Mohon tunggu...
Rudy Subagio
Rudy Subagio Mohon Tunggu... Lainnya - Just ordinary people, photograph and outdoors enthusiast, business and strategy learner..

Hope for the Best...Prepare for the Worst ...and Take what Comes. - anonymous- . . rudy.subagio@gmail.com . . Smada Kediri, m32 ITS, MM48 Unair

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Menjaga Kearifan Lokal dan Budaya Masyarakat di Sekitar Danau Toba

25 September 2021   22:15 Diperbarui: 25 September 2021   22:19 834
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Danau Toba difoto dalam perjalanan dari Tomok ke Dolok Sipira, Jalan Pulau Samosir (Sumber : dokumen pribadi) 

Disuatu sore yang tenang dan angin sepoi-sepoi berhembus dengan lembut, sebuah sampan meluncur dengan pelan sambil sesekali menjaga keseimbangan. Rasa percaya diri dan sedikit kesombongan mulai membuncah pada diri pesampan ketika tiba-tiba sampan oleng ke kiri. Dengan sigap pesampan beringsut untuk menjaga keseimbangan namun rupanya reaksi yang terlalu kuat harus dibalas dengan reaksi sebaliknya yang lebih kuat...dan akhirnya, Byurr.... sampan terbalik dan menghempaskan si pesampan ke dalam air di bibir pantai Pulau Samosir, di Danau Toba.

Pesampan itu adalah saya sendiri. Dan itu adalah sekelumit pengalaman "manis" yang saya alami saat berkunjung ke Danau Toba yang membekas dalam ingatan saya sampai saat ini. Ada banyak memori indah dalam beberapa kali kunjungan saya ke Danau Toba.

Danau Toba sebagai salah satu ikon Wonderful Indonesia telah menarik jutaan orang untuk mengunjunginya baik secara langsung maupun secara virtual, untuk mengeksplorasi keindahan alamnya dan mengalami pengalaman budaya dan kearifan lokal.

Sebagai salah satu Destinasi Super Prioritas (DSP), keunikan atau ke-khasan DSP Toba harus dijaga dan dirawat agar Danau Toba dapat menjadi destinasi wisata yang berkelanjutan dan semakin banyak dikunjungi wisatawan.

Keunikan atau ke-khasan sebuah destinasi wisata biasanya berupa keindahan alam atau budaya lokal yang tidak ditemukan ditempat lain. Istimewanya DSP Toba memiliki keduanya.

Foto Bersampan di Danau Toba (Sumber : dokumen pribadi)
Foto Bersampan di Danau Toba (Sumber : dokumen pribadi)

Sebagai salah satu daya tarik wisata, keunikan atau ke-khasan ada yang merupakan anugerah dari Tuhan (take it for granted) namun ada pula yang harus diusahakan dan dijaga eksistensi dan keberlangsungannya.

Untuk menjamin keberlangsungan daya tarik wisata ini perlu dibangun suatu sistim untuk menjaga budaya dan kearifan lokal. Sistim ini biasanya melibatkan "belief system" atau sistim kepercayaan dari masyarakat disekitarnya dan dukungan pemerintah daerah setempat.

Sebagai contoh di Bali yang kental dengan hukum adat dan norma-norma yang melarang menebang pohon sembarangan atau mengubah peruntukan tanah adat secara tidak langsung akan melindungi lanskap teras iring atau menjaga suasana alami dan asri desa wisata Ubud.

Keunikan budaya dan kearifan lokal dari masyarakat yang tinggal di sekitanya dapat dirasakan oleh wisatawan sebagai suasana khas atau "atmosfir" khas sebuah tempat wisata.

Menjaga atmosfir wisata seperti ini sangat penting karena ini adalah indikator apakah keunikan dan ke-khasan sebuat destinasi wisata masih terpelihara dengan baik atau sudah mulai memudar.

Bila kita ke Bali atmosfir khas budaya Bali sangat terasa sehingga kita merasa berada ditempat yang unik dan lain dari biasanya. Di mana-mana dapat ditemui dan dirasakan simbol-simbol dan ritual keagamaan seperti sesajen, patung atau pura. Dan yang terpenting adalah rasa aman, nyaman dan santai yang dirasakan oleh wisatawan yang berkunjung kesana.

