Mohon tunggu...
Rudy Subagio
Rudy Subagio Mohon Tunggu... Lainnya - Just ordinary people, photograph and outdoors enthusiast, business and strategy learner..

Hope for the Best...Prepare for the Worst ...and Take what Comes. - anonymous- . . rudy.subagio@gmail.com . . Smada Kediri, m32 ITS, MM48 Unair

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Refleksi Sumpah Pemuda: Siapa Sebenarnya "Generasi Tumpuan Bangsa"?

30 Oktober 2021   08:10 Diperbarui: 30 Oktober 2021   08:36 363
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tim Sapu Angin ITS sebagai juara kontes mobil hemat energi Dunia, sumber: its.ac.id

Kibarkan Semangat Pertiwi,
Tanamkan dalam Jiwa Diri

....

Bangun Cipta Gemilang

Generasimu Tumpuan Bangsa

Teknik Mesin ITS !!!

(Mars Bakti Kampus, Departemen Teknik Mesin ITS)

Demikianlah sepenggal lirik mars bakti kampus atau ospek bagi mahasiswa baru jurusan Teknik di era tahun 1990-an. Mars itu dinyanyikan berulang-ulang dan merasuk ke dalam diri para mahasiswa baru untuk menegaskan bahwa mereka adalah generasi tumpuan bangsa ini.

Cikal bakal generasi tumpuan bangsa di mulai dari perhimpunan para pelajar dan mahasiswa pribumi (Hindia Belanda) di Negeri Belanda pada tahun 1908. Mereka mendirikan organisasi yang diberi nama Indische Vereeniging atau Perhimpunan Hindia.

Para pelajar dan mahasiswa ini merupakan generasi muda pilihan yang dapat mengenyam pendidikan di negeri Belanda berkat kebijakan Politik Etis atau Politik Balas Budi (Ethische Politiek) yang secara resmi diumumkan oleh Ratu Belanda Wilhelmina pada 17 September 1901.

Organisasi ini berubah nama menjadi Indonesische Vereeniging atau Perhimpunan Indonesia (PI) pada tahun 1925.

Dari organisasi PI lahir banyak nama-nama besar seperti Cipto Mangoenkoesoemo dan Soewardi Soerjaningrat (Ki Hajar Dewantara), Dr. Soetomo, Mohammad Hatta dan masih banyak lagi.

Sebagian besar dari mereka adalah tokoh-tokoh yang membidani kelahiran Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tergabung dalam Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

Setelah kemerdekaan Indonesia dan terbentuklah Negara Kesatuan Republik Indonesia, pemerintah Indonesia melalui Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI mulai mengirim pemuda-pemudi terbaik Indonesia untuk kuliah di luar negeri.

Pada periode 1953-1965, ratusan mahasiswa Indonesai dikirim ke berbagai universitas di Jepang sebagai bagian dari Beasiswa Pampasan Perang Dunia yang dananya berasal dari Pemerintah Jepang.

Selain itu pada periode yang hampir sama antara tahun 1960 hingga 1965, pemerintah mengirimkan ratusan mahasiswa ke negara Blok Timur seperti Rusia, Ceko, dan negara lainnya. Mereka termasuk dalam kelompok Mahasiswa Ikatan Dinas (Mahid) yang menerima Beasiswa Mahid.

Pada masa itu Bung Karno sebagai Presiden Indonesia bercita-cita agar generasi muda dapat membangun negara dengan kekuatan sendiri dengan semboyan Berdikari atau Berdiri di atas kaki sendiri.

Indonesia sebagai negara yang kaya dengan sumber minyak dan bahan tambang ingin semua itu dikelola oleh putra putri terbaik bangsa Indonesia. Oleh karena itu presiden Soekarno tidak mau memberikan ijin pengelolan kekayaan alam Indonesia kepada negara lain.

Namun sayangnya cita-cita itu tidak bisa terwujud. Perubahan peta politik ditanah air saat itu membuat putra putri terbaik bangsa ini banyak yang tidak bisa kembali ke tanah air. Telah hilang salah satu generasi tumpuan bangsa.

Ada keprihatinan pada masa itu karena banyak mahasiswa yang kewarganegaraannya dicabut karena berbagai alasan misalnya mendukung pemerintahan Soekarno, tidak mau kembali ke Indonesia untuk bekerja, atau alasan lain. Akhirnya ratusan alumni penerima beasiswa Mahid ini banyak yang sudah menjadi WNA, tinggal menetap dan bekerja di berbagai negara.

Selanjutnya pada masa pemerintahan orde baru, hubungan pemerintah Indonesia dan Amerika Serikat sangat baik. Pemerintah Amerika Serikat menyediakan banyak beasiswa untuk putra putri terbaik Indonesia melalui beasiswa yaitu Beasiswa Ford Foundation. Beberapa pemuda yang menerima beasiswa ini menjadi tokoh di pemerintahan order baru antara lain: Emil Salim, Ali Wardhana, JB Soemarlin dan Dorodjatun Kuntoro Jakti.

Pada periode selanjutnya antara tahun 1982-1996 pada waktu B.J. Habibie menjabat Menteri Riset dan Teknologi, pemerintah Indonesia banyak mengirim putra putri terbaiknya ke luar negeri untuk mendukung era industrialisasi di Indonesia. Mereka mendapatkan beasiswa untuk belajar di berbagai negara antara lain Jerman, USA, Perancis,  Inggris, Belanda, Australia, Jepang, Kanada, dan Austria.

Total ada sekitar 1500-an lulusan SMA terbaik dari seluruh Indonesia yang dikirim untuk melanjutkan pendidikan di universitas-universitas di luar negeri. Sebagian besar mereka yang dikirim belajar di luar negeri adalah dari jurusan teknik, untuk mendukung industri yang sedang tumbuh di Indonesia.

Pada masa itu Menristek BJ Habibie juga mencanangkan program percepatan insinyur di perguruan tinggi teknik di Indonesia yaitu ITB dan ITS. Program percepatan insinyur atau crash program ini bertujuan untuk mencetak insinyur sebanyak-banyaknya untuk mendukung pembangungan industri di Indonesia.

Pada masa ini boleh dikatakan para insinyur adalah generasi tumpuan bangsa. Perguruan Tinggi Teknik dan jurusan teknik di universitas-univeritas negeri naik daun. Para orang tua bangga bila anaknya atau menantunya seorang insinyur.

Setelah rezim orde baru berakhir dan diikuti oleh krisis ekonomi pada tahun 1998 banyak industri yang terdampak, termasuk industri pesawat terbang nusantara (IPTN) dan industri lainnya. Akibatnya kebutuhan insinyur juga tidak sebanyak sebelumnya sehingga pamornya juga meredup.

Demikian juga dengan para pelajar yang dikirim ke luar negri, kiprah mereka untuk membawa perubahan besar dalam dunia industri di tanah air  semakin berkurang seiring dengan meredupnya industri di dalam negeri dan perubahan kebijakan pemerintahan yang baru. 

Generasi selanjutnya yaitu generasi milenial yang hidup di jaman digital dimana informasi lebih terbuka. Semua orang punya kesempatan yang sama untuk mendepatkan beasiswa dan untuk kuliah di luar negeri.

Pada era milenial ini makin banyak kanal-kanal beasiswa terbuka untuk masyarakat baik dari pemerintah Indonesia maupun dari pemerintah negara lain. Tidak ada lagi program pengiriman mahasiswa secara terpusat yang dikelola pemerintah seperti sebelumnya.

Dengan semakin terbukanya jalur pendidikan gratis ke luar negeri akan menjadi motivasi tersendiri bagi seluruh pemuda-pemudi Indonesia untuk berani bermimpi menuntut ilmu dan meraih prestasi di negeri seberang dan menjadi generasi tumpuan bangsa di masa yang akan datang.

Pada masa ini generasi tumpuan bangsa tidak lagi didominasi oleh suatu kelompok atau profesi tertentu. Generasi unggul harapan masa depan bangsa ini bisa lahir dari kampus namun juga bisa dari mana saja. Mereka adalah putra putri terbaik bangsa yang terpanggil untuk mendedikasikan karyanya bagi kemajuan bangsa Indonesia.

Selamat Hari Sumpah Pemuda.

"Jangan tanyakan apa yang Negara berikan kepadamu, tetapi tanyakanlah apa yang kamu berikan kepada Negaramu."  -John F. Kennedy-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun