Kaizen atau perbaikan terus telah menjadi seperti sebuah mantra yang wajib dilakukan oleh setiap pelaku industri Jepang baik yang berada di negara Jepang maupun di luar Jepang. Kaizen dan 5S juga menjadi dasar bagi "Toyota Production System" atau lebih dikenal sebagai "Toyota Way."
Manajemen Kaizen atau Kaizen-Lean Manufacturing System mempunyai dua fungsi utama yaitu :
- Menjaga Standard Operation Procedure (SOP) dilakukan dengan baik dan konsisten melalui manajemen dan sistem yang ada.
- Melakukan perbaikan terhadap standar yang ada kemudian menetapkan menjadi standar yang lebih baik
Ada beberapa tools atau alat yang biasanya digunakan dalam Manajemen Kaizen antara lain diagram Ishikawa (fish-bone diagram), 5W2H, WWA (Why-Why Analysis), Pareto diagram, 5S, Kanban, Poka-yoke, Visual Management dan masih banyak lagi.
Konsep yang mendasari manajemen Kaizen adalah "Zero Defect", dimana produk yang dihasilkan harus bebas dari defect (cacat produk), artinya bahwa produk yang cacat tidak ditoleransi dan harus dicegah sedini mungkin.Â
Produk yang gagal atau produk cacat berarti pemborosan atau pembengkakan biaya karena produk yang cacat akan mengakibatkan re-work (pengerjaan ulang) atau scrap (produk afkir dan dibuang), selain itu juga meningkatkan biaya inspeksi (QC) dan bila sampai ke tangan pelanggan akan menyebakan biaya kompensasi karena klaim pelanggan (warranty cost) dan reputasi perusahaan menjadi menurun.
Biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan karena produk yang cacat biasanya mengkuti hukum 1-10-100, dimana bila kesalahan dideteksi saat order diterima biaya untuk memperbaikinya diasumsikan sebesar $1, namun bila kesalahan dideteksi pada saat order akan dibayar atau diterima oleh pelanggan maka biaya yang harus dikeluarkan menjadi sepuluh kali lipat atau $10, dan bila kesalahan dideteksi oleh pelanggan maka biaya yang ditimbulkan sebagai kompensasi klaim menjadi $100 atau seratus kali lipat.Â
Dan yang paling buruk adalah bila pelanggan tidak puas dan menyampaikan ke pihak lain atau publik maka kerugian perusahaan setara dengan $1000 atau seribu kali lipat.
Konsep Zero Defect didasarkan pada kemampuan perusahaan untuk meminimalkan waste atau pemborosan. Pemborosan adalah kegiatan atau aktifitas yang menimbulkan biaya namun tidak menyumbang nilai apapun pada produk yang dihasilkan.Â
Pemborosan dapat berupa produk yang cacat, persediaaan yang berlebihan, langkah proses yang tidak perlu, penundaan, penyalahgunaan fasilitas atau sumberdaya dan sumberdaya yang tidak dimanfaatkan dengan maksimal.
Untuk menghilangkan atau meminimalkan waste atau pemborosan maka perusahaan harus melakukan Kaizen atau perbaikan terus menerus dalam suatu siklus : identifikasi pemborosan -- mencari penyebab -- melakukan perbaikan berkelanjutan -- cek dan tindak lanjut. Tujuan akhir dari Kaizen adalah Zero Defect Quality, dimana produk yang dihasilkan bebas dari cacat dan pemborosan.
Zero Defect Quality System didasarkan pada pemikiran bahwa defect bisa dicegah dengan cara mengendalikan proses sedemikian rupa sehingga tidak mungkin terjadi defect dalam proses. Metode untuk memastikan bahwa proses yang dilakukan adalah anti-salah dan menjamin produk yang dihasilkan zero defect disebut dengan Poka-yoke atau mistake proofing. Â