MATA RANTAI PASOK KEPELABUHAN
Mata rantai pasok kepelabuhanan itu terdiri dari 2 (dua) gerakan, yaitu:
- Gerakan Dokumen Elektronik (Customs Clearance), dan
- Gerakan Barangnya sendiri
Gerakan Barang tidak akan terjadi jika gerakan dokumennya (Customs Clearance) belum selesai. Namun Gerakan Barang bisa saja lebih dulu keluar pelabuhan dan gerakan dokumennya diselesaikan sesudahnya.
BERBAGAI AKTOR PELAKU USAHA DI PELABUHAN
Harus juga dipahami bahwa sekalipun sudah ada yang dikatagorikan sebagai single AEO (Authorized Economy Operator) sebagaimana disebutkan pada sumber [1], namun pengurusan dokumen kepabeanan di Indonesia masih seperti pada gambar di bawah ini yang berjalan sendiri-sendiri sesuai dengan prosedural masing-masing untuk melayani permohonan layanan yang disampaikan oleh berbagai aktor Pelaku Usaha di pelabuhan.
Dengan demikian Terminal (sebagai Pengusaha TPS) berdasarkan fungsi Lampiran IV Pasal 21 Ayat 1 PerDirJend 12/BC/2016 menjadi sebagai berikut:
Untuk proses kepabeanan di pelabuhan itu; berdasarkan PerDirJend 12/BC/2016 menjadi ketambahan satu aktor lagi yaitu Pengusaha TPS yang diberi kuasa oleh Importir agar barang dapat dipindahkan (OverBrengen) untuk Behandel -- pemeriksaan fisik barang oleh Petugas Bea Cukai.
Banyaknya aktor Pelaku Usaha di pelabuhan memang demikian adanya, namun pemerintah perlu memikirkan bagaimana menyederhanakan kesemuanya menjadi single proseduce yang disampaikan hanya satu aktor yang dikuasakan oleh para pihak terkait.
Pertanyaan:
- Container dibuka dan atau kemasan barang dibuka untuk diperiksa mengandung resiko yang banyak terkait dengan asuransi dan kehilangan barang.
Apakah Pengusaha TPS sebagai Operator Terminal mau dan bersedia dalam hal ini ? - Jika tidak bersedia maka terpaksa Bea Cukai harus menunggu Importir atau Pemilik Barang Yang Dikuasakan untuk membawa dokumen pendukung yang terkait di lapangan pemeriksaan.
BERBAGAI PORTAL ELEKTRONIK
RKSP : Rencana Kedatangan Sarana Pengangkut & Mainifest Inward pada gambar di atas tidak hanya disampaikan kepada Bea Cukai tetapi juga disampaikan pada OP (Otoritas Pelabuhan), SB (Syahbandar), BUP (Badan Usaha Pelabuhan) sebagai Operator Pelabuhan, dan Kantor Kesehatan Pelabuhan seperti pada gambar di bawah ini.
Demikian pulanya halnya dengan Manifest Inward; semuanya sama persis isinya disampaikan secara digital ke berbagai Portal Elektronik yang dibangun oleh masing-masing instansi terkait yang dibiayai dengan anggaran APBN trilyunan rupiah per tahunnya (sudah termasuk lisensi dari perangkat lunak dan perangkat kerasnya).
Padahal sebagaimana sebuah perusahaan ada ICT Departemen maka secara Organisasi Pemerintahan, Indonesia mempunyai Kominfo sebagai pusat ICT.
Jika saja semua perangkat keras dan perangkat lunak berbagai instansi tersebut terpusat Centralized dan berbasis Active-Active karena dilengkapi dengan Secondary Domain System untuk mencegah terjadi down maka anggaran trilyunan rupiah tersebut dapat dihemat.
Sangat berbeda ya dengan proses Clearance di luar negeri yang lebih simple yang dikuasakan oleh para pihak yang terkait ke satu aktor saja dan didukung oleh Pusat (Centralized System).
PERCEPATAN PENGELUARAN BARANG
A. DWELLING TIME
Lama inap barang di pelabuhan (Dwelling Time) dipengaruhi oleh kecepatan respon atas pemeriksaan fisik di lapangan.
Pengertian ini adalah sebagai berikut:
- Kecepatan pemeriksaan fisik di Lini 1 sehingga Dwelling Time Lini 1 turun
- Keterlibatan Pengusaha TPS sebagai Pihak Yang Dikuasakan untuk memindahkan container/ barang dari Lini 1 ke Area Behandel (Lini 2)
- Kecepatan pemeriksaan fisik di Area Behandel (Lini 2) sehingga Dwelling Time Lini 2 turun;
- Jika Dwelling Time Lini 1 atau Lini 2 tidak turun maka Biaya Logistik tetap tinggi
B. PRE INSPECTION VERSUS POST INSPECTION
Untuk Gerakan Dokumen dan Gerakan Barang sebagaimana telah digambarkan di atas maka manajemen resiko kepabeanan Indonesia lebih mengutamakan Pre-inspection untuk mengurangi tingkat resiko pelanggaran importasi ketimbang Post-Inspection, kecuali MITA (Jalur Prioritas).
Di Indonesia sekalipun dilakukan Audit Kepabeanan sebagai wujud Post-Inspection yang berakhir dengan NOTUL (Nota Pembetulan) dan dikenakan sanksi kepabeanan tetapi masih saja lebih mengutamakan Pre-Inspection.
Saya tidak melihat bahwa PerDirJen 12/BC/ 2016 Â dan PerDirJen 16/BC/ 2016 adalah upaya percepatan gerakan barang di pelabuhan sebagaimana yang disampaikan pada media artikel di atas.
Wassalam
Rudy Sangian
Sumber:
- http://peraturan.beacukai.go.id/index.html?page=detail/jenis/13/745/peraturan-dirjen-bea-cukai/per-16-bc-2016/petunjuk-pelaksanaan-pengeluaran-barang-impor-untuk-dipakai.html
- http://beritatrans.com/2016/07/22/ratusan-pengguna-jasa-logistik-terminal-teluk-lamong-ikuti-sosialisasi-peraturan-baru-pengeluaran-barang-impor/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H