Kasus kecelakaan bus Transjakarta yang terjadi dan tercatat selama ini hanya merupakan puncak gunung es yang kelihatan. Di bawah permukaan yang tidak terlihat ada banyak kasus "hampir celaka" atau nearmiss yang tidak ter-ekspos.
Menurut Piramida Kecelakaan Kerja, bila ada satu kejadian kecelakaan fatal maka di bawahnya terdapat 10 (sepuluh) kejadian kecelakaan ringan dan 30 (tiga puluh) kejadian kecelakaan yang menimbulkan kerusakan aset/properti/alat/bahan serta 600 (enam ratus) kejadian nearmiss (hampir celaka).
Piramida Kecelakaan Kerja di atas disusun oleh Frank Bird berdasarkan riset yang dilakukan terhadap 1.753.498 laporan kecelakaan dari 21 industri. Meskipun riset ini dilakukan pada kasus kecelakaan kerja namun pendekatan ini juga dapat digunakan untuk kasus kecelakaan yang lain, termasuk kecelakaan yang dialami oleh bus transjakarta.
Jadi sesuai dengan rumus piramida ini, bila setiap bulan rata-rata terjadi 50 kali kecelakaan ringan yang dialami oleh bus Transjakarta maka ada sekitar 1000 (seribu) kejadian nearmiss atau hampir celaka setiap bulannya.
Dengan jumlah kejadian nearmiss atau hampir celaka sebanyak itu setiap bulannya maka ini merupakan indikator atau alarm yang sangat jelas bagi manajemen dan seluruh organisasi bus Transjakarta.
Bila manajemen memang serius seharusnya mereka bertindak dengan cepat dan mengkomunikasikan keadaan yang genting ini ke seluruh organisasi di semua tingkatan sampai operator di lapangan atau pengemudi bus.
Sebagai perbandingan apa yang dilakukan oleh perusahaan lain dalam menangani satu kejadian kecelakaan kerja, saya ambil contoh di perusahaan manufaktur yang merupakan bagian dari grup perusahaan multinasional.
Untuk satu kejadian kecelakaan kerja ringan, manajer harus melaporkan kejadian tersebut kepada seluruh jajaran manajemen sampai manajemen puncak dan kantor pusat di luar negeri.
Manajer terkait bersama-sama dengan manajer HSE (Health, Safety and Environtment) harus melakukan investigasi, cek (genba) di lapangan, mewancarai para pelaku dan menganalisa faktor-faktor penyebab sampai ditemukan akar masalah yang sebenarnya. Setelah akar masalah ditemukan kemudian disusun rencana perbaikan dan eksekusinya.
Semua tindakan diatas dilaporkan secara berkala ke manajemen puncak dan kantor pusat dan kejadian ini juga disebarkan ke seluruh perusahaan lain di dalam grup sebagai pembelajaran dan tindakan antisipasi bila diperlukan.