[caption caption="https://www.google.co.id/url?sa=i&rct=j&q=&esrc=s&source=images&cd=&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwjzlouHiNnLAhUh3KYKHTEFAm0QjRwIBw&url=http%3A%2F%2Fchiefwritingwolf.com%2F2012%2F03%2F18%2Fpyramid-of-capitalism-1911%2F&psig=AFQjCNGh7SnSnzaM0zCJg6eVBrNhidw8mA&ust=1458899971893631"][/caption]
Salam,Â
Pasca "euforia" keluhan terhadap kebrutalan pengemudi taksi yang melakukan demo, muncul pendapat berseliweran di linimasa bahwa ini adalah kemenangan terhadap kapitalisme,atau bahkan mengidentifikasi sebagai kemenangan "sosialisme" (?), awal runtuhnya kapitalisme kepemilikan, "the death of owning economy"
Lalu gegap gempita diidentifikasikan ini adalah wujud cita2 bung Hatta, bahwa "inilah wujud koperasi sebagai soko guru ekonomi nasional". Bahkan ada pandangan bahwa aliansi pengemudi taksi konvensional akan lebih menguntungkan jika berbondong2 bergabung dalam koperasi uber bersinergi dengan lembaga keuangan, menciptakan pemerataan ekonomi dan meruntuhkan kapitalisme. Sangar...
Namun barangkali ada yang belum banyak mengetahui, bahwa banyak operator selain si burung biru itu, telah menyelenggarakan kerjasama serupa dan saat ini masih berjalan dengan taksi plat kuningnya.
Obrolan tahun 2012 dengan supir taksi putih, di tahun 2012 mereka menyetorkan DP sebesar 9 juta untuk mendapatkan unit armada Vios, dan mengoperasikannya dengan setoran 400ribuan sehari. Jika ada lebih, driver bisa simpan sendiri. Dalam setoran tersebut, komponen didalamnya antara lain simpanan koperasi, biaya perawatan, dan simpanan kalo ada kecelakaan.
Setelah selama 6 atau 7 tahun beroperasi, kendaraan tersebut bisa jadi hak milik mereka, dan diberi prioritas jika ingin ambil armada baru. Semua berada di naungan perusahaan yang memang memiliki ijin penyelenggaraan transportasi umum dibawah pengawasan dirjen perhubungan darat. Driver pemegang utama kendaraan tersebut disebut driver "bravo", dan jika memerlukan, dia bisa rekrut co driver yang disebut sebagai "charlie"
.
Saya rasa Bung Hatta didalam kubur pasti mengangguk kalo saya tanya, "apakah ini wujud koperasi mbah?"
Lalu muncul transportasi berbasis online dari luar negeri yang sama2 kita tahu cara kerjanya, namun jika kita interview drivernya, kadang itu juga bukan kendaraan mereka sendiri, yang mereka bayar DP sendiri, melainkan milik bos, atau investor. Yang lagi nge tren di kalangan golongan menengah ngehe seperti saya adalah mengambil kredit mobil untuk dijadikan armada uber, lalu hire seorang driver dengan bayaran UMP untuk mengambil order setor ke kita, dan mengangsur kendaraan tersebut dengan uang setoran.
Voilaa!!, itu menjadikan kita sebagai small Blue Bird kecil dengan tanggung jawab yang minim, tanpa harus melakukan kewajiban2 yang dijalankan layaknya koperasi kepada driver selain gaji.
Apakah kita beri kesempatan kepada driver kita untuk mengangsur kendaraan kita? sorry jek!
Apakah kita carikan order buat driver kita? Sorry Jek !
Namun disini saya tidak menutup simpati saya kepada para korban PHK yang kemudian narik kendaraannya sendiri sebagai transport online agar dapur ngebul. Yang dilakukan taksi online bukan meruntuhkan kapitalisme, namun memeratakan kapitalisme, sambil melepaskan tanggung jawab korporat kepada negara maupun sosial untuk dibebankan ke mitra. Asuransi kendaraan, penumpang dibebankan pada mitra. Mereka tidak peduli apakah mitra itu adalah koperasi, pengusaha rental, driver, atau korban PHK yang penting punya kendaraan usia maksimal 5 tahun, dan sanggup narik sesuai permintaan. Itu saja.