Bagi pemodal atau pemilik usaha sistim bagi hasil ini juga akan meminimalkan pengawasan operasional sehari-hari sehingga pemodal dapat lebih fokus untuk mencari peluang usaha baru atau melakukan inovasi baru.
Selain itu pemilik usaha tidak perlu repot bila ada karyawan yang tidak masuk karena sakit atau keperluan mendadak karena secara internal mereka akan mengatur sendiri dan meng-cover pekerjaan karyawan yang tidak masuk.
Selain memiliki kelebihan seperti disebutkan di atas, sistim bagi hasil juga memiliki beberapa kekurangan yaitu:
1. Penghasilan yang diterima karyawan bisa jadi lebih kecil dibanding gaji tetap atau UMK
Pada usaha yang baru berdiri atau labanya masih kecil bila menerapkan sistim ini bisa jadi penghasilan yang diterima oleh karyawan jauh dibawah standar. Sebagai contoh sebuah usaha dengan jumlah karyawan 5 orang dengan laba 10 juta rupiah per bulan, bila rasio pembagian pemilik modal dan pelaku usaha 50:50, maka bagian karyawan adalah 5 juta untuk 5 orang atau hanya 1 juta per orang.
2. Lebih mudah ditiru dan disaingi oleh karyawan sendiri
Bila usaha ini berjalan lancar dan cukup menjanjikan profitnya di masa depan, para karyawan bisa jadi diam-diam mempunyai rencana mendirikan usaha sendiri. Baik secara pribadi atau "bedhol desa" keluar dan mendirikan perusahaan baru karena ada investor baru yang menjanjikan porsi keuntungan yang lebih besar dibanding yang mereka terima saat ini.
Bila karyawan keluar bersama dan mendirikan perusahaan baru maka persaingan akan berat karena mereka sudah mengetahui kelemahan-kelemahan perusahaan sebelumnya.
3. Karyawan melakukan fraud secara bersamaan
Meskipun kemungkinannya kecil bisa jadi seluruh karyawan bersekongkol untuk untuk melakukan "fraud" seperti tidak melaporkan sebagian penjualan, me-markup pembelian bahan baku dan masih banyak lagi.
4. Lebih cocok untuk usaha yang tidak banyak jumlah karyawannya