berprofesi atau mempunyai kemampuan seni yang mumpuni atau istiliahnya "joki".

Karena dari awal caranya sudah salah maka tidak heran dalam perjalanannya banyak dari mereka yang akhirnya gagal dan bahkan hidupnya penuh beban yang sebenarnya tidak perlu ditanggung.

Salah jurusan ini bisa jadi karena "paksaan orang tua", orang tua yang dulunya ingin menjadi dokter tapi tidak kesampaian "memaksa" anaknya untuk memilih fakultas kedokteran. Atau mungkin juga seorang dokter yang memiliki anak dengan passion yang berbeda namun mereka berusaha mengarahkan anaknya untuk menjadi dokter demi meneruskan tradisi keluarga atau gengsi.

Seringkali orang tua tidak bisa menerima kenyataan bahwa anaknya memang mempunyai passion sendiri yang berbeda dari harapan mereka sebagai orang tua.

Bila mereka tetap tidak menyadari kenyataan ini dan terus memaksa anaknya mengikuti kehendaknya maka anaknya menjadi korban ambisi oran tua, mungkin si anak dapat menyelesaikan pendidikan sesuai arahan orang tua tapi itu hanya untuk menyenangkan orang tuanya, dia sendiri mungkin tidak bahagia.

Saya kenal dengan seorang staff IT (Information Technology) yang kuliah di jurusan komputer padahal kedua orang tuanya berprofesi sebagai dokter. Pada kasus ini si orang tua memberi kebebasan pada anaknya untuk mengikuti passionnya.

Ilustrasi kuliah salah jurusan, Sumber: Inovasee.com
Ilustrasi kuliah salah jurusan, Sumber: Inovasee.com

Sebaliknya ada seorang pengusaha properti atau pengembang yang mengarahkan anaknya masuk ke jurusan teknik sipil dengan harapan anaknya nanti yang akan meneruskan usahanya. 

Singkat kata, anaknya kuliah di jurusan teknik sipil dan lulus dengan baik dan tidak lama setelah itu ayahnya meninggal sehingga dia yang meneruskan usaha pengembang properti ayahnya.

Setelah terjun penuh di bisnis pengembang properti, rupanya si anak merasa ini bukan dunianya, dia mengalami kesulitan dalam mengelola bisnis ini dan akhirnya bisnisnya meredup. Dan dia merasa passionnya memang bukan di sana.

Setelah melalui pergumulan batin yang panjang akhirnya si anak banting stir mengikuti panggilan jiwanya untuk menjadi dokter gigi anak. 

Pemuda ini harus mulai dari nol lagi, kuliah di fakultas kedokteran gigi sampai lulus dan akhirnya bisa praktek sebagai dokter gigi anak. 

Kebetulan dia adalah dokter gigi langganan anak saya, dan saya mengetahui kisahnya dari sesama orang tua pasien.

Kasus kedua adalah kuliah pada jurusan yang dianggap tidak punya masa depan, jurusan yang sulit untuk mendapatkan pekerjaan yang bagus atau jurusan yang tidak bergengsi hanya karena asal diterima, daripada tidak kuliah sama sekali.

Jurusan yang tidak bergengsi pada umumnya adalah jurusan yang sepi peminat karena merupakan jurusan yang jarang dibutuhkan oleh dunia kerja atau dibutuhkan tapi jumlahnya sangat sedikit tidak sebanding dengan jumlah lulusannya.

Di bidang eksata contohnya, adalah jurusan ilmu alam murni seperti Biologi, Kimia, Fisika dan Matematika yang tergabung dalam fakultas MIPA (Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam).

Dibanding dengan jurusan Teknik Mesin, Teknik Fisika, Teknik Kimia dan Teknik Elektro atau Ilmu Komputer jurusan MIPA lebih sulit untuk mendapatkan pekerjaan. 

Industri-industri biasanya dari awal seleksi sudah membatasi yang boleh melamar hanya dari jurusan teknik (jurusan-jurusan di Fakultas Teknologi Industri dan Rekayasa).

Meskipun ada juga perusahaan yang memperbolehkan jurusan MIPA ikut seleksi penerimaan karyawan baru, namun mereka tetap lebih mempertimbangkan jurusan teknik karena lebih siap pakai dan sesuai dengan kebutuhan perusahaan.

