ekonomi, pengusaha, dan masyarakat agar pemerintah menunda kenaikan tarif PPN yang akan diterapkan mulai 1 Januari 2025 menghiasi media.
Banjir kritikan dan permintaan dari berbagai kalangan, baik dari pengamatBentrok antara kepentingan yang satu dengan yang lain di masyarakat tak pelak memang selalu terjadi.
Dalam hal ini pemerintah "tega" akan jadi menaikkan tarif PPN menjadi 12% per awal tahun baru. Naik 1 persen dari sebelumnya yang 11 persen.
Seperti halnya kenaikan BBM dulu sebelum Pandemi Covid-19, kenaikan PPN ini tentunya akan mengerek harga-harga produk dalam negeri yang akan semakin memberatkan masyarakat terutama kelas menengah dan bawah Indonesia.
Penurunan daya beli masyarakat yang mulai terjadi paska Covid-19 dan hingga saat ini belum juga reda tentunya sangat menyengsarakan rakyat kelas menengah dan bawah.
Dari industri TPT (Tenun dan Produk Tekstil).
Redma Gita Wirawasta, Ketua Umum APSyFI (Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia), mengatakan kenaikan PPN akan semakin menyudutkan produsen tekstil dalam negeri.
"Dibebankan kepada masyarakat. Konsumen akan beralih ke barang-barang impor murah," kata Redma.
Ya, sama seperti para produsen dalam negeri lainnya kenaikan PPN ini akan menaikkan harga jual produknya yang ujung-ujungnya masyarakat akan terbebani.
Seperti kita ketahui, industri tekstil dalam negeri kini sedang kolaps. Banyak produsen kain tersebut yang gulung tikar.Â
Dengan salah satu yang paling menonjol dan menyita perhatian publik adalah kasus pailitnya PT Sritex.
Penyebab terbesar lesunya produsen tekstil dalam negeri adalah maraknya barang-barang impor murah terutama yang berasal dari Cina.
Tentunya dengan demikian menurut Redma, kenaikan harga akan membuat masyarakat beralih ke TPT yang lebih murah, dalam hal ini TPT impor.
Herannya, TPT impor ini sangat sulit untuk diberantas.Â
Mereka tidak kena pajak dan biaya produksi di asal produk tersebut murah. Itulah penyebab barang-barang tersebut lebih murah ketika sampai ke Indonesia.
Tak pelak TPT menjadi primadona barang yang akan dicari masyarakat menjelang Hari Raya Idul Fitri setiap tahunnya.
Idul Fitri 1446 Hijriah diprediksi akan jatuh pada 30 dan 31 Maret 2025.
Ketika barang-barang naik mulai awal tahun depan tak pelak masyarakat akan memburu produk tekstil yang lebih murah dari produk impor.
Produk tekstil dalam negeri semakin terpuruk.
Sejak 1 Januari tahun depan barang-barang dan jasa naik imbas tarif PPN baru, terlebih mendekati hari Raya Idul Fitri.
Tak pelak inflasi akan terjadi.
Ibaratnya sudah jatuh tertimpa tangga jua, demikianlah kondisi masyarakat setelah diterapkan nya tarif PPN baru. Semakin terjepit.
Menkeu Sri Mulyani mengatakan kenaikan PPN tersebut tidak akan membabi buta dimana tujuannya adalah untuk menyehatkan keuangan negara.
Imbas dari kepastian naiknya PPN tersebut terasa di media sosial X dalam beberapa hari terakhir.
Netizen ramai-ramai mengajak masyarakat untuk memboikot pemerintah dengan menerapkan konsep "Frugal Living"
Netizen menghimbau masyarakat untuk menahan pembelian barang-barang yang tidak prioritas.
Minimalkan pembelian barang-barang yang kena PPN.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H