Dari seluruh komentar yang saya peroleh via BBM dan channel lainnya maka saya mensinyalir adanya beberapa kelompok pemikiran yang terbentuk dan masing-masing kelompok tersebut melihat dari sudut pandang mereka itu berbeda-beda tentang konsep Tol Laut dan konsep SSS. Dari semua kelompok pemikiran di atas maka saya mencoba mengklarifikasikannya sebagai berikut:
Kelompok pemikiran Agen Pelayaran yang berdasarkan keseharian kegiatan operasional menjabarkan konsep Tol Laut dan konsep SSS itu didasari oleh data-data statistik pengiriman barang dari suatu pelabuhan ke pelabuhannya lainnya baik yang bersifat rutin atau yang tidak rutin berdasarkan suatu kontrak project pengiriman barang.
Berdasarkan data-data tersebut mereka memberi gambaran seluruh Biaya Logistik yang terjadi termasuk biaya-biaya yang dikenakan oleh Operator Pelabuhan (Port Clearance) dan juga biaya-biaya yang berkenaan dengan Customs Clearance.
Paradigma senantiasa berfokus pada sudut pandang sebagai Perusahaan Pelayaran yang terkadang complaint kepada oleh Operator Pelabuhan setempat. Mereka HANYA BERFOKUS PADA BAGAIMANA SEHARUSNYA Operator Pelabuhan melayani mereka. Orang-orang yang memiliki paradigma di atas ini tersebar di berbagai asosiasi dan juga berada di inner-cycle yang memberi masukan kepada pemerintah mengenai konsep Tol Laut dan konsep SSS.
Sepanjang pemikiran dan perenungan saya mengenai Tol Laut dan SSS yaitu sebuah konsep yang akan diterapkan oleh pemerintah untuk menurunkan Biaya Logistik. Dikarenakan konsep ini melibatkan seluruh stakeholder pelabuhan yang terdiri dari: Perusahaan Pelayaran, Freight Forwarder, Perusahaan Truk, dan Perusahaan Operator TPS/ DEPO maka konsep ini tidak cukup hanya dilandasi oleh satu kelompok pemikiran saja. Betul tidak ?
Seyogianya harus bulat (melibatkan semua pihak) sehingga Biaya Logistik menjadi effisien dan efektif.
Nah, ketika pada berbagai tulisan saya mulai mengungkapkan dari sudut pandang MANAJEMEN OPERATOR PELABUHAN maka timbul berbagai respon yang negatif..
Saya mencoba mengurai perihal complaint Perusahaan Pelayaran di atas pada keseharian manajerial pelabuhan yang biasa mereka alami. Lalu merincinya kepada bagaimana manajerial pelabuhan itu seharusnya dikelola ketika Tol Laut dan SSS diterapkan.
Malah responnya menjadi lebih parah dan menyebutkan membuat SEBUAH RETORIKA WACANA yang sesat terhadap konsep Tol Laut dan konsep SSS.
Menurut hemat pandangan saya, jika manajerial pelabuhan kita saat ini sudah handal maka itu saja sudah menurunkan Biaya Logistik.
Sekali lagi, jika hanya aspek manajerial pelabuhan saja yang dibenahi maka itu sudah CUKUP BANYAK MEMBERI KONTRIBUSI PENURUNAN BIAYA LOGISTIK. Jika pilar-pilar manajemen pelabuhan yang sudah matang ditambahkan dengan Tol Laut dan SSS maka itu akan menjadi lebih lagi menekan Biaya Logistik menjadi murah. Mari kita telaah apa yang dilakukan pemerintah saat ini, mari kita baca di berbagai media masa maka kita mulai berpikir bahwa JIKA HANYA MEMBANGUN PELABUHAN dan pemerintah MEMBELI KAPAL maka itu bukanlah URUTAN PRIORITAS terhadap jalan keluar yang sebenarnya.Karena sekalipun anda mengatakan bahwa manajerial pelabuhan itu hanya menduduki porsi 10% dari permasalahan logistik yang ada, namun...asal tahu saja teman-teman, 10% itu dapat merontokan 90% yang ada sehingga anggaran Biaya Logistik yang anda sudah susun sebelum pengiriman barang dilakukan akan berpotensi melebar dikarenakan yang 10% manajerial pelabuhan itu tidak diselesaikan tuntas oleh pemerintah sampai detik ini. Secara logika Konsep Tol Laut atau SSS jika hanya mengandalkan subsidi dana/ PSO maka tidak dapat menekan Biaya Logistik yang sesungguhnya. Itu hanya penurunan semu yang ditopang oleh subsidi dana/ PSO. Besok-besok, jika tidak ada dana PSO maka Biaya Logistik kembali mahal kembali.Teman-teman sekalian, konsep Tol Laut dan konsep SSS ini layaknya seperti kisah pertama orang mendarat di bulan; yang mana kita tidak cukup hanya senang...hore sudah sampai di bulan tetapi tiba-tiba salah satu di antara kita bilang: Bos, oksigen dah mo abiez..gimana yaK kita balik ke bumi ???
Mari kita buka data aneka biaya pelabuhan... *semuanya fixed mengenai biaya OPP, OPT, Penumpukan, dan LOLO...namun dari biaya-biaya pelabuhan tersebut bisa menjadi 2 sampai 5 kali dibebankan kepada Pemilik Barang (Original); lalu kita semua menuding pemerintah bahwa Biaya Logistik di Indonesia itu mahal dibandingkan dengan negara-negara lain. Meng-elaborasi-kan faktor-faktor penyebab mengenai perihal tersebut di atas itu banyak dan semuanya ada di ranah pelabuhan yang disebabkan sebagai berikut (saya rinci satu per satu dan silahkan cek kebenarannya):
- Keterbatasan dermaga tambatan kapal selain draft;
- Ketidakhandalan manajemen Berthing Window Terminal Dermaga
- Keterbatasan alat motor pandu/ tunda
- Ketidakhandalan manajemen Koordinasi Sektoral antara Operator Pelabuhan dengan Divisi Kepanduan dibawah OP
- Keterbatasan alat bongkar muat dan operator alat bongkar muat
- Keterbatasan alat mekanis dan non mekanis untuk kegiatan stripping dan stuffing
- Ketidakhandalan manajemen bongkar muat yang dilakukan oleh Terminal Petikemas atau Konvensional yang mengandalkan PBM Seleksi
- Keterbatasan lahan penumpukan pada Lini I Pelabuhan
- Ketidakhandalan manajemen Koordinasi Bilateral antara Operator Pelabuhan dengan berbagai Operator Gudang Penyangga di luar Lini I Pelabuhan
- Ketidakhandalan manajemen Koordinasi antara Operator Pelabuhan dengan berbagai Perusahaan Truk dalam hal penerimaan dan pengeluaran barang di Lini I Pelabuhan
- Ketidakhandalan manajemen Operator Pelabuhan dalam hal Loading Confirmation sehingga kapal yang sedang bertambat menghalangi kapal-kapal berikutnya untuk ditambat melakukan kegiatan bongkar muat
- Ketidakhandalan manajemen Koordinasi antara HubLa dengan Operator Pelabuhan dalam hal pergantian keagenan kapal secara inbound dan outbound
- Ketidakhandalan manajemen Operator Pelabuhan dalam hal pergantian keagenan kapal secara inbound dan outbound untuk domestic traffic
- Adanya unsur previlege terhadap kapal-kapal tertentu mulai dari pandu tunda sampai kepada lamanya kapal bertambat di kade tertentu sehingga pola First Request First Service tidak dapat diterapkan
- Ketidakhandalan manajerial PPJK dalam meng-klasifikasi-kan HS Code Kepabeanan
- Kurangnya rekrutmen dan seleksi MITA Kepabeanan
- Keterbatasan Restricted Area untuk mengontrol barang dalam pengawasan pabean
- Keterbatasan lahan pemeriksaan karantina
- Tidak diterapkannya mobile Immigration Inspection on Board
- Ketidakhandalan manajemen respon Kantor Kesehatan Pelabuhan
Berbagai butir permasalahan di atas ini mengakibatkan cost yang mempengaruhi totalitas Biaya Logistik di Indonesia.Jika butir permasalahan di atas ini TIDAK DISELESAIKAN maka penerapan Konsep Tol Laut dan SSS menjadi kendala untuk menekan Biaya Logistik yang sudah terjadi bahkan menjadi un-predictable cost sehingga menggoyangkan rencana biaya logistik yang disusun oleh stakeholder pelabuhan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H