Mohon tunggu...
Rudy Gani
Rudy Gani Mohon Tunggu... -

Merupakan seorang pemuda yang berdedikasi pada isu kemasyarakatan, sosial, politik, ekonomi dan budaya.\r\n\r\nAktif di HMI sebagai anggota dan sempat diberi amanah sebagai Ketua Umum Badko HMI 2010-2012.\r\n\r\nkini, sehari-hari menjadi jurnalis dan freelance di media Online dan beberapa koran cetak baik lokal dan nasional\r\n\r\ndapat dihubungi melalui email: pemudatebet@gmail.com / rudygani@berkata.co.id or follow @Rudygani

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jokowi (Mungkin) Ratu Adil

19 Agustus 2013   16:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:06 1676
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Gubernur nyentrik ini sepertinya tidak akan meredup. Sebab, sejak dirinya dilantik sebagai Gubernur DKI Jakarta, Jokowi-Ahok praktis selalu mendapat porsi pemberitaan yang cukup sering di media massa.

Tentu saja, keberuntungan ini merupakan sebuah nilai plus bagi politisi asal PDIP tersebut. Sebab, tak banyak politisi seperti Jokowi yang mendapat liputan 'gratis' oleh media. Walaupun politisi itu sudah membayar mahal konsultan media, belum tentu mereka dapat diliput seluas liputan media kepada Jokowi.

Fenomena ini tentu saja menarik. Tidak banyak-- sebelum Jokowi misalnya para politisi kita yang mendapat liputan luas dan positif. Kalaupun ada mungkin itu iklan atau berpura-pura. Dalam konteks liputan media terhadap Jokowi misalnya, Gubernur yang mengalahkan pasangan Fauzi-Nachrowi pada Pilkada lalu ini diibaratkan seperti gadis cantik yang menarik siapapun yang melihat.

Tidak hanya kaum adam, tapi juga kaum hawa. Tidak saja bagi teman seperjuangannya, bekas Walikota Solo itu mampu menarik perhatian termasuk musuh-musuhnya.

Singkatnya Jokowi memang memiliki magnet tersendiri dikalangan pegiat jurnalis.

Seperti blusukan misalnya. Konsep kepemimpinan 'blusukan' ala Jokowi menjadi trend yang kemudian dikemas Jokowi/tim-nya sebagai simbol bagi pria ini. gaya "blusukan" ini ternyata tidak sia-sia. Gaya blusukan itu berhasil menjadikan dirinya dekat dengan rakyat Jakarta.

Jokowi perlahan tapi pasti membongkar sekat birokratis yang selama ini ada. Jarak yang ada antara pemimpin (gubernur) dengan rakyatnya kemudian luntur seketika sejak Jokowi menjabat orang nomor satu di DKI Jakarta.

Gaya kepemimpinan inilah yang lantas membuat Jokowi didaulat sebagai "media darling" (disukai media/kesayangan media) di Indonesia.

Apapun yang dilakukan sang Gubernur bersama wakilnya--kalangan pers, baik Media cetak, elektronik dan online mewartakan secara postif kepada khalayak kinerja sang Gubernur.

Jokowi lalu menjelma menjadi 'manusia setengah dewa' yang suci seolah tak ada dosa.

Lihat saja bagaimana ketika gubernur tinggi kurus ini membereskan Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat. Rencana Jokowi untuk memindahkan para PKL (Pedagang Kaki Lima) yang biasa berjualan di trotoar sepanjang jalan raya Tanah Abang ke Blok G, mendapat tentangan tidak saja dari para PKL, tapi juga para politisi di Kebon Sirih (DPRD).

Media pun secara netral memberitakan polemik yang sempat 'memanas' itu.

Debat antara Pemprov DKI dengan PKL dan politisi Kebon sirih lalu menyita perhatian publik. Kisruh ini sempat memunculkan dugaan jika sinar sang gubernur akan segera meredup karena banyak menganggu para mafia di Jakarta? nyatanya, sinar Jokowi malah kian berderang.

Kisruh antara Pemprov DKI dengan PKL bermula dari ketidaksetujuaan PKL dan politisi di DPRD. DPRD menilai pemindahan itu menyalahi aturan dan melanggar hak PKL. Sedangkan gubernur melalui wakilnya, Ahok mengatakan jika para pedagang yang berjualan diatas trotoar melanggar aturan. Bahkan, Ahok sendiri mengancam akan memenjarakan para PKL yang masih ngotot berjualan.

Ancaman Ahok praktis menuai kecaman. Bahkan, para pedagang PKL bermaksud untuk menuntut Ahok dipengadilan. Berita pun seolah menyudutkan pihak Pemprov DKI.

Jokowi dan Ahok tetap 'ngotot' memindahkan para PKL itu ke Pasar Blok G Tanah Abang. Bagi siapa saja yang tidak menyetujui, oleh Pemprov DKI dipersilakan untuk tidak lagi berjualan di Pasar Tanah Abang, kata Ahok.

Sikap tegas itu berbuah manis. Ratusan pedagang yang tadinya 'ngotot' tidak ingin dipindahkan-- seperti disihir Jokowi untuk pindah ketempat yang memang seharusnya mereka berada, Blok G. PKL itupun berbondong-bondong mendaftarkan diri untuk dipindah ke BLOK G.

Para politisi Kebon Sirih yang tadinya ngotot setengah mati juga pelan-pelan bergerak senyap. Tidak ada lagi teriakan atau keberatan. Yang ada kini semua seharmoni dengan sang Gubernur. Perlawanan yang tadinya bersahut-sahutan meredup dan hilang. Semuanya tenggelam bersama mimpi Jokowi memajukan kota Jakarta.

Media pun kembali mengangkat sang Gubernur sebagai pahlawan yang membereskan kota Jakarta, khususnya kemacetan Tanah Abang yang seolah tidak ada jalan keluar. Dengan sehitungan jari, kemacetan itu diurai Jokowi dengan mudah.

Media memberi apresiasi dengan memberi penilaiaan jika Jokowi merupakan gubernur yang memang bekerja untuk rakyat. Gubernur yang dekat dengan rakatnya. Bukan sebaliknya. Malahan, Prestasi Jokowi bersama sang Wakilnya terus bersinar.

Tidak hanya itu. Gubernur asal PDIP itupun didaulat untuk jadi presiden 2014 nanti melalui partai pimpinan Megawati. Jokowi tidak saja membius jutaan warga Jakarta. Namun jadi fenomena kepemimpinan diseantero negeri. Akibat liputan luas media, Jokowi jadi milik bangsa Indonesia. Oleh karena itu, tak heran jika di internal PDIP, partai yang mengusungnya ramai-ramai mendorong pria asal Solo ini sebagai Capres 2014.

Tentu saja berbagai prestasi yang satu persatu diurai Jokowi tak lantas membuat dirinya menjadi dewa bagi kota Jakarta. Setidaknya, Jokowi membuktikan kepada pemimpin lainnya jika serius bekerja untuk rakyat, maka tak ada yang susah untuk dirubah selama aturan tidak ditabrak atau dikangkangi.

Dari sinilah Jokowi membuat siapapun yang memimpin rakyatnya, baik dalam konteks lokal dan nasional bersikap iri pada pria tinggi kurus ini.

Jokowi kini menjadi simbol bagi kaum muda yang haus akan perubahan. Jokowi bersyukur memiliki kesempatan memimpin 8 juta warga Jakarta, sebab melalui momentum ini Jokowi punya kans besar memimpin Indonesia selanjutnya.  Sebab, percaya  atau tidak, Jakarta merupakan miniatur Indonesia. Siapa yang bisa menekuk "Monas" (Jakarta) tidak diraguakan jika dirinya bisa menaklukan Indonesia.

Darisitulah sinar Jokowi akan terus hidup. Jokowi adalah lilin bagi warga Jakarta. Setidaknya dalam konteks teori politik sederhana. Kini Jokowi telah membius wong cilik dengan mengidentikkan dirinya sebagai "Ratu Adil" yang konon masih dipercayai oleh sebagian warga tidak hanya di Jakarta, tapi dibeberapa penjuru nusantara.

Akankah sinar Jokowi meredup jelang tahun 2014 ini? Kita lihat saja nanti...

Rudy Gani

Aktivis HMI (Himpunan Mahasiswa Islam)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun