Setiap manusia akan merasakan cinta, karena cinta adalah fitrah yang telah diberikan Sang Pencipta. Dengan cinta tersebutlah, lahir darinya keluarga bahagia tentram dan sentosa, dan tanpa cinta niscaya keindahan dunia akan terasa hampa.
SEJARAH CINTA
Saat Adam diciptakan, ia tinggal di surga dengan segala keindahan yang meliputinya, semua keinginan terkabul, semua kenikmatan ada, tapi Adam sebagai manusia merasa ada yang belum sempurna, ia membutuhkan pendamping dan sahabat yang menemaninya dalam suka dan duka.
Hingga Hawa diciptakan, dan bersatu dengan Adam, di sinilah kebahagiaan sejati mulai terasa. Inilah kisah awal cinta manusia, kisah Adam dan Hawa dan kehidupannya di surga.
Hingga satu ujian datang dari Sang Khaliq; Adam dan Hawa bebas melakukan apa saja di surga, melainkan satu larangan, yaitu mendekati sebuah pohon 'terlarang'. Sebuah perintah yang ringan dari segi logika, tapi atas nama cinta, ternyata Adam tergelincir, karena permintaan Hawa dan godaan Iblis. Akhirnya larangan Tuhan terabaikan, yang menjadikan Adam dan Hawa diturunkan di atas dunia.
Kini, sebagai anak cucu Adam dan Hawa, kita mewarisi rasa cinta tersebut, sebuah nikmat terbesar yang kita rasakan untuk senantiasa kita syukuri. Dengan mengikuti segala perintah Sang Ilahi, dan menjauhi apa yang terlarang, agar selamat dan bahagia hidup kita di dunia serta akhirat nantinya.
SAATNYA UNGKAPKAN CINTA!
Karena berada di hati, rasa cinta adalah perasaan yang sulit diungkapkan oleh kata-kata, bahkan lisan yang selalu berbicara seakan-akan 'lumpuh' jika harus mengungkapkan perasaan ini.
Lalu bagaimana kita menyikapi situasi tersebut? Satu sisi kita harus berbicara atas apa yang kita rasa, agar 'sang pujaan' mengerti dan memahami perasaan kita. Namun di sisi lain, kita juga takut, jika kata ini terucap, tanpa ada yang bisa kita perbuat, maka segala impian dan cita justru sirna, suatu hal yang penuh dilema.
Kalau boleh berbagi solusi, sebelum anda memutuskan untuk mengucapkan atau justru menyembunyikan, alangkah baiknya jika kita menelusuri dan memahami akan hakikat diri kita sendiri. Kita termasuk orang yang suka berjanji lalu menghadirkan bukti, atau sebaliknya lebih suka bekerja dan sedikit kata?