Satu-satunya harapan bagi lulusan MIPA adalah menjadi dosen atau peneliti, namun jumlah dosen apalagi peneliti yang dibutuhkan setiap tahunnya sangat amat sedikit bila dibanding jumlah lulusan yang dihasilkan tiap tahunnya.

Sisanya yang merupakan bagian terbesar mau bekerja di mana? Mau melamar kerja di industri kalah bersaing dengan lulusan teknik yang lebih bergengsi, setidaknya dengan usaha yang sama.

Kenyataan inilah yang membuat para mahasiswa yang sedang kuliah pada jurusan yang tidak bergengsi atau jurusan yang sulit mendapatkan pekerjaan menjadi pesimis dan semangat mereka memudar dan hanya berusaha sekedar lulus saja.

Namun berita baiknya, pada kehidupan nyata ada sebagian lulusan dari jurusan yang dianggap tidak bergengsi (MIPA) ternyata mampu berkiprah di dunia industri dan menduduki jabatan yang paling tinggi.

Beberapa dari mereka yang sukses tersebut saya kenal melalui media sosial karena mereka aktif berbagi pengalaman termasuk bagaimana kiat sukses mereka dari awal bekerja sampai menduduki posisi tertinggi di perusahaan.

Kisah sukses mereka yang berasal dari jurusan yang kurang bergengsi ini tentu saja penuh lika-liku dan tidak semulus para lulusan jurusan favorit perusahaan atau industri. Namun ada kesamaan dari kisah mereka yaitu mereka memiliki skill atau pengetahuan yang tidak diajarkan dalam kurikulum kuliah.

Mereka tidak hanya terpaku atau membatasi diri hanya pada materi perkuliahan, namun mereka menggunakan cara berpikir, penalaran dan logika dari ilmu yang mereka pelajari di bangku perkuliahan dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari termasuk dalam menghadapi masalah-masalah dalam pekerjaan.

Sebenarnya begitu kita diterima bekerja di suatu perusahaan, orang tidak lagi mempertanyakan ijazah yang kita punya, mereka lebih peduli dengan performa kita, skill yang kita miliki baik hard-skill ataupun soft-skill dan kontribusi kita terhadap perusahaan.

Banyak masalah-masalah dalam kehidupan kita sehari-hari atau dalam pekerjaan yang dapat kita selesaikan atau kita lakukan dengan lebih baik dan efisien bila kita menggunakan urutan berpikir dan logika yang kita pelajari saat belajar teori-teori ilmu pengetahuan.

Jadi kuliah sebenarnya hanya mengasah logika dan melatih kita untuk berpikir dengan urutan atau logika yang benar sehingga menuntun pada kesimpulan yang benar.

Meskipun kita berkuliah di jurusan ilmu terapan (Fakultas Teknologi dan Rekayasa Industri) tidak menjamin semua ilmu yang kita pelajari akan cocok dengan lingkungan kerja di industri. Apalagi kuliah di Indonesia, link and match antara Perguruan Tinggi dan Industri sangat kurang.

Jadi satu-satunya yang berguna dari apa yang kita pelajari di bangku perkuliahan adalah bagaimana kita memahami prinsip-prinsip berpikir dengan benar, runtut dan logis dan bagaimana implementasinya dalam dunia nyata.

Kembali ke pertanyaan di atas, Apakah kita akan tetap bertahan di jurusan yang salah ataukah kita segera banting setir, jawabannya tergantung dari kasus yang kita hadapi.

Untuk kasus yang pertama, kita terjebak pada situasi yang memang berlawanan dengan passion kita, sebaiknya kita segera banting setir dan kuliah di jurusan yang sesuai dengan passion kita atau yang akan membuat kita berprestasi.

Namun dalam hal ini kita tetap perlu berhati-hati, jangan sampai salah menilai atau memahami passion kita sebenarnya. Kita harus benar-benar menyelidiki hati dan pikiran kita sendiri secara obyektif, bila perlu minta bantuan orang-orang terdekat atau profesional yang dapat dipercaya.

Untuk Kasus yang kedua, jurusan yang kita pilih tidak berlawanan dengan passion kita, namun jurusan tersebut tidak bergengsi, sedikit peminat, susah nyari kerja kalau lulus, pada kasus ini sebaiknya kita tetap bertahan sambil mengupgrade diri.

Jadi baik bertahan ataupun banting stir, keduanya adalah pilihan terbaik yang bisa kita ambil tergantung dari situasi atau kasus yang kita hadapi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun