Butir-butir air yang terkena sinar matahari pagi tampak indah berkilauan, butir-butir air itu jatuh diantara helai dedaunan dan buah cabe yang mulai ranum kuning kemerahan. Tanaman cabe di polybag itu tertata rapi bersama tanaman lain di halaman rumah, di sebuah kawasan perumahan di pinggiran kota.
Pemandangan seperti itu mulai marak sejak pandemi covid-19 melanda dunia, khususnya di Indonesia. Berkebun di halaman rumah menjadi tren bagi banyak orang  di masa pandemi covid-19 karena pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) dan sistim kerja dari rumah atau work from home (WFH).
Berkebun di rumah sekarang ini dapat dilakukan oleh siapa saja dan dimana saja karena lahan sempit sudah tidak menjadi kendala lagi. Ada berbagai metode berkebun di rumah untuk menyiasati keterbatasan lahan atau ruangan.
Beberapa metode berkebun yang cocok diterapkan pada lahan yang sempit antara lain, menanam pada polybag, tabulampot, hidroponik, aquaponik, aeroponik, vertikutur dan sebagainya. Demikian pula media yang digunakan juga beragam mulai tanah, sekam, perlite, sabut kelapa dan lain-lainnya. Selain itu wadah untuk menanam juga bisa menggunakan kemasan daur ulang seperti botol minuman, kaleng, ember dan wadah apa saja sesuai kreatifitas masing-masing.
Adanya lahan hijau di rumah tentunya tidak hanya membawa kesejukan namun juga dapat menghindarkan kita dari stres. Selain sebagai hobi berkebun juga menjadi kebutuhan untuk memenuhi sebagian kebutuhan pangan yang sehat dan dapat menjadi sumber pendapatan baru bagi keluarga.
Ada begitu banyak manfaat yang kita dapatkan dengan mulai berkebun, menanam sendiri buah, sayur, bumbu dapur atau tanaman obat di rumah dengan lahan seadanya. Seandainya seluruh penduduk Indonesia melakukan ini maka akan tercipta ketahanan pangan Nasional dan penduduknya lebih sehat dan produktif.
Menanam sendiri buah dan sayur di halaman rumah kita yang sempit memerlukan kesabaran dan ketelatenan tersendiri dan seringkali hasilnya tidak seberapa. Apalagi bila kita bandingkan dengan membeli di pasar yang cukup murah dan praktis terkadang kita tergoda untuk beli dari pasar saja tidak perlu repot-repot menanam sendiri.Â
Namun dibalik itu ternyata ada manfaat yang sangat besar bila kita menaman sendiri buah dan sayuran di rumah. Khususnya dalam upaya melawan pemanasan global dan dampak perubahan iklim.
Mengapa menanam sendiri buah dan sayur di rumah dapat berkontribusi terhadap penurunan emisi karbon, menghambat pemanasan global dan mencegah dampak perubahan iklim?
Pertama, adanya tanaman hijau disekitar rumah akan menyerap karbon dioksida (CO2) dan memproduksi oksigen (O2) selama proses fotosintesis. Proses penyerapan karbon dioksida dari udara akan mengurangi emisi karbon (CO2) di lingkungan sekitar kita. Selain itu oksigen yang dihasilkan dari proses fotosintesis juga baik buat kesehatan kita dan lingkungan pada umumnya.
Kedua, tanaman buah dan sayur bisa langsung kita konsumsi sehingga mengurangi emisi karbon yang tidak perlu. Pengolahan hasil pertanian konvensional dalam skala besar memerlukan proses mulai dari panen, pengangkutan ke pasar, kemudian ke pedagang kecil sebelum akhirnya sampai ke rumah tangga yang membutuhkan. Selama proses panen dan distribusi akan banyak dihasilkan emisi karbon baik itu dari mesin-mesin pertanian yang digunakan, kendaraan pengangkut dan seterusnya.
Ketiga, buah atau sayur yang kita tanam dapat kita konsumsi seluruhnya karena tidak mengandung pestisida. Buah dapat kita makan termasuk kulitnya karena banyak mengandung anti-oksidan, demikian pula sayuran hampir semua bagian bisa dimakan. Dengan demikian kita sudah berkontribusi mengurangi produksi sampah dari sisa buah dan sayur. Sampah sisa buah dan sayur yang busuk akan menghasilkan gas metana, gas metana ini termasuk gas rumah kaca yang berkontribusi terhadap pemanasan global.
Jadi kegiatan menanam sendiri buah dan sayur di rumah terbukti efektif dalam menurunkan emisi karbon dan mengatasi dampak perubahan iklim. Namun demikian ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam kegiatan ini agar benar-benar dapat mendukung pencapaian Net-Zero Emissions.
- Hindari menggunakan pupuk kimia
Pupuk buatan atau pupuk kimia yang ditaburkan pada tanah di sekitar tanaman akan bereaksi dengan tanah dan air dan reaksi kimia yang terjadi akan melepaskan gas karbon dioksida dan dinitrogen oksida sebagai gas rumah kaca yang berkontribusi terhadap pemanasan global.
- Jangan menggunakan pestisida
Sebenarnya pestisida tidak diperlukan karena pada lahan tanaman yang kecil, hama atau penyakit tanaman lebih mudah dikontrol dan diatasi. Namun demikian bila terpaksa harus memberantas hama atau penyakit tanaman gunakan "pestisida" alami dari daun-daun atau buah tanaman tertentu. Penggunaan pestisida kimia akan membuat sayur atau buah tidak bisa dikonsumsi semuanya, banyak bagian yang harus dibuang sehingga menghasilkan sampah yang akhirnya melepaskan gas metana atau gas rumah kaca.
- Sebaiknya gunakan air daur ulang untuk menyiram tanaman
Air bersih harus digunakan dengan bijaksana dan hemat, ini adalah salah bentuk dukungan terhadap upaya mencapai Net-Zero Emissions melalui kampanye 3R (Reduce, Reuse, Recycle). Sebaiknya gunakan air bekas cuci sayur atau buah, air hujan atau air tampungan dari AC. Air bekas cucian piring bisa dipakai asal tidak terlalu banyak mengandung detergen, mungkin pada bilasan kedua atau pada tahap pembersihan awal.
Mari kita mulai menanam buah dan sayur sendiri di rumah, kegiatan ini manfaatnya sangat banyak baik buat diri sendiri dan keluarga, untuk memperkuat ketahanan pangan Nasional serta untuk keberlanjutan kehidupan di muka bumi ini.
Salam Sehat dan Salam Lestari.
Lestari Alamku, Lestari Bumiku.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI