Anda suka makan gorengan?
Tak pelak orang Indonesia menyukainya, karena selain nikmat juga asyiknya kriuk-kriuk.... Ditambah dengan harganya yang terjangkau.
Dengan harga Rp 1.000 - Rp 2.500 kita sudah kriuk-kriuk dengan sepotong makanan ini.
Orang Indonesia senang makan "cemilan" ini?
Ya, data membuktikannya.
Pada tahun 2018 ada 45 persen penduduk Indonesia yang makan gorengan. Sedangkan pada tahun 2023 penduduk Indonesia yang menikmati gorengan ada 51,7 persen.
Itu berarti ada kenaikan sebesar 6,7 persen.
Data BPS (Biro Pusat Statistik).
Dipermasalahkan?
Ya, dari segi kesehatan di balik kriuk-kriuk nya ada bahaya yang mengintai.
Dilansir dari berbagai sumber, makan gorengan bisa menyebabkan risiko penyakit-penyakit seperti kanker, diabetes tipe 2, jantung, dan obesitas.
Memang ada cara menggoreng yang lebih sehat, seperti menggunakan minyak goreng yang baru, dan sebagainya.
Namun demi menghindari kerugian, tukang gorengan sering menggunakan minyak jelantah (minyak yang sudah digunakan berkali-kali) untuk menekan biaya.
Dilansir dari CNBC Indonesia, kemudahan masyarakat mendapatkan minyak goreng dan tepung dimulai pada tahun 1970an.
Pada waktu itu Liem Sioe Liong (Sudono Salim) memperkenalkan tepung terigu dengan merek Bogasari.
Kehadiran tepung merek Bogasari menghembuskan angin segar karena harganya lebih terjangkau bagi masyarakat.
Seiring dengan hadirnya Bogasari, hadir pula merek-merek minyak goreng dengan harga yang lebih murah juga, diproduksi oleh perusahaan Liem Sioe Liong maupun konglomerat lainnya, Eka Tjipta Widjaja.
Merek tepung Bogasari serta merek minyak goreng seperti Filma, Kunci Mas, dan Bimoli itu menguasai mayoritas peredaran minyak goreng di masa orde baru.
Dari situlah, awal mula penduduk Indonesia mulai lebih banyak membeli tepung serta minyak goreng merek-merek seperti yang disebutkan di atas.
Di dapur, penduduk menggoreng aneka masakan, termasuk gorengan menggunakan tepung dan minyak goreng tersebut.
Begitu pula dengan tukang-tukang gorengan.
Di sinilah masalahnya.
Di saat pemerintah berhasil menekan harga tepung dan minyak goreng itu menjadi murah, namun disamping itu penduduk jadi dengan mudahnya makan gorengan yang membahayakan kesehatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H