Demikian pula di Jogja, budaya Jawa yang masih dijaga dengan baik oleh abdi dalem Keraton. Masyarakat setempat juga sangat antusias mendukung dan melestarikan budaya ini. Sistim yang menjamin kelestarian budaya Jawa di Jogja bisa tercipata karena peran dari Sri Sultan sebagai Raja sekaligus Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai pengayom dan pelindung masyarakat disana. Hal ini menciptakan atmosfir yang unik, aman, nyaman dan "ngangeni" yang membuat wisatawan ketagihan untuk kembali berkunjung lagi.

Bali tanpa budaya khas Bali dan Jogja tanpa rasa budaya khas Jawa, ibarat masakan tanpa garam. Demikian pula Danau Toba dengan budaya khas suku Batak Toba yang tinggal disekitarnya. Oleh karena itu kita wajib menjaga Heritage of Toba sebagai bagian dari pengembangan DSP Toba.

Menjaga kelestarian budaya lokal Toba atau Heritage of Toba, merupakan tantangan tersendiri, karena wilayah pinggiran luar Danau Toba masyarakatnya cukup beragam. Diperlukan kerjasama yang baik antara masyarakat yang tinggal di sekitarnya dengan Pemerintah daerah agar satu kata dan satu hati untuk membawa DSP Toba menjadi destinasi wisata Dunia.

Untuk mewujudkan cita-cita ini setidaknya dibutuhkan dua strategi yang berbeda untuk memperkuat citra dan keunikan wisata Danau Toba. Strategi yang pertama ditujukan untuk wilayah di pinggiran luar Danau sebagai zona pendukung dan strategi yang kedua ditujukan khusus untuk wilayah Pulau Samosir sebagai zona inti.

Wilayah di pinggiran luar Danau Toba sebagai zona pendukung perlu dibangun infrastruktur agar keindahan danau Toba dapat diakses dari semua sisi. Infrastruktur berupa jalan akses yang mengitari Danau Toba saat ini sudah ada namun jalannya masih sempit dan dibeberapa bagian belum tersambung. Jalan ini perlu diperlebar agar lebih aman karena konturnya naik turun dan dibeberapa titik yang belum terhubung perlu dibangun jalan baru. Mungkin seperti proyek Jalur Lintas Selatan (JLS) di Pulau Jawa. Proyek ini bisa dinamakan Jalur Lingkar Danau Toba (JLDT).

Danau Toba difoto dalam perjalanan dari Tomok ke Dolok Sipira, Jalan Pulau Samosir (Sumber : dokumen pribadi) 
Danau Toba difoto dalam perjalanan dari Tomok ke Dolok Sipira, Jalan Pulau Samosir (Sumber : dokumen pribadi) 

Pada jalur ini setiap beberapa kilometer perlu dibangun rest area atau gardu pandang sebagai tempat untuk rehat dan menikmati pemandangan bagi wisatawan yang melewatinya. Rest area ini harus dibangun dengan arsitektur dan ornamen khas rumah adat Batak yang merepresentasikan simbol budaya Batak Toba sehingga wisatawan dapat merasakan pengalaman yang unik. Tempat ini juga dilengkapi dengan toilet yang bersih dan juga sebagai tempat untuk menjual makanan dan minuman khas seperti kopi varietas lokal.

Keberadaan rest area atau gardu pandang ini sangat diperlukan oleh wisatawan atau fotografer untuk mengambil spot-spot foto yang menarik dan instagrammable. Dalam beberapa kali kunjungan saya ke Danau Toba seringkali saya menemukan spot foto yang indah namun kesulitan untuk berhenti dan memarkir mobil karena jalan sempit dan naik turun. Selain itu juga tidak ada tempat semacam rest area untuk sekedar memarkir kendaraan agar kita bisa turun dan mengeksplorasi keindahan Danau Toba dan mengabadikannya menjadi karya fotografi yang istimewa.

Masyarakat yang tinggal disekitar jalur tersebut, khususnya yang mengelola atau berjualan di rest area tersebut perlu diedukasi bagaimana cara menarik dan melayani wisatawan dengan standar internasional. Masalah klasik yang mungkin timbul di rest area atau tempat parkir seperti ini adalah "premanisme" berupa pungutan parkir liar. Ini harus dicegah karena sangat mengganggu wisatawan. Pemerintah daerah dan para tetua masyarakat setempat harus bekerjasama untuk mengelola fasilitas yang ada sehingga wisatawan yang datang merasa aman, nyaman dan mendapatkan pengalaman yang istimewa.

Selain wisata keindahan alam, pada zona pendukung di sekitar Danau Toba juga perlu dikembangkan Eco Tourism atau Agro Wisata di perkebunan yang ada disekitar wilayah tersebut. Agro wisata ini bisa dikembangkan bersama dengan tempat untuk menginap baik berupa villa ataupun camping ground. Kontur wilayah disekitar Danau Toba yang merupakan dataran tinggi dan pegunungan sangat cocok untuk dikembangkan Agro Wisata dan penginapan. Apalagi di sekitar kota Parapat, Brastagi, Balige dan dataran tinggi Karo terdapat banyak perkebunan baik milik pemerintah maupun masyarakat setempat.

Strategi selanjutnya diterapkan untuk wilayah di dalam Pulau Samosir, yang merupakan zona inti dari kawasan cagar budaya Batak Toba. Untuk melindungi kawasan ini diperlukan payung hukum yang lebih jelas. Kawasan Pulau Samosir perlu ditetapkan sebagai "Daerah Istimewa" dengan segala privelage atau keistimewaan yang dijabarkan dengan lebih detil dan jelas.

Penetapan akan keistimewaan kawasan Pulau Samosir ini sangat penting untuk menjaga warisan budaya Batak Toba atau Heritage of Toba seperti musik tradisional Gondang Batak, pertunjukan boneka kayu Sigale-gale, tari Tor-Tor, rumah adat Bolon, kain Ulos, ukiran-ukiran dan ornamen khas Batak Gorga dan lainnya. Budaya seperti ini bisa lestari bila dihayati dan dilakukan sebagai sebuah "belief system" dari masyarakat lokal. Untuk itu diperlukan pemahaman yang sama antara Pemerintah Daerah dengan para tetua adat setempat untuk melestarikan budaya setempat dan mencegah pengaruh-pengaruh dari luar yang bertentangan atau berbeda yang pada akhirnya akan mengikis budaya lokal dengan pelan-pelan.

Perlindungan terhadap kawasan ini juga mencakup peruntukan wilayah dan ijin mendirikan bangunan untuk menjamin kelestarian alam, budaya dan ritual yang selama ini menjadi ke-khasan wisata Danau Toba. Inilah yang akan menjadi "nilai jual" wisata Danau Toba yang berkelanjutan.

Untuk melengkapai tiga unsur penting dalam Pariwisata, yang dikenal dengan istilah 3A yaitu Atraksi, Amenitas dan Aksesibilitas maka event budaya dan festival yang sudah ada perlu disegarkan secara periodik. Event budaya dan festival yang teratur penting bagi wisatawan atau biro wisata dalam menjadwalkan kunjungan ke Danau Toba. Selain itu sebagai salah satu Global Geopark yang diakui UNESCO kawasan Danau Toba sangat cocok sebagai tempat diselenggarkan Seminar Internasional atau event MICE. Oleh karena itu, bila ada event MICE dibidang Geologi atau keanekaragaman hayati, seharusnya MICE di Indonesia Aja, tepatnya di DSP Toba..

Itulah sekeping wacana yang dapat saya berikan untuk pengembangan Destinasi Super Prioritas Toba (DSP Toba), agar menjadi destinasi wisata kelas dunia yang berkelanjutan.

Semoga Danau Toba dapat menjadi destinasi wisata dunia dan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat disekitarnya.

Semoga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun