Monyet atau Cowboy, hiburan atau eksploitasi...
Jawaban tergantung sudut pandang.
Kulihat anak-anak terhibur campur ketakutan. Penasaran ingin melihat, tapi lari menghindar bila sang pemain, si Badut, mendekat. Padahal, ia bermain hanya sesuai naskah berurutan.
Pengatur lakon, sang Sutradara, melempar topeng dan sepistol. Badut bergegas meraup, memakaikan pada dirinya, mengendap-endap mengintip musuh. Persis Cowboy original, penuh penghayatan. Pemusik menaikkan tempo. Sang Cowboy menembak, dor dor, tidak meleset, namun begitu juga tembakan seorang musuhnya...
Musik menggelegar, menurun lirih, sebuah anti klimaks, anak-anak tersedak...Cowboy tergeletak berdarah-darah...menyedihkan sekali...
Aku juga tersedak, apa ini panggung hidup? Apa ini drama politik yang sedang kita saksikan dan akan tambah kita saksikan?
Ini baru permulaan. Naskah oiginal mulai tersobek dengan penangkapan Sasuni. Jelas dia tidak sendirian. Mesti ada pemain lainnya. Dan dalam panggung serumit mega proyek, mestinya ada topeng-topeng lainnya yang dikenakan sejumlah pihak. Di atas itu semua, boleh jadi ada sutradara utama yang bermain mata dengan sutradara-sutradara pendukung dan asisten-asistennya.
Tahukah kamu, perselingkuhan itu seperti main topeng monyet...
Tahukah kamu, parasitisme politik itu seperti lelakon topeng monyet?
Tahukah kamu, membengkokkan hukum demi kepentingan korporasi itu bagai menertawakan kecerdasan anak-anak Republik?
Bangsa ini, Republik ini, apa hanya sepanggung Topeng Monyet?
Â
Kami di tahun 1998 punya mantra maut: hanya satu kata, LAWAN!
Maka, siapapun dia, aku ulangi, siapapun dia, rakyat perintahkan KPK: LAWAN!
Â
Titip doa buat Wiji Tukul
penarik becak-aktivis-penyair politik[caption caption="Tak sengaja menonton pertunjukan Topeng Monyet pinggir jalan | Dokpri"][/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H