Hari ini (9/9) di linimasa instagram, banyak berseliweran unggahan foto Stadion Batakan dari dalam. Maklum saja hari ini Stadion Batakan menggelar pertandingan pertamanya antara Persiba Balikpapan melawan Persegres Gresik.Â
Mungkin ini adalah hal baru di Indonesia. Desain konstruksi bangunan yang menghilangkan lintasan atletik membuat jarak antara lapangan dan penonton menjadi kian dekat. Masalahnya, ini di Indonesia lho. Negara dengan track record kerusuhan supporter paling sering.Â
Mestinya saya tak perlu sebutkan apa saja macam kerusuhan itu. Yang paling baru dan masih hangat di ingatan kita adalah meninggalnya Catur Juliantono. Almarhum meninggal karena lemparan petasan suar oleh sesama supporter, kala timnas senior beradu dengan Fiji.Â
Belum lagi lemparan botol, batu, dan benda-benda asing, yang hampir selalu ada disetiap pertandingan di level klub. Hal ini tentu akan menjadi sangat rawan apalagi jarak semakin menjadi pendek, karena lintasan atletik yang dihilangkan.
Sebab lain adalah memang sejarah klub-klub Inggris yang diawali dari tanah lapang, dan tidak menyiapkan diri untuk menggelar pertandingan atletik. Soal stadion, sepakbola Inggris belajar dari banyak peristiwa mengerikan. Setidaknya ada empat kecelakaan stadion di Inggris ataupun melibatkan supporter Inggris Raya. Antara lain, Tragedi Ibrox 1971, Tragedi Heysel dan Tragedi Kebakaran Bradford yang sama-sama terjadi di tahun 1985, serta Tragedi Hillsborough. Total korban tewas dari keempat bencana itu mencapai 257 jiwa.
Rentetan tragedi dan perubahan regulasi serta gaya mendukung supporter Britania
Setiap kejadian tentu mendapat pelajarannya masing-masing. Termasuk apa yang dikenal dengan "Rekomendasi Taylor" pasca kejadian Hillsborough yang salah satunya mensyaratkan satu orang satu kursi. Namun khusus untuk kebijakan lapangan yang berdekatan dengan tribun dipengaruhi oleh tragedi kebakaran Stadion Valley Parade, Bradford.Â
Kala itu, pertandingan antara Bradford City melawan Lincoln City di Divisi III Liga Inggris. Api mulai membesar diduga berasal dari puntung rokok salah satu fans. Konstruksi stadion yang semuanya masih menggunakan kayu, membuat api mudah membesar hingga menewaskan 56 korban jiwa.
Selain padatnya supporter yang saat itu di tribun, alasan lain yang menyebabkan banyaknya korban jiwa adalah konstruksi stadion yang memiliki pagar pembatas cukup tinggi antara tribun dan lapangan. Penonton terjebak di reruntuhan atap, mereka tak bisa keluar stadion ataupun menyelematkan diri ke lapangan sebab harus melompati pagar yang cukup tinggi. Â
Hal yang sama juga terulang di tragedi Hillsborough. Kondisi tribun yang belum menggunakan single seat alias tribun berdiri dipaksa menampung ratusan hooligan Liverpool. Sementara pagar besi setinggi kurang lebih 2 meter membatasi tribun dan lapangan. Tragedi pun tak terhindarkan. Penonton yang terjebak di tribun tak dapat meloloskan diri ke lapangan. Hingga injak-menginjak pun tak terhindarkan. 96 orang tewas dalam kejadian ini.