Jadi benang kusut perselisihan antara karyawan-pengusaha-pemerintah tidak sesederhana yang tampak di permukaan dengan maraknya demo menentang UMP/UMK.
Bagi pengusaha, penggunaan tenaga kerja outsourcing merupakan cara yang paling efektif untuk mengurangi biaya tenaga kerja. Bagi karyawan outsourcing selamanya mereka "hanya" akan mendapatkan upah minimum berdasarkan UMP/UMK.
Meskipun pemerintah telah mengantisipasi hal ini dengan mengeluarkan aturan maksimal masa kontrak yang diperbolehkan hanya 3 tahun--tahun ini direvisi menjadi 5 tahun--namun dalam praktiknya hal ini mudah "diatur" sehingga banyak karyawan kontrak yang statusnya tidak berubah sampai belasan tahun, bahkan sampai pensiun.
Dalam hal ini kesamaan kepentingan antara pekerja dan pengusaha adalah perusahaan harus jalan agar karyawan bisa mendapatkan upah dan pengusaha dapat laba dari perusahaan. Titik temu ini dipengaruhi oleh tingkat persaingan industri yang sejenis dan produktivitas karyawan.
Semakin tinggi persaingan maka gaji dan laba perusahaan akan tertarik ke bawah, artinya laba perusahaan akan semakin kecil akibatnya gaji yang bisa diberikan juga semakin kecil.
Sebaliknya untuk produktivitas, semakin tinggi produktivitas, maka akan menarik laba perusahaan dan gaji karyawan naik ke tingkat yang lebih tinggi.
Berdasarkan fakta-fakta yang telah terkumpul ini selanjutnya dapat disusun model matematika program linear untuk menentukan nilai optimum yang mempertemukan antara kepentingan karyawan dan pengusaha.
Dengan menarik masalah sosial ke dalam model matematika kita akan dapat melihat sebuah masalah dengan lebih obyektif, rasional dan transparan.
Hal ini juga untuk meminimalkan prasangka, asumsi yang tidak benar, rumor atau kasak-kusuk yang saling menyalahkan antara pekerja dan pengusaha dalam memperjuangkan kepentingan masing-masing.
Kondisi di atas adalah kondisi yang ideal, dalam praktiknya sulit mengajak semua orang untuk berpikir rasional, logis, dan transparan. Banyak kepentingan, banyak asumsi, prasangka dan emosi yang bermain di dalamnya.