Mohon tunggu...
Rudy Subagio
Rudy Subagio Mohon Tunggu... Lainnya - Just ordinary people, photograph and outdoors enthusiast, business and strategy learner..

Hope for the Best...Prepare for the Worst ...and Take what Comes. - anonymous- . . rudy.subagio@gmail.com . . Smada Kediri, m32 ITS, MM48 Unair

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Benarkah Konflik di Tempat Kerja Sengaja Diciptakan?

7 November 2021   18:57 Diperbarui: 10 November 2021   08:15 2743
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi stress di tempat kerja. (sumber: SHUTTERSTOCK via kompas.com) 

Menciptakan konflik di tempat kerja ? Yang benar saja. Tidak diciptakanpun konflik selalu hadir di tempat kerja. Dan bukan hanya di tempat kerja saja, namun dalam hubungan antar manusia dimanapun berada konflik selalu ada.

Sumber konflik di tempat kerja ada bermacam-macam mulai dari masalah pribadi, asmara, utang piutang, urusan pekerjaan, salah paham dan yang lainnya.

Konflik terjadi karena dipicu oleh perbedaan pendapat, pandangan hidup, sikap, perasaan, tujuan, cara mencapai tujuan, latar belakang, lingkungan dan sebagainya.

Namun demikian konflik tidak selalu berdampak negatif, bila dikelola dengan baik justru akan meningkatkan kinerja karyawan. Konflik membuat karyawan keluar dari zona nyaman dan mengeluarkan semua potensi terbaiknya untuk mendapatkan titik kesetimbangan baru.

Konflik seperti halnya api, kecil jadi kawan besar jadi lawan. Mengelola konflik harus benar-benar hati-hati, salah-salah bukan kinerja tinggi yang didapatkan namun justru kerusakan dimana-mana.

Dampak dari konflik yang terjadi  adalah tingkat stress akan naik, tingkat stress yang naik akan memicu peningkatan hormon adrenalin yang mengakibatkan gairah fisiologis atau kejiwaan akan naik.

Hubungan antara tingkat stress terhadap kinerja pertama kali dikemukakan oleh psikolog Robert M. Yerkes dan John Dillingham Dodson, yang kemudaian dikenal sebagai "hukum Yerkes Dodson".  

Menurut hukum Yerkes Dodson, kinerja akan meningkat seiring dengan peningkatan gairah fisiologis atau kejiwaan, tetapi hanya sampai pada titik tertentu, setelah itu akan turun kembali. Proses ini sering kali digambarkan dengan grafik yang berbentuk seperti lonceng atau "U" terbalik.

Kurva Kinerja vs Tingkat Stress berdasarkan hukum Yerkes-Dodson, sumber: harissyed.org
Kurva Kinerja vs Tingkat Stress berdasarkan hukum Yerkes-Dodson, sumber: harissyed.org

Dengan demikian stress di tempat kerja tetap dibutuhkan pada kadar yang cukup, tidak terlalu rendah juga tidak terlalu tinggi. 

Bila tingkat stress di lingkungan kerja terlalu rendah maka pekerja akan merasa bosan dan tidak memiliki rasa urgensi sehingga kinerjanya rendah. Sebaliknya bila stress terlalu besar maka akan menyebakan kinerja malah turun karena karyawan akan "kelelahan" atau bahkan tumbang.

Jadi, apakah ini berarti konflik di tempat kerja sengaja diciptakan? siapa yang melakukannya? dan apa tujuannya ?

Sesuai dengan hukum Yerkes-Dodson, gairah di tempat kerja harus ada supaya kinerja meningkat. Gairah ini dipicu oleh tantangan dalam pekerjaan dan untuk menciptakan tantangan terkadang harus disulut oleh konflik yang positif dan terkendali.

Bila suasana kerja tenang-tenang saja, tidak ada konflik sama sekali, maka orang akan cenderung terjebak dalam zona nyaman. Selain itu orang juga akan merasa bosan dan tidak ada gairah untuk berimprovisasi dan kehilangan motivasi. Akibatnya kinerja tim atau departemen secara keseluruhan akan menurun dibanding tim lain yang menghadapi tantangan.

Jadi terkadang konflik memang harus diciptakan. Namun konflik yang dimaksud disini bukan sembarang konflik, hanya konflik yang mengarah kepada persaingan secara sehat untuk mencapai kinerja yang lebih baik.

Sebagai contoh, manajemen biasanya membandingkan kinerja antara tim satu dengan lainnya, antar unit, antar bagian, antar departemen, antar divisi, antar pabrik dalam satu grup dan antar perusahaan. Perbandingan ini akan memicu persaingan atau konflik yang sehat untuk meningkatkan kinerja masing-masing tim atau antar bagian dan seterusnya.

Konflik juga dapat berdampak negatif, misalnya konflik antar karyawan karena masalah pribadi sepeti permasalahan asmara, utang piutang, salah paham dan yang lainnya. Konflik seperti ini harus diredam dan diselesaikan sampai tuntas oleh manajemen karena akan menyebabkan kinerja individu menurun.

Selain itu, ada juga konflik yang dapat berdampak positif dan negatif. Contohnya, konflik pribadi antar karyawan untuk memperebutkan kenaikan pangkat atau jabatan tertentu. Konflik seperti ini harus diwaspadai karena berdampak pada dua sisi.

Sisi yang pertama, persaingan yang sehat akan mendorong masing-masing individu untuk meningkatkan kinerjanya sehingga secara keseluruhan akan berdampak positif bagi kinerja perusahaan.

Sisi yang kedua, bila persaingan mengarah pada konflik pribadi dan politik kantor maka akan berdampak pada suasana kerja yang saling menjatuhkan antar dua kubu pendukung masing-masing kadindat. Kondisi seperti ini yang harus diwaspadai oleh manajemen karena akan memberikan dampak negatif bagi perusahaan.

Konflik yang dipicu persaingan untuk memperebutkan jabatan diatas sering terjadi dalam organisasi atau perusahaan, secara alamiah hal ini terjadi karena dari semua yang terbaik hanya dipilih satu orang saja sebagai pemenang. Namun demikian ada kasus dimana manajemen "sengaja" mengadu dua kadindat yang sama-sama baik untuk menduduki jabatan tertentu.

Untuk kasus yang terakhir ini memang jarang terjadi, namun dalam praktek ada kalanya dilakukan. Dalam kasus ini sebenarnya tergantung dari dua individu yang akan "diadu", bila keduanya berambisi menjadi pemenang maka skenario "adu domba" ini akan berlangsung sengit, sebaliknya bila salah satu menarik diri maka yang lebih berambisi akan naik posisinya.

Hal seperti ini terkadang dilakukan oleh manajemen karena faktor ambisi juga penting dalam menentukan karir seseorang. Seorang yang berbakat dan punya kapabilitas tinggi namun kurang ambisi terkadang tidak dipilih karena terkadang situasi membutuhkan pemimpin yang "strong" atau "pede", bukan hanya pintar.

Salah satu tugas manajemen adalah mengelola konflik yang terjadi di lingkungan kerja baik yang berdampak positif maupun negatif. Oleh karena itu manajemen harus berdiri di tengah dalam menyelesaikan konflik-konflik yang ada agar tidak merugikan perusahaan.

Mengelola konflik di tempat kerja sama seperti mengelola api, kalau api dijaga terlalu kecil nyalanya bisa padam dan menjadi dingin, namun bila terlalu besar nyalanya dan tidak terkendali bisa menghanguskan dan merusak semuanya.

Dari sudut pandang manajemen, stress di tempat kerja harus tetap ada dan memang dibutuhkan pada takaran tertentu. Batasan stress yang paling optimum untuk menghasilkan kinerja yang maksimum adalah titik dimana karyawan mulai merasa kelelahan atau fatique. Bila melewati titik ini, stress yang dialami oleh karyawan justru akan menghancurkan semangat kerja dan pada akhirnya menurunkan kinerja dan produktifitas karyawan secara keseluruhan.

Dan terakhir yang perlu diingat adalah, konflik biasanya melibatkan emosi masing-masing individu yang tidak bisa dilihat secara nyata. Selain itu ketahanan menerima stress pada tiap individu juga berbeda-beda.

Pemahaman ini sangat penting dalam mengelola konflik. Batasan tingkat stress yang paling optimum tidak sesederhana seperti yang nampak di permukaan. Jajaran manajemen puncak harus mampu melihat apa yang tersingkap dibaliknya. Diperlukan kearifan, kebijaksanaan dan kedewasaan dan tentu saja pengalaman serta "jam terbang" yang tinggi untuk menentukan batasan tingkat stress yang optimum.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun