Administrasi pelabuhan laut itu terdiri dari benda fisik kapal laut, profil muatan kapalnya, serta para pihak yang terlibat pada mata rantai proses pelabuhan yang terdiri dari: Port Regulator, Port Operator dan terakhir adalah Port Community.
Adapun Port Regulator terdiri dari: instansi pemerintah yang menerbitkan perizinan yang berkenaan dengan kapal dan profil muatannya, yaitu: Otoritas Pelabuhan, Syahbandar, Bea Cukai, Karantina, Kantor Kesehatan Pelabuhan dan Imigrasi.
Selanjutnya, Port Operator terdiri dari: BUMN Operator Pelabuhan, Pelabuhan Swasta dan berbagai pelabuhan yang dikelola oleh Kemenhub sendiri.
Sedangkan Port Community adalah Pengguna Jasa Pelabuhan yang berperan sebagai Penyedia Jasa Logistik (PJL) pada masing-masing bidang operasional intinya, yaitu: Perusahaan/ Agen Pelayaran, EMKL (Ekspedisi Muatan Kapal Laut), Freight Forwarder, Perusahaan Truk, Operator Gudang, Operator Lahan/ Gudang Penyangga, PPJK (Perusahaan Perantara Jasa Kepabeanan), Eksportir dan Importir.
KETERLIBATAN SDM LOGISTIK PELABUHAN
Jumlah seluruh pelabuhan di Indonesia adalah 1.961 pelabuhan dan jumlah seluruh kapal berbendera Indonesia adalah 19.203 kapal. Dengan demikian penyelenggaraan Administrasi Pelabuhan ini dari ujung ke ujung pada mata rantai Logistik Pelabuhan di seluruh Indonesia melibatkan jutaan Sumber Daya Manusia agar proses administrasi pelabuhan menjadi cepat dan tepat waktu.
KESEMRAWUTAN ADMINISTRASI PELABUHAN
Sampai saat ini kesemrawutan administrasi pelabuhan disebabkan oleh berbagai perangkat peraturan yang diterbitkan oleh Port Regulator dan Port Operator sebagaimana definisi tentang siapa-siapa saja yang berperan sebagai Port Regulator dan Port Operator telah dijelaskan di atas.
Sebagai contoh:
Dokumen Manifest Kapal harus disampaikan kepada masing-masing instansi yang berperan sebagai Port Regulator itu minimal 24 jam sebelum kapal tiba di Pelabuhan Tujuan.
Hal ini menjadikan kegiatan pengajuan dokumen manifest disampaikan berkali-kali kepada masing-masing instansi tersebut; padahal isi dokumen manifest-nya sama. Dampak dari kegiatan duplikasi ini menjadikan proses persetujuan untuk kapal masuk menjadi lama.
Dari kapal datang sampai dengan keberangkatan kapal, paling tidak ada 72 proses pada mata rantai Logistik Pelabuhan yang harus diselesaikan secepatnya agar investor yang menanamkan modalnya di Kawasan Industri dan atau KEK terhindar dari Biaya Logistik Pe-la-buh-an.
DAMPAK KESEMRAWUTAN ADMINISTRASI PELABUHAN
Kawasan Industri dan apalagi KEK itu tidak terlepas dari administrasi pelabuhan. Dengan demikian Simplifikasi Prosedural pada Administrasi Pelabuhan melalui Omnibus Law itu sangat diperlukan agar investor yang berminat menanamkan modalnya di Kawasan Industri dan atau KEK dapat menikmati Biaya Logistik Pe-la-buh-an yang murah sehingga proses manufaktur mulai dari pengolahan bahan baku menjadi barang jadi (finished goods) dapat membuat produknya bernilai kompetitif di pasar domestik maupun internasional.Â
Omnibus Law adalah suatu undang-undang yang dibuat untuk menyasar suatu isu besar. Dan permasalahan yang telah dijelaskan di atas secara garis besar adalah merupakan isu besar di ranah pelabuhan laut yang harus diselesaikan melalui Omnibus Law agar serapan tenaga kerja di pelabuhan, di seluruh perusahaan yang berperan sebagai Penyedia Jasa Logistik dan terlebih lagi di seluruh Kawasan Industri dan KEK yang akan dibangun oleh investor dapat dicapai sebagaimana visi Omnibus Law tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H