Di dalam dunia kerja, sebagai seorang pimpinan atau manajer seringkali kita perlu mengoreksi atau mengkritik anak buah atau anggota kita. Pertama kali kita melakukannya mungkin kita merasa tidak enak namun setelah seringkali melakukan hal ini akan menjadi biasa.
Namun demikian kita perlu memeriksa seberapa efektif cara mengkritik yang kita lakukan selama ini. Cara kita mengkritik menunjukkan tingkat ketrampilan berkomunikasi yang kita miliki.
Bila kita melakukannya dengan benar maka kita akan mampu mengubah sebuah pesan negatif yang menyakitkan menjadi pesan yang memberdayakan dan memberikan motivasi yang kuat.
Kuncinya adalah pada intonasi dan pemilihan kata yang kita gunakan untuk mengkritik. Bila suara dan kata-kata kita terdengar menyakitkan atau menyinggung perasaan karyawan, itu berarti kita telah gagal.
Bila kita terlalu kasar maka kritik kita akan terlihat menyakitkan. Dan bila itu yang terjadi, karyawan yang kita kritik akan merasakan kemarahan sekaligus ketakutan dalam keputusasaan.
Pilihlah kata-kata yang cukup adil untuk menanggapi masalah yang sedang terjadi. Hindari menggunakan kata "selalu", "tidak pernah" atau "sangat buruk" yang melebih-lebihkan masalah yang terjadi karena akan menyebabkan karyawan merespon secara defensif.
Juga hindari kata-kata "memang", kata-kata seperti ini kesannya menyalahkan dan menganggap karyawan sebagai orang yang berkarakter buruk. Sebagai contoh daripada mengatakan "si-A memang malas" lebih baik kita berkata "si-A perlu sering diingatkan untuk melakukan tugasnya".
Kata-kata di atas akan berdampak kontraproduktif karena mengarah pada generalisasi dan menghakimi sehingga cenderung melebih-lebihkan masalah kinerja.
Perkataan kita akan bekerja dengan efektif bila perkataan tersebut menggambarkan perilaku yang dapat diamati dan merepresentasikan secara visual apa yang dilakukan karyawan.
Dengan mengatakan apa yang kita lihat maka kritik kita akan berdiri di atas bukti yang kuat. Dan itu membuat karyawan sulit untuk membatah atau beralasan.