Mohon tunggu...
Rudy Subagio
Rudy Subagio Mohon Tunggu... Lainnya - Just ordinary people, photograph and outdoors enthusiast, business and strategy learner..

Hope for the Best...Prepare for the Worst ...and Take what Comes. - anonymous- . . rudy.subagio@gmail.com . . Smada Kediri, m32 ITS, MM48 Unair

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Penggunaan Kaca Rendah Emisi Yang Ramah Lingkungan dan Hemat Energi Pada Bangunan Untuk Mendukung Net-Zero Emissions

19 Oktober 2021   21:19 Diperbarui: 19 Oktober 2021   21:52 2273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perbandingan kaca biasa dan kaca rendah emisi dari sifat menahan sinar infra-red dan ultra-violet, sumber: oknalux.com.au

Keberadaan kaca sebagai bahan bangunan saat ini telah memegang peranaan penting baik dari sisi estetika, arsitektur, maupun sisi ekonomi dan energi. Kaca yang digunakan dalam gedung atau rumah  mampu menyatukan ruang luar dengan ruang dalam serta dapat memasukan unsur pencahayaan alami namun tetap menjaga kondisi dalam ruangan tetap nyaman.

Lebih dari itu, kaca memiliki peran penting dalam mendorong keberlanjutan (sustainability) kehidupan di muka bumi. Kaca berkontribusi dalam mengurangi emisi gas rumah kaca dan mengurangi efek perubahan iklim.

Meskipun dalam proses peleburan kaca memerlukan energi yang cukup besar namun CO2 yang dihasilkan dalam proses produksi tersebut tidak seberapa dibandingkan dengan penghematan energi diperoleh selama masa pakai produk.

Kaca jenis tertentu yang digunakan pada gedung dan bangunan berperan penting untuk memerangi perubahan iklim. Kaca tersebut jenisnya adalah kaca rendah emisi (low-emissitivity glass) yang dapat meningkatkan efisiensi energi bangunan.

Penggunaan energi yang lebih efisien akan memberikan manfaat antara lain bangunan lebih nyaman dan lebih murah biaya operasionalnya. Dilihat dari sudut pandang sosial, ekonomi nasional dan ketahanan energi juga memberikan dampak yang positif.

Berdasarkan riset yang dilakukan oleh "Glass for Europe" pada tahun 2005, potensi penghematan CO2 dengan mengganti kaca biasa dengan kaca rendah emisi akan dapat menurunkan emisi CO2 dari seluruh bangunan di Uni Eropa sebesar 140 juta ton CO2 per tahun. Sementara itu untuk memproduksi seluruh kaca pengganti tersebut industri kaca akan melepaskan emisi CO2 sebesar 4,6 juta ton. Jadi keuntungan bersih yang didapatkan masih sangat besar bila semua kaca lama diganti dengan kaca rendah emisi.

Di Uni Eropa, bila sebuah bangunan semua kacanya diganti dengan kaca rendah emisi maka didapatkan penghematan pemakaian energi sekitar 18,3 persen. Penghematan biaya energi ini sangat luar biasa mengingat bangunan menyumbang hampir 50 persen dari energi yang dikonsumsi di negara maju.

Kaca rendah emisi pada dasarnya adalah kaca biasa yang pada akhir proses pembentukan pada temperatur sekitar 600 derajat Celcius di lapisi dengan pelapis (coating) oksida logam melalui proses CVD (Chemical Vapor Deposition). Pelapis atau coating tersebut dapat menolak panas yang masuk sehingga dapat memberikan kenyamanan lebih bagi orang yang berada di dalam ruangan tersebut.

Fungsi pelapis ini seperti kaca film pada kaca mobil. Bedanya lapisan coating pada kaca rendah emisi menyatu dengan bahan kaca sehingga lebih awet dan tidak bisa terkelupas. Selain itu kaca rendah emisi ini juga bisa dipanaskan tanpa merusak atau mengurangi fungsi lapisan coatingnya.

Prinsip kerja dari lapisan (coating) oksida logam pada kaca rendah emisi adalah menolak sinar ultra violet dan infra red dari sinar matahari yang mengenai kaca namun tetap bisa meneruskan sinar tampak. Dengan demikian bangunan yang menggunakan kaca ini akan tetap terang terkena sinar matahari namun tidak panas karena sinar infra-red dipantulkan dan aman bagi orang didalamnya karena sinar ultra violet juga dipantulkan.

Karena sinar infra-red tidak diteruskan ke bagian dalam bangunan maka suhu ruangan juga tetap dingin walapun terkena sinar matahari sehingga pemakaian pendingin udara (AC) lebih rendah. Selain itu di dalam ruangan juga terasa lebih aman dan nyaman karena sinar ultra violet yang bisa menyebabkan kanker kulit serta membuat perabotan cepat usang tidak bisa masuk ke dalam ruangan.

Kaca rendah emisi ini sudah banyak digunakan pada gedung-gedung bertingkat, hotel, apartemen, airport dan bangunan-bangunan moderen di kota-kota besar di seluruh wilayah Indonesia. Sejauh ini belum banyak digunakan pada rumah biasa karena harganya yang lebih mahal 4-5 kali lipat dibanding harga kaca biasa.

Namun sebenarnya harga tersebut sebanding dengan manfaat yang didapatkan antara lain menghemat biaya listrik karena pemakaian pendingin udara (AC) berkurang dan lebih aman dan nyaman bagi orang yang berada dalam ruangan tersebut.

Dan bila dibandingkan dengan kaca film kualitas tinggi, harga kaca rendah emisi sebenarnya jauh lebih murah. Harga kaca film kualitas tinggi mencapai 2-3 juta per meter persegi, sementara harga kaca rendah emisi dengan tebal 5mm sekitar 400-500 ribu rupiah per meter persegi, sedangkan harga kaca polos dengan tebal yang sama dibawah 100 ribu rupiah per meter persegi.

Banyak orang yang hanya membandingkan harga kaca biasa dengan harga kaca rendah emisi sehingga banyak yang memilih menggunakan kaca biasa untuk kaca bangunan rumah atau gedung. Padahal bila dibandingkan dengan kaca film kualitas tinggi dengan manfaat yang sama harganya jauh lebih murah. Selain itu kaca film juga bisa mengelupas sedangkan lapisan coating kaca rendah emisi menyatu dengan kaca dengan garansi selamanya.

Dengan demikian penggunaan kaca rendah emisi untuk rumah atau gedung biasa sangat menguntungkan secara jangka panjang. Apalagi bila desain rumah dari awal banyak menggunakan kaca sehingga penerangan di dalam ruangan pada siang hari bisa maksimal namun suhu ruangan tetap terjaga dinginnya sehingga pemakian AC juga minimal.

Dengan mengetahui manfaat dari kaca rendah emisi ini maka kita tidak perlu ragu lagi untuk berinvestasi pada kaca rendah emisi ketika membangun atau merenovasi rumah. Sudah waktunya masyarakat di Indonesia menjadi semakin cerdas dalam memanfaatkan teknologi yang ada. 

Sejak beberapa tahun yang lalu kaca rendah emisi (Low-e glass) ini telah di produksi di dalam negeri oleh Pabrik kaca lembaran terbesar di Indonesia. Kaca jenis ini juga bisa didapatkan di distributor atau toko kaca meskipun belum banyak orang yang mengetahuinya. Selain itu di beberapa market-place juga banyak yang menjualnya.

Perbandingan kaca biasa dan kaca rendah emisi dari sifat menahan sinar infra-red dan ultra-violet, sumber: oknalux.com.au
Perbandingan kaca biasa dan kaca rendah emisi dari sifat menahan sinar infra-red dan ultra-violet, sumber: oknalux.com.au

Kaca rendah emisi produk dalam negeri yang ada dipasaran, mempunyai sifat menahan sinar infra red (panas) dan ultra violet yang cukup efektif. Sebagai perbandingan sinar infra red  yang bisa melewati kaca jenis ini hanya 27% sedangkan pada kaca biasa sebesar 79%. Sedangakan sinar ultra violet (uv) sebesar 16% dibanding 62% pada kaca biasa.  

Dengan properties seperti diatas maka sinar infra-red dan sinar uv yang dapat menembus kaca rendah emisi ini sangat sedikit sehingga ruangan di balik kaca ini lebih aman dan nyaman dibanding dengan kaca biasa.

Upaya penghematan energi melalui penggunaan kaca rendah emisi di gedung dan bangunan lainnya juga sudah mulai disosialisasikan oleh pemerintah melalui konsep green building yang hemat energi dan ramah lingkungan. Konsep ini juga dituangkan dalam peraturan perundangan yang telah diadopsi oleh beberapa kota besar di Indonesia dan juga dituangkan dalam standar SNI.

Salah satu pemerintah daerah yang telah mengadopsi konsep green building adalah DKI Jakarta melaui Peraturan Gubernur No. 38 tahun 2012. Dalam peraturan tersebut salah satu syarat green building harus memiliki Overall Thermal Transfer Value  (OTTV) untuk bangunan tidak boleh melebihi 45 Watts/m2. Aturan ini mengacu pada SNI 03-6389 tentang Konservasi Energi Selubung Bangunan pada Bangunan Gedung.

Overall Thermal Transfer Value (OTTV) adalah total panas yang diteruskan melalui bidang dinding dan jendela pada bangunan.  Transmisi panas ini sebagaian besar melalui jendela karena jendela terbuat dari kaca yang transparan. Kaca rendah emisi berperan penting dalam mencegah transmisi panas dari sinar matahari melalui kaca jendela.

Selain Pemerintah, organisasi nirlaba seperti Green Building Council Indonesia (GBC Indonesia) juga berperan dalam mengedukasi dan mensosialisasikan kepada masyarakat untuk menerapkan prinsip-prinsip bangunan hijau.

GBC Indonesia didirikan oleh profesional dan pelaku industri bangunan di Indonesia yang bertujuan untuk mentransformasikan pelaku pasar dan industri bangunan indonesia agar lebih bertanggung jawab dan menjaga keberlanjutan lingkungan hidup.

Jadi penggunaan kaca rendah emisi untuk gedung maupun rumah tinggal memberikan keuntungan yang besar dibanding dengan dengan kaca biasa. Meskipun kaca rendah emisi harganya lebih mahal namun keuntungan yang didapat dengan pengurangan pemakaian listrik untuk penerangan dan AC dalam 1-2 tahun akan impas, sementara umur bangunan rata-rata 20 tahun.

Seandainya setengah dari seluruh bangunan gedung dan rumah di wilayah Indonesia kacanya (kaca biasa) diganti dengan dengan kaca rendah emisi maka akan didapat penghematan biaya tagihan listrik yang sangat besar. Berdasarkan laporan tahunan PLN tahun 2020, total penjualan tenaga listrik sektor rumah tangga dan bisnis komersil sebesar 154 triliun pada tahun 2020. Mengacu pada hasil riset yang dilakukan di Eropa, penghematan energi untuk rumah dan gedung sebesar 18%, dengan tingkat penghematan yang sama akan didapatkan penghematan setara dengan 14 triliun per tahun. Jumlah penghematan yang luar biasa besar. Penghematan ini secara tidak langsung juga dapat mengurangi beban subsidi listrik dari pemerintah yang pada tahun 2020 mencapai 48 triliun rupiah.

Pertumbuhan Penjualan Tenaga Listrik 2015-2020, Sumber: pln.co.id
Pertumbuhan Penjualan Tenaga Listrik 2015-2020, Sumber: pln.co.id

Selain keuntungan secara finansial, sebagai salah satu negara dengan penduduk terbesar di dunia Indonesia juga berpartisipasi dalam menyukseskan pencapaian Net-Zero Emissions (NZE) secara global.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun