Mohon tunggu...
Rudy
Rudy Mohon Tunggu... Lainnya - Back to work

Refreshing

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Hakim Gelar Aksi Mogok Tuntut Kenaikan Gaji, 'Yang Mulia' Kehilangan Wibawa

5 Oktober 2024   09:39 Diperbarui: 5 Oktober 2024   13:25 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi hakim (tribunnews.com)

Pengadil menuntut keadilan. 

Semalam, di rumah sendirian saya sempat mendengar berita tentang para hakim akan "cuti bersama" pada 7-11 Oktober 2024.

Lho kok cuti bersama?

Ini yang menarik perhatian.

Perkara selalu ada dan menumpuk untuk diselesaikan, kok para pengadil itu malah cuti bersama.

Bagaimana negeri ini bisa menegakkan keadilan dengan benar jika tidak ada hakim yang menimbang, menganalisa, serta memutuskan suatu perkara dan memberikan hukuman kepada yang bersalah?

Rencana aksi mogok para hakim itu sudah tercium pada September lalu dan tak mungkin pemerintah belum mengetahuinya.

Usut punya usut, aksi mogok itu dimaksudkan untuk menarik perhatian semua pihak agar kesejahteraan mereka diperhatikan karena selama ini mereka serasa dianaktirikan.

Mereka melakukan itu agar pemerintah "nyaho" dan menuntut gaji mereka untuk dinaikkan.

Sejauh ini sudah 12 tahun gaji mereka belum ada perubahan, atau sejak tahun 2012.

Sejatinya IKAHI (Ikatan Hakim Indonesia) sejak tahun 2019 sudah meminta kepada pemerintah agar menaikkan gaji dan tunjangan mereka.

Di tengah-tengah inflasi yang terjadi, gaji mereka dirasa sangat tidak memadai.

Gaji hakim golongan terendah (IIIA) hingga tertinggi (IVE) dengan masa kerja 32 tahun gajinya cuma Rp 2,05 juta (IIIE) dan Rp 4,9 juta (IVE)

Memang diluar itu mereka mendapatkan tunjangan sebesar Rp 8,5-14 juta tergantung kepada kelas pengadilan dimana mereka bertugas.

Berbeda dengan Hakim Agung yang mendapatkan tunjangan puluhan hingga ratusan juta dan juga mendapatkan bonus Rp 2,5 juta untuk setiap perkara yang ditangani.

Jika Hakim Agung saja menerima suap seperti mungkin Anda pernah mendengarnya. Apalagi hakim biasa.

Hakim biasa yang menerima suap lebih banyak yang contohnya tidak disebutkan disini. Karena gajinya mereka minim.

Rp 37 milyar dikantongi Hakim Agung Gazalba Saleh dari suap. Padahal gaji pokoknya Rp 77 juta per bulan dan ditambah honorarium penanganan perkara yang mencapai Rp 300 juta - Rp 1 milyar.

Di BN TV, seorang solidaritas para hakim itu mengatakan hakim bukannya melakukan aksi mogok pada 7-11 Oktober tersebut, tetapi "cuti bersama"

Ibarat buruh yang mogok karena menuntut kenaikan gaji lantaran dirasa tidak memadai. Jika tak diperhatikan maka bakal mengganggu kelancaran perusahaan dalam menjalankan operasinya.

Demikian pula dengan para hakim, jika mereka mogok adakah perkara-perkara yang ada saat ini akan dibiarkan terbengkalai begitu saja?

Dengan peningkatan gaji diharapkan hakim tidak lagi main mata dengan menerima suap.

Tapi jika sudah naik gaji dan tunjangan masih juga main mata, maka pengadil yang seperti itu harus kena sanksi sesuai peraturan yang berlaku.

Kata "nyaho" seperti yang disebutkan di atas berasal dari bahasa Sunda yang artinya "tahu"

Disebut "nyaho" dalam hal ini biar pemerintah jera dimana mereka selama ini para hakim mendapatkan gaji yang tidak layak.

Ini tentunya menjadi tambahan PR bagi Prabowo Subianto, presiden terpilih RI.

"Betul Yang Mulia, saya lakukan itu..." Jawab pesakitan di kursinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun