pertumbuhan ekonomi yang luar biasa.
Sri Mulyani Indrawati menyebut-nyebut hanya di era Soeharto negara kita mengalamiTak pelak sebagai seorang yang sudah mengetahui "hitam dan merah" nya perekonomian, Sri Mulyani tahu betul hanya di era Soeharto perekonomian Indonesia mengalami pertumbuhan setidaknya 7 hingga 8 persen.
Hal tersebut dikenang Sri Mulyani di kondisi perekonomian Indonesia sedang lesu dimana pertumbuhan ekonomi hanya sekitar 5 persen.
Menurutnya, laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan mendorong menyembuhkan luka kelas menengah Indonesia yang saat ini sedang mengalami masa yang berat.
Selanjutnya Sri Mulyani mengatakan dalam setengah abad sejarah Indonesia, laju pertumbuhan ekonomi 8 persen dicapai pada tahun 1990-an.
"Sama seperti India pada saat ini," kata Menkeu RI itu, Senin (23/9/2024) di Aula Dhanapala Kementerian Keuangan dalam The International Seminar and Growth Academy Asean.
Seperti diketahui saat ini sedang terjadi kondisi penurunan kelas menengah Indonesia atau dengan kata lain melemahnya daya beli masyarakat.
Dengan adanya pertumbuhan ekonomi yang tinggi maka Indonesia dapat keluar dari kondisi middle income trap itu.
Sri Mulyani mencontohkan Korea Selatan yang dapat keluar dari kondisi middle income trap dengan adanya pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
Data BPS (Biro Pusat Statistik) bahkan menunjukkan adanya angka pertumbuhan 7 hingga 10 persen pada masa pemerintahan Orde Baru itu, rentang 1968-1998.
Namun setelah Soeharto lengser pada tahun 1998 ekonomi anjlok sampai -13,13 persen.
Coba lihat data-data berikut.
Pertumbuhan ekonomi 6 persen terjadi 7 kali, 7 persen 10 kali, 8 persen 3 kali, 9 persen 1 kali, dan sisanya bervariasi.
Di masa pemerintahan Jokowi, pertumbuhan ekonomi bergerak di pusaran sekitar 5 persen.
Di masa transisi pemerintahan, presiden terpilih Prabowo Subianto mentargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 8%.
Data BPS pada masa paska Covid-19 (2019) hingga 2024 telah terjadi penurunan jumlah kelas menengah.
Terjadinya deflasi empat bulan beruntun (Mei, Juni, Juli, Agustus 2024) menunjukkan adanya pelemahan daya beli masyarakat.
Seperti hukum ekonomi yang berkata harga-harga barang dan jasa cenderung turun jika tidak ada permintaan.
Jelas terlihat disitu daya beli middle class Indonesia menurun. Bahkan terjadi fenomena "Makan Tabungan" seperti yang viral di media massa saat ini.
Mirisnya, fenomena "Makan Tabungan" itu bukan saja diderita kelas menengah.
Menurut sejumlah ekonom, mayoritas fenomena "Makan Tabungan" itu justru dialami oleh kelas bawah.
Data BI (Bank Indonesia).
BI melihat bank-bank di bawah naungannya ada penarikan saldo tabungan dalam jumlah yang banyak pada rekening yang dimiliki kelas bawah.
Kelas bawah menarik uangnya di bank untuk membiayai kebutuhan sehari-hari yang tak kuasa dibayar oleh uang di tangan.
Jadi jelas pelemahan daya beli itu atau middle income trap itu bukan saja diderita oleh kelas menengah, terlebih juga oleh kelas bawah.
Lepas dari pengamatan, apakah orang kaya tambah kaya?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H