Mohon tunggu...
Rudy Subagio
Rudy Subagio Mohon Tunggu... Lainnya - Just ordinary people, photograph and outdoors enthusiast, business and strategy learner..

Hope for the Best...Prepare for the Worst ...and Take what Comes. - anonymous- . . rudy.subagio@gmail.com . . Smada Kediri, m32 ITS, MM48 Unair

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Cara Cepat Kaya di Era Digital: Tidak Ada yang Instan dan Fenomena Puncak Piramida

5 Februari 2022   22:07 Diperbarui: 6 Februari 2022   17:28 2069
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bermain saham, Sumber: foto via tribunnews.com

Perkembangan teknologi digital yang semakin pesat di masa Pandemi saat ini di satu sisi mengakibatkan banyak orang yang kehilangan pekerjaan namun di sisi lain ada juga orang yang menjadi kaya mendadak karena bermain saham, kripto ataupun mendirikan perusahaan startup yang sukses dibeli oleh investor kelas kakap.

Bila kita amati lebih teliti ternyata mereka yang sukses menjadi orang kaya baru (OKB) akibat perkembangan teknologi digital ini hanyalah puncak dari sebuah piramida, hanya sebagian sangat kecil dari total populasi.

Menurut hasil survey dari sebuah penelitian diketahui bahwa hanya 5% startup yang survive, 95% Lainnya Gagal. Jadi bila ada 20 perusahaan startup yang didirikan pada saat yang sama, hanya ada satu startup yang dapat terus bertahan atau survive dan jauh lebih sedikit lagi yang dapat bertumbuh dan menjadi unicorn.

Demikian juga bagi yang terjun sebagai pemain saham, kripto ataupun forex baik sebagai trader atau investor. Hanya sebagian sangat kecil yang sukses mendulang cuan di pasar Saham atau kripto. Dan itupun kombinasi dari pengalaman, kerja keras dan keberuntungan.

Namun demikian ditengah kondisi yang bergejolak (Volatile), tidak pasti (Uncertain),  kompleks (Complex) dan tidak jelas (Ambigue) atau biasa disebut VUCA karena perkembangan teknologi digital yang sangat pesat dan pademi covid-19, kondisi ini mendorong banyak orang untuk bertaruh di pasar saham, kripto atau perusahaan startup.

Memang kita tidak bisa menunggu kondisi stabil baru bergerak, berusaha dan membangun bisnis sendiri.

Pertama karena kita berada dalam kondisi ketidakpastian, kita tidak tahu kapan pandemi covid-19 ini akan benar-benar berakhir atau seperti apa perkembagan teknologi digital beberapa tahun ke depan.

Kedua kalau kita baru bergerak setelah kondisi stabil maka kita akan tertinggal jauh dari para pesaing yang terus bergerak pada kondisi yang tidak pasti atau tidak jelas. Konsep ini biasanya disebut dengan "riding the hurricane" atau "menunggangi badai" alih-alih menunggu badai berlalu.

Tentu saja terus bergerak dan mengambil keputusan di tengah kondisi yang tidak pasti dan tidak jelas akan memiliki resiko yang tinggi dibanding dengan pada saat kondisi lebih stabil. Hai ini sejalan dengan prinsip "High Risk High Return".

High risk high return adalah karakteristik dari trading atau investasi di bidang saham, kripto dan forex. High risk high return artinya semakin tinggi peluang keuntungan yang kita dapatkan maka potensi risiko kerugian yang akan kita alami juga semakin besar.

Hal ini juga dialami oleh "Angel investor" atau pemodal ventura yang biasanya mendanai startup di awal-awal kelahirannya. Pada saat perusahaan startup baru didirikan dan mulai bertumbuh tidak ada satu orangpun yang dapat menjamin apakah perusahaan ini dapat terus bertumbuh dan berkembang menjadi perusahaan yang menguntungkan atau sebaliknya.

Bila perusahaan startup ini dapat terus bertumbuh dan bertambah jumlah pelanggannya secara signifikan maka valuasi perusahaan pada saat IPO atau melantai di bursa saham bisa berpuluh atau beratus kali lipat dari modal awal yang disetor oleh Angel Investor atau pemodal ventura.

Sebaliknya bila gagal maka modal yang telah ditanam oleh Angel Investor atau pemodal ventura akan lenyap tidak berbekas. Padahal survey telah membuktikan hanya ada 5% perusahaan startup yang bisa survive. Dengan kata lain 95% dari angel investor atau pemodal ventura yang ada akan menderita kerugian dari investasi yang telah dilakukan.

Membeli saham perusahaan yang baru pertama kali menjual saham perdananya atau IPO juga merupakan salah satu contoh investasi high risk high return. Hal ini disebabkan karena kita tidak tahu bagaimana respon masyarakat luas terhadap produk perusahaan tersebut dan seberapa sehat manajemen perusahaan tersebut.

Sebagai contoh saham DCII (PT DCI Indonesia) sejak IPO pada 6 Januari 2021 di harga Rp 420/saham, setelah IPO harga saham DCII sempat melonjak tinggi sampai 14.000% dan menyentuh harga Rp 59.000/saham sebelum disuspensi (penghentian transaksi saham sementara) oleh otoritas BEI pada 16 Juni 2021.

Kenaikan saham DCII sebesar 140 kali dalam waktu 6 bulan setelah IPO merupakan fenomena yang luar biasa. Bila kita membeli saham tersebut pada saat IPO sebesar 10 juta rupiah maka dalam waktu 6 bulan berikutnya harga saham kita sudah menjadi 1,4 miliar rupiah.

Saat ini harga saham DCII menjadi saham dengan harga tertinggi di bursa sebesar Rp 43.600/saham per Jumat (4/2), melampaui harga saham produsen rokok PT Gudang Garam Tbk (GGRM) yang senilai Rp 30.650/saham.

Sebaliknya harga saham BUKA (Bukalapak) cenderung turun sejak IPO pada 6 Agustus 2021, per Jumat (4/2) saham BUKA berada di level Rp 382/saham, hampir separuh dari harga IPO di Rp 850/saham.

Berinvestasi pada saham perusahaan yang baru saja IPO memang termasuk sangat high risk high return, namun demikian bila dibandingkan dengan berinvestasi pada perusahaan startup yang baru berdiri resikonya relatif rendah karena tingkat keberhasilan perusahaan startup hanya sekitar 5%.

Perlu dicatat bahwa fenomena saham DCII (PT DCI Indonesia) dan Bukalapak di atas terjadi pada saat pandemi covid-19 sedang berlangsung. Sementara itu di masa pandemi ini banyak pemain saham baru bermunculan yang biasa disebut dengan investor saham angkatan covid, yang memiliki impian bisa menikmati fenomena saham DCII.

Ada aksioma sederhana bagi pemain saham yaitu beli pada saat harga terendah dan jual pada saat harga tertinggi. Namun kenyataannya tidak sesederhana itu sehingga hal yang paling krusial adalah bagaimana menentukan saham mana yang harus kita beli atau jual.

Pada dasarnya pemain saham dibagi menjadi dua yaitu sebagai trader atau investor. Sebagai trader seorang pemain saham harus siap setiap waktu mengikuti perkembangan harga saham serta mengamati perkembangan fundamental ekonomi serta isu-isu yang akan menjadi tren ke depan.

Sebagai investor relatif lebih "santai" karena tidak disibukkan dengan fluktuasi harga saham harian atau bulanan, mereka menaruh modal sebagai investasi jangka panjang. Meskipun dalam perjalanannya harga saham bergerak naik turun namun yang penting secara jangka panjang mereka berharap ada kenaikan.

Bermain saham sebagai Trader sangat menjanjikan karena bisa mendapatkan keuntungan besar dalam waktu relatif singkat namun resikonya juga sangat besar.

Sehebat apapun dan sepintar apapun seorang trader saham, tidak ada yang tidak pernah mengalami kerugian atau salah estimasi. Jadi resiko kerugian tidak bisa sama sekali dihilangkan yang bisa kita lakukan adalah meminimalkan resiko yang mungkin terjadi.

Untuk meminimalkan resiko yang terjadi ada tiga hal yang harus dipahami dan dipersiapkan sebelum kita mulai bermain saham atau menjadi seorang trader saham:

1. Mulai seawal mungkin dengan modal kecil dulu.

Untuk menjadi seorang trader saham sebaiknya dimulai seawal mungkin dan dengan modal yang kecil dulu. Memulai lebih awal penting karena untuk menjadi pemain atau trader saham yang baik perlu jam terbang atau learning curve yang cukup panjang.

Memulai trading saham sebaiknya dengan modal yang paling kecil dulu karena kita masih akan belajar seluk beluk dan mekanisme pasar saham yang sebenarnya. Selain itu dalam perjalanannya kita pasti akan berbuat kesalahan dan kita harus belajar dari kesalahan tersebut agar tidak terulang ke depannya.

2. Menguasi analisa teknikal dan analisa fundamental (ilmu trading)

Di kalangan trader harian (scalper) atau trader forex ada beberapa tool analisa teknikal yang biasa digunakan yaitu candle stick dan chart pattern seperti cup and handle, tight consolidation, dan double bottom.

Analisa fundamental meliputi ketrampilan untuk memahami laporan keuangan dan menganalisanya untuk mengetahui kondisi dan prospek perusahaan di masa depan. Termasuk juga memahami makro ekonomi dan isu-isu yang sedang berkembang yang mempengaruhi kondisi ekonomi secara umum.

3. Mempersiapkan mental dan psikologis sebagai trader saham

Mempersiapkan mental sebagai seorang trader saham seringkali merupakan ketrampilan dasar paling penting yang menentukan kesuksesan seorang trader saham.

Menyiapkan mental dan psikologis merupakan soft skill bagi seorang trader saham, persiapan mental ini meliputi perubahan mindset yang tidak sesuai seperti :

  • Tidak siap untuk RUGI, maunya untung, karena ini bertentangan dengan konsep high risk high return
  • Mental ingin cepat kaya, sehingga terlena dengan trend sesaat dan kurang hati-hati
  • Tidak mampu mengendalikan emosi, nervous dan tidak bisa fokus sehingga berpotensi melakukan kesalahan yang tidak perlu

Demikian hal-hal mendasar namun sangat penting yang harus dilakukan sebelum kita terjun menjadi salah satu trader saham angkatan covid. Namun demikian perlu kita sadari bahwa satu hal yang pasti terjadi di masa depan adalah ketidakpastian.

High Risk High Return, menggambarkan kedua ujung dari sebuah tongkat yang tidak bisa dipisahkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun