Mohon tunggu...
Rudy
Rudy Mohon Tunggu... Lainnya - Diaspora Indonesia di China

Penulis adalah Warga Negara Indonesia yang saat ini bekerja dan tinggal di Beijing, China. Penulis ingin membagikan hal-hal menarik di Tiongkok berdasarkan perspektif yang objektif bagi pembaca di Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Nekara: Bukti Hubungan Indonesia dan Tiongkok Selama Ribuan Tahun?

6 Juni 2024   09:39 Diperbarui: 6 Juni 2024   09:39 450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ornament Katak pada Gendang Perunggu Etnis Zhuang Tiongkok. Sumber: Baidu.com

Bangsa Indonesia merupakan bangsa majemuk yang terdiri dari berbagai ras, agama, dan budaya. Namun sampai saat ini, masih banyak kontroversi mengenai asal usul nenek moyang Bangsa Indonesia, salah satu teori populer tentang hal tersebut adalah teori Yunan. Menurut teori Yunan, nenek moyang bangsa Indonesia awalnya bermigrasi secara bertahap dari Yunnan Tiongkok Selatan antara tahun 2000 SM hingga 200 SM. Di Tiongkok sendiri, juga terdapat legenda terkait hal ini. Konon, pada zaman dulu terdapat sebuah kerajaan kuno di Yunnan yang bernama Kerajaan Dian Kuno, lalu kerajaan tersebut ditaklukkan oleh Kaisar Wu dari Dinasti Han, karena tidak menerima kekalahannya kepada Dinasti Han Barat, mereka lantas melakukan perjalanan ke selatan dengan menelusuri Sungai Mekong dan Sungai Lancang, melewati Vietnam dan Kamboja, hingga akhirnya sampai di Nusantara. Teori ini didukung oleh bukti-bukti arkeologi, seperti ditemukannya kapak persegi dan kapak lonjong di Indonesia yang mirip dengan kapak yang ditemukan di Tiongkok Selatan.

Meskipun masih belum dapat dipastikan  asal usul nenek moyang Bangsa Indonesia, tapi Indonesia dan Tiongkok memiliki banyak kemiripan dalam hal budaya, adat isitiadat, makanan dan lain-lain.
Salah satunya adalah Gendang Perunggu atau Nekara. Nekara telah ditemukan di lebih dari sepuluh pulau di Indonesia. Sebagian dari Nekara tersebut diwariskan secara turun temurun, dan sebagian lagi merupakan nekara yang ditemukan melalui penggalian arkeologi, dan ada juga nekara  yang merupakan hasil temuan nelayan dari dasar laut, yang bentuknya memiliki kemiripan dengan Gendang Perunggu di Tiongkok. Menurut statistik yang tidak lengkap, terdapat sekitar 490 nekara di Indonesia yang disimpan di museum, maupun dikoleksi secara pribadi. Tidak hanya di Indonesia, Nekara juga dapat ditemukan di beberapa negara Asia Tenggara lainnya seperti Vietnam, Thailand, Laos, Myanmar, Kamboja, Malaysia, Singapura, dan Brunei.

Input Gendang Perunggu Etnis Zhuang Tiongkok. Sumber: Baidu.com
Input Gendang Perunggu Etnis Zhuang Tiongkok. Sumber: Baidu.com

Berdasarkan catatan sejarah di Tiongkok, keberadaan gendang perunggu dapat ditelusuri hingga Periode Musim Semi dan Musim Gugur (770 SM - 476 SM) di Tiongkok. Menurut identifikasi para arkeolog, gendang perunggu tertua yang ditemukan di Tiongkok adalah lima gendang perunggu yang ditemukan dalam penggalian di Wanjiaba, Chuxiong, Yunnan pada tahun 1976. Kelima gendang perunggu tersebut diperkirakan telah berusia 2700 tahun. Pada zaman kuno, nenek moyang suku-suku di barat daya Tiongkok menggunakan periuk tembaga untuk memasak, setelah memasak, periuk tembaga akan dibalikkan dan dipukul, hingga akhirnya berubah fungsi menjadi alat musik. Seiring berjalannya waktu, gendang perunggu menjadi salah satu ornamen wajib dalam setiap upacara dan perayaan adat, bahkan menjadi simbol kekuasaan.

Ornament Katak pada Gendang Perunggu Etnis Zhuang Tiongkok. Sumber: Baidu.com
Ornament Katak pada Gendang Perunggu Etnis Zhuang Tiongkok. Sumber: Baidu.com
Menariknya, gendang perunggu memiliki corak dan hiasan yang beragam,  dan semuanya memiliki makna yang berbeda. Misalnya hiasan kayak yang paling umum dijumpai pada gendang perunggu Tiongkok maupun nekara di Indonesia. Catatan kuno Tiongkok mencatat bahwa pada masa Dinasti Han Barat, drum perunggu dengan hiasan katak menjadi salah satu representasi gendang perunggu pada masa itu. Ternyata, dalam cerita rakyat suku Zhuang di Tiongkok, katak merupakan anak Dewa Petir, sekaligus pembawa pesan hujan. Oleh karena itu, masyarakat memasukkan unsur kayak ke gendang perunggu. Di Indonesia, Nekara juga dipakai sebagai alat ritual memanggil hujan, ditabuh pada upacara kematian dan pesta perkawinan, juga digunakan sebagai peti mati dalam penguburan mayat.Selain itu, katak juga merupakan hewan dengan kemampuan reproduksi yang sangat tinggi, sehingga para ahli percaya bahwa hiasan katak pada gendang perunggu memiliki dua makna, yang pertama adalah harapan akan kesuburan produksi pertanian, dan kedua adalah keinginan kuat suatu kelompok etnis menjaga keberadaan dan kelangsungan hidupnya.

Sebagai peninggalan sejarah tingkat nasional yang paling representatif di Tiongkok Selatan dan Asia Tenggara, gendang perunggu terus dilestarikan dan berkembang hingga saat ini, dan telah menjadi saksi sejarah pertukaran budaya dan integrasi antar suku bangsa. Pada tahun 2006, gendang perunggu Zhuang dijadikan sebagai warisan budaya takbenda nasional Tiongkok, sehingga dilindungi, diwariskan, dan dikembangkan secara sistematis.

Kota Hechi, Guangxi, Tiongkok, dikenal sebagai kampung halaman gendang perunggu. Pada tahun 2012, Hechi mendirikan Zona Eksperimental Perlindungan Budaya dan Ekologi Gendang Perunggu tingkat Nasional, yang tujuannya untuk melestarikan dan mewariskan gendang perunggu secara komprehensif. Tempat ini memberi kesempatan bagi masyarakat untuk merasakan pesona warisan budaya dan adat istiadat.

Gendang perunggu adalah esensi budaya yang sangat penting dalam budaya Tiongkok, juga merupakan aset berharga yang dihargai sebagai benda budaya nasional negara-negara Asia Tenggara. Oleh karena itu, sangatlah penting bagi kita untuk bersama-sama menghargai dan melindungi warisan budaya yang kuno dan misterius ini, sehingga gendang perunggu dapat terus berdendang dan bergema mengiringi perjalanan dunia dalam membangun komunitas masa depan bersama bagi umat manusia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun