Mohon tunggu...
Rudy Kisaran
Rudy Kisaran Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Indonesia Tanpa Pungli dan Korupsi

13 Oktober 2016   03:12 Diperbarui: 13 Oktober 2016   09:55 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto illustrasi dari kuakalibawangkp.blogspot.co.id

Pada hari selasa 11 oktober 2016 ,Polisi melakukan operasi tangkap tangan di Kantor Kementerian Perhubungan , Jakarta Pusat. Operasi ini diduga terkait pungutan liar (pungli) perizinan yang dilakukan oknum di kementerian tersebut. Dari lokasi itu, polisi mengamankan enam orang. Keenam orang itu terdiri dari dua orang PNS Kemenhub, satu orang pihak swasta, dan tiga orang lainnya pegawai harian lepas (PHL) Kemenhub. 

Dari tangan mereka, polisi menyita uang Rp 34 juta.Dari lantai 12, polisi mendapati uang tunai sebanyak Rp 61 juta. Selain itu, polisi juga menyita enam buku tabungan yang berisi uang Rp 1 miliar dan beberapa dokumen terkait perizinan. Sebuah gerakan yang bagus dan mendapatkan apresiasi dari Presiden Jokowi hingga masyarakat kecuali anggota DPR Fadli Zon.

Kasus pungli ini bukan sebuah modus baru dalam urusan perizinan dan mungkin terjadi hampir di semua departemen kementerian nasional, bahkan urusan vonis hukum ternyata  juga bisa dibeli terkait penangkapan panitera pengadilan Jakarta utara Rohadi. Mungkin awalnya beberapa pemohon ingin lebih dipercepat pengurusan izin dan birokrasi yang kemudian oleh beberapa oknum pejabat dijadikan lahan bisnis sehingga muncul motto dalam birokrasi kita "Jika bisa dipersulit buat apa dibuat mudah". 

Sepertinya bukan rahasia umum lagi jika Korupsi dan pungli sudah merazalela dari balai sebuah desa hingga gedung parlemen di Ibukota. Bahaya dan akibat dari korupsi dan Pungli sekarang ini sudah mirip dengan bahaya Narkoba, dana bansos yang seharusnya bisa mempermudah dan membantu rakyat miskin tidak pernah sampai ke tangan mereka. Mahalnya bahan pokok makanan sebagai akibat dari sulitnya birokrasi dan perizinan akibat tingginya biaya  Pungli yang wajib disetorkan  menyebabkan  banyak rakyat kurang mampu membeli dan mendapatkan gizi yang baik. 

Koruptor sudah mirip dengan pengedar narkoba, mereka memperoleh keuntungan dan memperkaya diri dari kesengsaraan korbannya, semakin kaya mereka berarti banyak rakyat yang semakin miskin ataupun meninggal akibat tidak mendapatkan pertolongan pengobatan dan dana bansos. Saya coba dari contoh dasar dengan pupuk yang langka dimana akibat permainan distribusi dan keterlibatan para oknum pejabat pengawas menjadikan pupuk bersubsidi jatuh ke tangan pengusaha sawit dan perkebunan sementara para petani padi  dan tebu kesulitan memperoleh pupuk tersebut sehingga terpaksa  membeli pupuk non subsidi agar tanaman mereka tetap bisa tumbuh normal, Alhasil biaya produksi menjadi mahal dan saat panen dibeli oleh para tengkulak dengan harga yg murah karena  rendahnya harga pasar  akibat permainan para penyelundup yang menggunakan celah import beras dan gula secara illegal. 

Bisa dibayangkan produk komoditas kita masih perlu diproteksi pemerintah agar bisa dijual dengan harga yang sesuai agar petani kita tidak merugi, apakah beras dan gula yang kita import dari Vietnam ataupun Thailand dijual rugi oleh petani sana? harga jual murah tersebut sudah termasuk biaya transportasi dan uang suap kepada oknum pejabat pengawas negara kita ini, kok bisa? 

Sulitnya Birokrasi menjadi celah permainan para Koruptor yang bukan hanya menyebabkan kerugian negara tetapi membuat harga jual bahan makanan ataupun bahan baku import lain menjadi lebih mahal karena  para pedagang perlu memperhitungkan biaya uang suap maupun pungli tersebut sehingga  akibatnya tingkat inflasi  setiap tahun naik semakin tinggi menyebabkan  ketimpangan dan melemahnya ekonomi negara kita.

Melihat bahaya korupsi yang parah ini seharusnya para koruptor ini diperlakukan mirip dengan pengedar narkoba yang dengan batasan tertentu dijatuhi hukuman mati, lebih baik begitu daripada dibilang memenuhin penjara. Kasus OTT sudah sering terjadi termasuk kasus Sanusi , Tetapi sepertinya ada kode etik yang tidak tertulis bahwa siapapun yang korupsi dan tertangkap tangan wajib menerima nasib sialnya dan  hukumannya, dilarang untuk menjadi whistle blower. 

Kasus bus Transjakarta yang berkarat berakhir hingga Udar Pristono saja, kasus UPS juga hanya berakhir hingga Alex Usman, Aktor intelektual atau biang koruptor kasus tersebut  tidak pernah diketahui siapa sebenarnya begitu juga dengan kasus Sanusi sepertinya hanya akan berakhir sampai Sanusi dan Ariesman, berharap mereka jadi whistle blower sepertinya tidak akan terjadi. Kasus Jaringan  korupsi reklamasi Sanusi itu jika diibaratkan seperti seekor Gurita maka Sanusi dan Ariesman hanyalah dua tentakel gurita tersebut yang mana jika dipotong tetap tidak akan membunuh gurita tersebut tetapi jika kepala Gurita tersebut yang dipotong maka tamatlah riwayat Gurita tersebut.

Kita setiap hari membaca Polisi menangkap pengedar dengan menyaru sebagai pembeli, trik seperti ini seharusnya juga bisa diterapkan juga untuk menangkap para pelaku Pungli dengan pura-pura menjadi calo ataupun pengusaha yang mau mengurus izin. Semoga saja pihak Kepolisian dan KPK bisa semakin intensif dalam menangkap dan membongkar kasus Korupsi dan Pungli seperti mereka menghandle jaringan Narkoba. Keseriusan Polri ini jika bisa seperti dalam pengungkapan jaringan Narkoba yang sampai menyusupkan anggotanya ke dalam Jaringan tersebut, sehingga tanpa whistle Blower  pihak Kepolisian sudah mengetahui tangga kepemimpinan sehingga bisa menangkap pentolan-pentolan atasannya seperti pengungkapan beberapa pabrik-pabrik narkoba  baru-baru ini. 

OTT di kemenhub ini semoga saja bisa menangkap hingga aktor intelektualnya yang merancang jaringan Pungli ini, bukan hanya bawahan yang sudah bersedia tutup mulut dan terima hukuman saja. Masyarakat sangat berharap jika pentolan-pentolan jaringan Pungli dan Korupsi bisa terungkap dan tertangkap walaupun mereka ini  oknum pejabat parlemen atau malahan pimpinan  partai politik. Penangkapan di Kemenhub ini menjadi sebuah awal harapan masyarakat Indonesia, semoga saja eksekusinya berlanjut hingga seluruh departemen, sehingga ada secercah harapan bahwa Indonesia akan bebas dari korupsi dan pungli. 

OTT kemenhub kali ini janganlah cuma menjadi pencitraan semata seperti yang diharap salah seorang oknum DPR, tetapi sebagai momentum start yang menjadi harapan bagi bangsa ini bahwa Indonesia akan semakin baik dan bebas dari Korupsi dan Pungli. Janganlah ott ini dianggap sebagai shock terapi, kesadaran para koruptor itu tak akan pernah ada, mereka wajib ditangkap semua, bukan hanya Kemenhub tetapi  banyak lagi, mungkin saja departemen pendidikan berikutnya hingga tubuh Polri juga. Jika pemberitaan Ott pungli dan korupsi semakin sering ada berarti jalan menuju Indonesia yang bebas dari korupsi dan pungli akan segera terwujud dan saya yakin harapan kita sekarang ini bukan lagi sekedar mimpi, Sekarang ini kita sudah memiliki seorang Presiden yang Jujur dan lebih banyak bekerja daripada berwacana dan beberapa kepala daerah yang benar-benar bekerja demi kemakmuran warganya, kepala daerah yang mampu swadaya membuat jalan aspal hingga daerah terpencil tanpa bantuan pusat, kepala daerah yang berani melawan oknum legislatif yang ingin Korupsi APBD dan mungkin saja tahun 2019 kita lebih berhati-hati lagi memilih wakil kita sehingga mendapatkan yang benar-benar jujur dan bekerja mewakili kita di parlemen. Selama ini banyak warga Indonesia di Hong kong dan Australia prihatin dengan banyak korupsi di negara kita ini akan memiliki harapan bahwa satu dekade lagi Indonesia akan seperti negara tempat tinggal mereka semetara ini, akan bebas dari Korupsi dan pungli  dengan pejabat pemerintahnya yang  benar-benar bekerja demi kesehjateraan warganya.

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun