Jalan Dhoho adalah pusat keramaian di kota Kediri sejak jaman dahulu kala, di sepanjang jalan tersebut berjajar pertokoan yang selalu ramai dengan orang-orang yang lalu lalang baik yang sekedar cuci mata atau berbelanja di toko-toko disepanjang jalan tersebut.
Menjelang tengah malam, ketika toko-toko mulai tutup justru aktifitas di depan toko mulai menggeliat. Di emperan toko-toko yang tutup tersebut penjual makanan khas kota Kediri mulai menata dagangannya.
Aktifitas ini berlangsung setiap hari tanpa ada liburnya, dan biasanya lebih ramai lagi pada akhir pekan di awal bulan dimana para perantau atau kaum muda yang kuliah di luar kota biasanya pulang kampung.
Sejak awal tahun 1990-an kuliner pecel dan tumpang di sepanjang jalan Dhoho di pusat kota Kediri mulai dikenal luas baik oleh masyarakat kota Kediri maupun luar kota dan menjadi destinasi wisata kuliner malam.
Sebenarnya ada beberapa wisata kuliner malam di kota Kediri, namun kuliner pecel tumpang di sepanjang jalan Dhoho adalah destinasi yang paling ngangeni dan melegenda.
Yang membuat beda adalah bukanya benar-benar malam, di atas pukul 9 malam menunggu toko-toko tutup sehingga emperannya bisa dipakai untuk jualan. Dan di sepanjang jalan tersebut ada banyak penjual pecel tumpang sehingga banyak pilahan sesuai dengan selera kita dan masing-masing juga ramai dengan pembeli.
Sebagai "cah" Kediri, yang lahir dan besar di kota Kediri sejak kecil saya sangat menyukai makanan khas pecel Kediri. Meskipun setiap hari makan pecel tumpang saya tidak pernah bosan, makanan ini menjadi makanan favorit saya dan keluarga dan warga Kediri pada umumnya.
Biasanya kalau pagi hari disekitar rumah ada yang jual nasi pecel, tumpang dan jenang kolak. Yang beli selalu antri, selalu ramai dan tidak ada bosannya. Pemandangan seperti itu terjadi dimana-mana di wilayah Kota Kediri karena pecel tumpang merupakan makanan favorit warga kota Kediri.
Sebenarnya pecel bukan hanya populer di kota Kediri, di kota lain seperti Blitar, Nganjuk, Madiun dan juga di wilayah Yogyakartan dan Jawa Tengah kuliner pecel juga terkenal. Bahkan orang mungkin lebih mengenal pecel Madium daripada pecel Kediri.
Namun pecel Kediri mempunyai keunikan tersendiri yang tidak dimiliki pecel dari daerah lainnya yaitu kuliner pecel biasanya disandingkan dengan sambal tumpang. Kita bisa memilih pakai sambal pecel saja atau sambal tumpang saja atau campur. Â
Sambal tumpang merupakan salah satu menu khas dan unik di kota Kediri. Penjual nasi pecel di Kediri umumnya dilengkapi dengan sambal tumpang. Dikatakan unik karena hidangan ini terbuat dari tempe bosok atau busuk. Sambal tumpang terbuat dari tempe bosok dicampur dengan cabai, bawang merah, bawang putih, kunyit, daun jeruk, dan garam.
Kembali ke menu khas pecel yang juga terdapat di kota-kota lain di Jawa Timur dan Jawa Tengah, bila ditilik dari sejarahnya pecel sudah di kenal di kota Kediri sejak abad 9 Masehi. Pecel tertulis dalam Prasasti Siman dari Kediri yang ditulis tahun (865 S/943 M). Dalam prasasti ini disebutkan makanan yang terbuat dari sayuran daun yang direbus dan diolah secara khusus dengan bumbu rempah.
Selain itu pecel juga disebut dalam Kakawin Ramayana, yang ditulis pada abad 9 era Mataram Kuno/Mataram Hindu dibawah raja Rakai Watukura Dyah Balitung (898-930 M).
Sebenarnya kuliner pecel khas Kediri bukan hanya di sepanjang jalan Dhoho, pusat kota Kediri. Ada beberapa tempat kuliner pecel khas Kediri yang cukup terkenal seperti Nasi Pecel Bu Darmo, terletak di Jl. Banjaran 1 Jl. Letjen Suprapto Gg.1 No.139, Kota Kediri.
Kemudian Nasi Pecel Bu Benny. Lokasinya di Jl. Letjend Suparman No. 25, Pakunden, Pesantren, Kota Kediri dan Nasi Pecel & Tumpang Pincuk letaknya di Jl. Joyoboyo 1, Sukorejo, Tepus, Kediri
Semua kedai nasi pecel khas Kediri diatas, kecuali yang berlokasi di sepanjang jalan Dhoho bukanya pagi sampai siang, meskipun ada yang buka lagi sore sampai malam. Nasi pecel sebenarnya memang cocok untuk di santap sebagai menu sarapan pagi karena isinya sayuran rebus yang disiram kuah kacang jadi terkadang disebut sebagai "salad Jawa".
Seporsi nasi pecel atau tumpang terdiri dari nasi yang masih panas kemudian ditambahkan sayuran yang sudah direbus seperti kecambah, daun kenikir, daun singkong, dan pepaya, bunga turi, kangkung, kol dan lainnya. Biasanya sayuran yang dipakai 2-3 jenis saja tergantung ketersediaan dan kebiasaan masing-masing penjual. Diatas sayuran tersebut kemudian disiramkan sambal pecel yang sudah diencerkan seperti kuah bisa juga ditambahkan atau dicampur dengan sambal tumpang sesuai selera.
Selain nasi hangat, sayuran dan sambal pecel atau tumpang, yang wajib ada adalah peyek, biasanya peyek kacang terkadang juga peyek teri dan seringkali juga ditambahkan tempe goreng sebagai pelengkap standar. Selain itu juga masih ada pilihan lauk lain seperti ayam goreng, telur, empal daging dan lainnya, namun ini opsional, kalau saya lebih suka yang standar karena lebih otentik. Seporsi nasi pecel biasanya disajikan pada sebuah pincuk, wadah dari daun pisang, namun sekarang terkadang juga pakai piring biasa sebagai wadahnya.
Sebenarnya saya lebih terkesan dengan nasi pecel tetangga saya yang berjualan tidak jauh dari rumah saya saat saya masih kecil. Namun sudah lama mereka tidak jualan, sudah puluhan tahun yang lalu dan digantikan penjual lain yang muncul silih berganti.
Sejak kuliner nasi pecel khas Kediri di sepanjang jalan Dhoho Kediri mulai terkenal dan banyak yang jualan saya lebih suka beli di sini.Â
Pertama, karena yang berjualan banyak sehingga kita bisa memilih yang tampilannya sesuai selera kita. Kedua karena jalan Dhoho itu dekat dengan rumah orang tua saya di Kampung Dalem, sebelahnya alun-alun kota Kediri.
Waktu saya masih kuliah di Surabaya, setiap awal bulan biasanya pulang ke Kediri naik bus. Karena bus tidak melewati tengah kota, biasanya saya turun di perempatan nabatiyasa dekat kantor Walikota Kediri, dari situ jalan lurus saja sekitar 300 meter sudah sampai di ujung jalan Dhoho di sekitar perempatan Bank Indonesia.Â
Namun diujung jalan itu masih relatif sepi orang yang berjualan, baru kira-kira ditengah-tengah jalan Dhoho arah yang ke Stasiun kota Kediri yang jualan mulai banyak.
Sepanjang jalan dari perempatan nabatiyasa sampai ke rumah saya, eh.. rumah orang tua saya, total jaraknya sekitar 1.5 km. Ditengah-tengah perjalanan itu atau tepatnya di jalan Dhoho malam itu banyak penjual pecel khas Kediri yang menyambut kedatangan saya pulang kampung.Â
Sebenarnya sih, para penjual sibuk melayani pembeli masing-masing dan tidak peduli saya sedang lewat di sana dalam perjalanan pulang kampung, cuma saya merasa bahagia seperti ada yang menyambut.
Menikmati nasi pecel di emperan toko di jalan Dhoho menjelang tengah malam rasanya sangat nikmat, bahkan jauh lebih nikmat dibanding kalau sekarang saya mengulanginya. Bukan apa-apa karena saat itu saya masih muda, sedang kuliah di Perguruan Tinggi Teknik yang sama dengan "cak Lontong", di jurusan favorit yang nantinya akan menjadi seorang insinyur... masa depan gemilang seolah sudah menanti di depan mata. Ada perasaan bangga, arogan, sombong campur aduk menjadi satu dengan citarasa pecel tumpang khas Kediri. Pengalaman yang tidak bisa diulang, yah.. tidak akan pernah sama.
When the world was young.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H