Mohon tunggu...
Rudy Subagio
Rudy Subagio Mohon Tunggu... Lainnya - Just ordinary people, photograph and outdoors enthusiast, business and strategy learner..

Hope for the Best...Prepare for the Worst ...and Take what Comes. - anonymous- . . rudy.subagio@gmail.com . . Smada Kediri, m32 ITS, MM48 Unair

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Mengurai Over Kapasitas Lapas dengan Strategi Samudera Biru

17 September 2021   07:34 Diperbarui: 17 September 2021   12:57 885
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi penjara Foto oleh Xiaoyi dari Pexels

Insiden kebakaran di Lapas Kelas 1 Tangerang yang terjadi pada tanggal 8 September 2021 dan memakan korban 48 orang meninggal dunia membuka kembali persoalan mengenai kondisi Lapas secara Nasional yang sudah over kapasitas.

Persoalan ini memicu masalah-masalah baru seperti kerusuhan di dalam Lapas atau insiden kebakaran dan beragam masalah lainnya.

Menurut Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, persoalan ini sudah menjadi perhatian beliau sebagai anggota DPR sejak tahun 2004.

Menurut beliau salah satu cara utuk mengatasinya adalah dengan membangun Lapas baru. Rencana pembangunan Lapas baru sudah diusulkan sejak 2004 antara pemerintah dan DPR. Namun rencana tersebut tak terealisasi karena masalah anggaran dan ketersediaan lahan untuk pembangunan.

Kondisi Lapas Kelas I Tangerang yang terbakar, total jumlah penghuni mencapai 2.072 orang. Sementara kapasitas Lapas sebenarnya adalah 600 orang. Sehingga terjadi over kapasitas sebanyak 1,472 orang atau sebesar 345%.

Lapas Tangerang hanya salah satu contoh saja, sesuai data yang disampaikan oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) per 6 Mei 2021, Secara keseluruhan Lapas di Indonesia mengalami over kapasitas rata-rata 131,1%. Beberapa Lapas tingkat kepenuhannya bahkan ada yang lebih dari 500%.

Saat ini Pemerintah tengah berusaha untuk menurunkan over kapasitas ini. Pada tahun 2021 di bangun lapas baru sejumlah 3 unit di Nusakambangan dengan kapasitas 1.500 penghuni. Selain itu juga dengan cara mengoptimalkan, pembebasan bersyarat dan asimilasi.

Namun demikian cara-cara "konvesional" tidak terlalu signifikan dalam mengatasi over kapasitas Lapas di seluruh wilayah Indonesia. Kita harus belajar banyak dari negara tetangga Malaysia yang telah sukses mengatasi masalah ini sejak satu dekade yang lalu.

Sejak tahun 2010 Malaysia telah menggunakan Strategi Samudera Biru sebagai strategi untuk mengatasi over kapasitas penjara di negara tersebut.

Sebenarnya Pemerintah Malaysia tidak hanya menggunakan Strategi Samudera Biru untuk mengatasi masalah ini, namun juga di hampir semua permasalahan yang ada di pemerintahan.

Sejak tahun 2009 Pemerintah Malaysia telah mencanangkan program "National Blue Ocean Strategy" atau NBOS yang di-inisiasi oleh Perdana Mentri Malaysia waktu itu, Najib Tun Razak.

Pada saat itu Malaysia seperti negara-negara lain menghadapi peningkatan kejahatan, penjara yang kepenuhan dan residivisme tinggi.

Untuk mencari solusi kreatif terhadap masalah ini maka asumsi lama bahwa semua penjahat harus dimasukkan ke penjara harus dipertanyakan. Sebaliknya harus dicari alternatif pengganti bagi penjara yang mahal dengan pengamanan yang ketat.

Sebagai alternatif pengganti yang berlawan dengan asumsi lama maka lahirlah "Community Rehabilitation Program (CRP)". Pendirian CRP ini berlawan dengan asumsi lama bahwa untuk mengatasi over kapasitas dengan membangun penjara baru yang mahal. Mereka tidak membangun penjara baru, justru yang dibangun adalah CRP.

CRP merupakan program rehabilitasi untuk penjahat kelas ringan yang didirikan dilahan menganggur di pangkalan militer. Pangkalan-pangkalan militer ini mempunyai infrastruktur pengamanan yang kuat untuk mencegah orang keluar masuk dengan sembarangan.

Ini menjadi lingkungan dengan pengamanan yang efektif dan murah untuk narapidana kelas ringan dan untuk memastikan mereka benar-benar terpisah dan tidak dipengaruhi oleh penjahat kelas berat.

di Pusat-pusat CRP juga melibatkan orang-orang dari Kementrian Pertanian dan Kementrian Pendidikan Tinggi untuk memberikan pelatihan kejuruan dalam bidang pertanian dan peternakan. Hasil pertanian dan peternakan ini dijual pasar umum dan para narapidana bisa mendapatkan uang dari penjualan produk ini untuk ditabung sebagai modal bagi mereka ketika sudah bebas.

CRP juga memfasilitasi anggota keluarga dari para narapidana untuk berkunjung lebih sering dan lebih lama dengan membangun perumahan didekatnya. Narapidana diberbolehkan bertemu secara langsung, memeluk dan memegang anggota keluarganya bahkan bermain bersama mereka.

Hal ini akan membantu para narapidana untuk menyembuhkan luka batin dan membuat mereka merasa dicintai, dan semua ini adalah tujuan dari rehabilitasi yang sebenarnya.

Sesudah pembebasan Kementrian Sumber Daya Manusia memberikan bantuan untuk mencari pekerjaaan bagi mereka.

Sementara itu bagi yang ingin membuka usaha sendiri, Kementrian Pembangunan Wanita, Keluarg dan Masyarakat membantu menyediakan pinjaman modal.

Kanvas Strategi program CRP Malaysia, Sumber :
Kanvas Strategi program CRP Malaysia, Sumber : "Pemikiran NBOS dalam Halutuju Kerajaan", Perbendaharan Malaysia, 2017

Dampak dari program CRP yang paling bernilai adalah kegiatan rehabilitasi ini benar-benar mengubah kehidupan mantan narapidana, memberi mereka harapan, harga diri dan fasilitas untuk memulai hidup baru sebagai anggota masyarakat yang setara dan produktif. CRP telah memberikan kesempatan kedua bagi para mantan narapidana untuk mendapatkan kembali kehidupan mereka.

Selain bagi para mantan narapidana CRP juga memberikan manfaat bagi keluarga dan masyarakat juga bagi pemerintah untuk mengatasi over kapasitas penjara dengan biaya yang lebih murah dan manfaat yang lebih besar.

Dibandingkan dengan penjara atau Lapas biasa, biaya untuk mendirikan satu pusat CRP bisa lebih hemat sekitar 85% persen untuk biaya pembangunannya dan 58% untuk biaya operasionalnya.

Pemerintah Malaysia menyatakan telah menghemat RM1,33 miliar (4,5 triliun rupiah) sebagai dampak dari penghematan sosial-ekonomi dan RM232,2 juta (796 miliar rupiah) dalam penghematan biaya pembangunan penjara baru melalui Program Rehabilitasi Masyarakat (CRP) selama tahun 2010 sampai dengan 2015.

Dampak positif lain dari CRP ini adalah memutuskan lingkaran setan bagi orang yang terjerumus dalam tindak kejahatan agar tidak mengulanginya di masa yang akan datang.

Sejak pusat-pusat CRP dibuka angka residivisme (mengulangi tindak kejahatan) untuk tindak kejahatan ringan turun sampai 90%. Dengan demikian angka kejahatan menurun dan masyarakat semakin aman.

Tujuan utama memenjarakan pelaku kejahatan bukan hanya sekedar "menghukum" namun sebenarnya untuk merehabilitasi narapidana agar dapat kembali menjadi anggota masyarakat yang bermartabat dan produktif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun