Mohon tunggu...
Rudy Subagio
Rudy Subagio Mohon Tunggu... Lainnya - Just ordinary people, photograph and outdoors enthusiast, business and strategy learner..

Hope for the Best...Prepare for the Worst ...and Take what Comes. - anonymous- . . rudy.subagio@gmail.com . . Smada Kediri, m32 ITS, MM48 Unair

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Indonesia Kaya dengan Sumber Gas Alam, Mengapa Harga LPG Naik Terus? Apa Solusinya?

1 Januari 2022   11:00 Diperbarui: 1 Januari 2022   15:26 2020
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertanyaan di atas sebenarnya sebenarnya tidak ada korelasinya namun kedua fakta tersebut yaitu Indonesia memiliki sumber gas alam yang melimpah dan harga LPG yang naik adalah memang benar adanya.

Pertama Indonesia memiliki cadangan gas alam terbukti (Natural Gas Proven Reserves) yang  cukup besar di dunia. Pada era 1970-1980, kita punya beberapa ladang gas alam yang sangat besar dan sudah terkenal seperti Arun di Aceh dan Bontang di Kalimantan Timur yang sekarang berubah nama menjadi blok Mahakam.

Pada tahun 2000-an, beberapa ladang gas alam skala besar juga mulai dieksploitasi seperti ladang gas alam Tangguh di Papua dan juga Terang-Sirasun-Batur (TSB) di lepas pantai sebelah timur Pulau Madura.

Cadangan gas alam yang masih sangat besar berada di kepulauan Natuna. Selain itu sumber gas alam juga terdapat di wilayah Sumatra Selatan, Jambi, Jawa barat, Jawa Timur dan daerah lain. Saat ini ladang  gas yang sedang dibangun adalah ladang gas Masela atau blok Masela di lepas pantai laut Arafura, Maluku.

Sesuai data yang dirilis oleh BP (British Petroleum) dan laporannya yang berjudul "Statistical Review of World Energy 2021 | 70th edition", cadangan gas alam terbukti yang dimiliki Indonesia sebesar 1,300 milyar meter kubik, sementara yang diproduksi per tahun rata-rata 60-70 milyar meter kubik.

Artinya bila cadangan gas alam ini terus menerus diproduksi dengan kapasitas 60-70 milyar per tahun maka cadangan ini akan habis dalam waktu sekitar 20 tahun.

Selain cadangan terbukti yang dapat segera diproduksi juga ada cadangan yang mungkin bisa diproduksi (probable reserves) yang jumlahnya berlipat kali dari cadangan terbukti (proven reserves).

Sementara itu konsumsi gas alam di dalam negeri per tahun sekitar 40-45 milyar kubik. Dengan total kapasitas produksi sekitar 60-70 milyar per tahun maka sisanya sekitar 20-25 milyar ditujukan untuk ekspor ke negara lain.

Gas alam yang akan dieskpor atau didistribusikan ke tempat yang jauh biasanya dalam bentuk cair atau disebut LNG (Liquid Natural Gas) sehingga mudah dan lebih praktis diangkut dengan kapal laut.

Fakta yang kedua adalah harga elpiji (LPG) saat ini jauh lebih tinggi dibanding harga gas alam atau LNG dan sejak tanggal 25 Desember 2021 harga elpiji non subsidi telah mengalami kenaikkan lagi.

Meskipun sama-sama gas untuk bahan bakar, gas alam baik yang berupa gas atau cair (LNG) berbeda dengan elpiji atau Liquid Petroleum Gas (LPG).

Gas alam berasal dari dari sumber atau ladang gas yang bisa langsung digunakan namun biasanya perlu "dibersihakan" dulu dari impurities atau gas pengikut seperti gas CO2, H2S dan lainnya yang tidak berguna untuk pembakaran.

Setelah dibersihkan dari impurities gas alam bisa langsung disalurkan ke pemakai dengan menggunakan jaringan perpipaan gas atau di cairkan dulu menjadi LNG agar mudah diangkut dengan mode transportasi darat dan laut.

Sementara itu LPG berasal dari proses refinery atau pengilangan minyak bumi yang salah satu produknya yang berupa gas yang kemudian dicairkan yang disebut elpiji atau Liquid Petroleum Gas (LPG).

Harga elpiji tergantung dari harga minyak mentah dunia karena elpiji merupakan produk turunan dari minyak mentah dan Indonesia merupakan negara pengimpor minyak mentah dan produk turunannya.

Saat ini sekitar 60-70% dari total kebutuhan elpiji di Indonesia dipenuhi dari impor karena kapasitas pengilangan minyak bumi di dalam negeri masih belum mampu memenuhinya.

Harga elpiji non-subsidi setelah kenaikan berkisar antar 13,500-14,000 rupiah per kg. Sementara itu harga gas alam per MMBTU (Million Metric Birtish Thermal Unit) sekitar 6-7 dolar AS. Bila dikonversikan ke mmbtu harga elpiji sekitar 20 dolar AS atau hampir tiga kali lipat harga gas alam.

Perbandingan harga LPG vs LNG dalam USD/mmbtu, Sumber: data diolah, dokpri
Perbandingan harga LPG vs LNG dalam USD/mmbtu, Sumber: data diolah, dokpri

Dalam dunia Migas (oil & gas) harga didasarkan pada nilai kalori gas tersebut sehingga satuan yang standar adalah USD/mmbtu. Ini cukup adil mengingat untuk energi yang kita beli adalah total kalorinya bukan per kilogram atau per liter.

Jadi bila kita bandingkan harga elpiji dan harga gas alam, harga elpiji yang sekarang dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia sangat mahal dibanding harga gas alam.

Harga gas alam yang dijual oleh PGN (Perusahaan Gas Negara) ke pengguna akhir berkisar 6-7 dolar AS, harga ini sudah termasuk "toll fee"  atau biaya distribusi yang dalam hal ini adalah biaya depresiasi dari investasi untuk membangun jaringan perpipaan.

Bila kita tengok harga gas alam dunia, saat ini hanya berkisar 3 dolar AS per mmbtu, sementara harga LNG sekitar 8 dolar AS per mmbtu, selisih harga ini karena perlu biaya untuk mengubah dari bentuk gas ke cair.

Ladang gas alam Tangguh, Papua, Sumber: bp.com
Ladang gas alam Tangguh, Papua, Sumber: bp.com

Jadi sebenarnya sudah jelas, solusinya adalah stop pakai elpiji dan diganti dengan gas alam dari PGN. Dengan beralih dari elpiji ke gas alam maka pengeluaran masyarakat untuk membeli gas untuk rumah tangga akan turun sekitar 70% atau tinggal sepertiga dari saat ini.

Selain itu pemerintah juga dapat menghemat devisa karena tidak perlu impor elpiji lagi dan tidak perlu memberikan subsidi terus menerus.

Lha kalau sudah tau solusinya segampang itu, kenapa tidak dilakukan dari dulu? apa pemerintah tidak tahu hitung-hitungan seperti ini?

Yang pasti pemerintah mengetahui hitung-hitungan seperti ini sejak lama, setidaknya pemerintah tersadar ketika  pada pada tahun 2004-2006, terjadi "heboh" karena gas alam di ladang Tangguh Papua yang dijual ke Fujian, Cina dengan harga kontrak tahun 2004 "hanya" sebesar 2.4 dolar per mmbtu padahal pada saat itu harga gas alam dunia rata-rata di 11 dolar AS !!!

Setelah terjadi negosiasi pada tahun 2006 harga gas tangguh naik menjadi 3.3 dolar AS, namun ini pun masih dibawah harga gas alam dunia. Dan baru tahun 2014 bisa dinegosiasi lagi sehingga formulasinya juga dipengaruhi oleh harga energi dunia pada saat itu.

Harga gas alam dunia 2003-2020, Sumber: British Petroleum,
Harga gas alam dunia 2003-2020, Sumber: British Petroleum, "Statistical Review of World Energy 2021 | 70th edition"

Jadi ironis sekali, Indonesia yang kaya dengan gas alam, menjual gasnya keluar negeri dengan harga jauh di bawah harga yang layak, sementara itu kita mengimpor minyak dan elpiji untuk kebutuhan domestik.

Pada titik balik ini, pemerintah sadar bahwa masyarakat harus mulai berubah untuk menggunakan gas alam sebagai bahan bakar untuk kebutuhan rumah tangga. Namun pada saat itu masyarakat masih terbiasa menggunakan minyak tanah sehingga dibutuhkan masa transisi untuk beralih ke gas.

Oleh karena itu pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk menggunakan elpiji daripada minyak tanah, karena impor minyak mentah dan produk turunannya juga sudah sangat tinggi saat itu.

Jadi masa transisi ini perlu agar masyarakat terbiasa menggunakan gas (elpiji) sebagai bahan bakar rumah tangga sebelum akhirnya berpindah ke gas alam yang lebih murah. Paling tidak saat ini hampir semua rumah tangga sudah menggunakan kompor gas dan hampir tidak ada lagi kompor minyak tanah.

Sampai disini mungkin pemerintah lupa kalau penggunaan elpiji ini hanya sebagai transisi ke penggunaan gas alam yang yang lebih murah harganya dan tidak perlu impor.

Kendala utama penggunaan gas alam adalah distribusinya. Pemerintah harus membangun jaringan perpipaan gas untuk menyalurkan gas ke rumah tangga (city gas).

Membangun infrastruktur seperti ini perlu biaya yang sangat besar oleh karena itu proyek ini seharusnya masuk ke dalam proyek strategis percepatan pembangunan infrastruktur yang digagas pemerintah saat ini.

Gas alam tidak bisa didistribusikan dalam tabung seperti elpiji karena untuk didistribusikan lewat tabung gas harus di-compress atau dicairkan menjadi LNG.

Bila di-compress (Compressed Natural Gas, CNG), tekanan yang dibutuhkan adalah 200-250 bar, sangat berbahaya digunakan dalam skala rumah tangga dan perlu alat khusus untuk menurunkan tekanan agar siap pakai. Sebagai perbandingan tekanan gas elpiji yang sekarang digunakan masyarakat "hanya" berkisar 2-2.5 bar.

Bila dicairkan lebih tidak mungkin lagi karena untuk mencairkan gas alam membutuhkan tekanan tinggi dan suhu minus 163 derajat celcius, jadi tidak mungkin dilakukan pada skala rumah tangga.

Jadi satu-satunya jalan ya harus membangun infrastruktur jaringan perpipaan gas untuk rumah tangga. Ini yang juga dilakukan di negara-negara maju dimana setiap rumah dapat terjangkau jaringan listrik, air dan gas.

Namun di Indonesia, selain wilayahnya yang sangat luas juga faktor "safety" harus menjadi perhatian serius karena di area perkotaan yang sangat padat bila terjadi kebocoran gas atau kebakaran akan sangat cepat meluas dan menimbulkan kerugian yang besar.

Selain itu perencanaan pembangunan yang tumpang tindih dan kurang koordinasi dengan baik juga akan berpotensi menimbulkan "accident" yang cukup fatal.

Namun kendala-kendala di atas semestinya tidak membuat kita mundur atau malah lupa dengan tujuan yang utama. Sudah waktunya masyarakat menggunakan sumber energi yang murah dan aman.

Pemerintah sebagai regulator dan agen perubahan harus menyediakan infrastruktur yang diperlukan untuk melakukan perubahan ini. Dan perubahan ini harus dimulai sekarang, bila kita menunda-nunda sama dengan kita menghamburkan uang untuk impor elpiji padahal kita punya gas alam yang melimpah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun