Sewaktu duduk di bangku SD, entah dengan nada mungkin bercanda, guru saya menerangkan "bodrek itu singkatan dari bodo dan torek" di dalam kelas berhadapan dengan murid-muridnya.
Bodrek yang dimaksudkan pak guru adalah Bodrex, obat sakit kepala atau batuk yang sangat tersohor itu.
Sekolah saya di daerah Jawa Barat pada waktu itu.
Dalam bahasa Sunda bodo adalah bodoh, dan torek artinya tuli.
Jelas pak guru itu cuma bercanda saja.
Kisah lucu itu teringat kembali setelah di internet saya temukan istilah Tone Deaf.
Tone artinya nada. Sedangkan deaf adalah tuli.
Di situ dijelaskan kalau tone deaf itu adalah sikap seseorang yang tidak perduli, kurang peka, bahkan menganggap remeh privasi orang lain atau temannya begitu saja.
Seseorang yang sulit tertawa atau tersenyum, maka orang yang tidak peka itu melihat bahwa temannya itu judes, tidak ramah, sulit diajak bercanda, membenci.
Padahal sejatinya, seseorang yang sulit tersenyum itu bukannya dia tidak ramah atau mempunyai sifat pembenci kepada orang lain.
Bisa jadi dia sedang dirundung masalah yang membuatnya murung tersebut.
Mungkin dompetnya sedang cekak akibat pengeluarannya tidak terkontrol, saudara dekatnya sedang berduka, atau kekasihnya melirik pria lainnya, dan sebagainya.
Namun si kurang peka menganggap orang itu tidak ramah, sehingga dia bersikap kurang ajar dengan melontarkan nada sindiran.
"Lu kok diem aja, gaul dong," misalnya.
Ya seperti itu makna dari tone deaf yang tengah viral di media sosial tersebut, dan banyak contoh serta pengalaman lainnya yang mungkin Anda rasakan?
Tone Deaf ini berawal dari istilah yang berhubungan dengan musik.
Tone dalam bahasa Inggris, artinya nada. Sedangkan deaf artinya tuli.
Jika seseorang menyanyikan lagu dengan nada ceria dengan syair-syair yang menyentuh dan memberikan semangat.
Namun di balik itu ada mereka yang tone deaf.
Mereka tidak mengerti dan tidak peka terhadap lagu yang ceria tadi.
"Bagus ga lagunya? Tanya si penyanyi.
"Ah, saya ga mengerti. Saya tone deaf," jawab si "bodoh ".
Si penyanyi jadinya sedikit kecewa karena si bodoh tadi tidak bisa merasakan keceriaan.
Kembali tone deaf yang viral di media sosial.
Seharusnya kita peka dan turut merasakan kesedihan yang tengah dialami orang lain atau orang dekat lainnya.
Jangan karena orang dekat itu bermuka sedih, maka kita langsung menuduhnya tidak peka terhadap dirinya.
Padahal sebenarnya yang tidak peka itu diri kita sendiri. Teman kita yang bernada murung tersebut mungkin sedang ada masalah.
Seharusnya kita selidiki apa penyebabnya atau bertanya.
Saat sudah tahu, maka sebaiknya kita berusaha meringankan masalahnya sebisa mungkin agar kesedihannya berkurang bahkan hilang sama sekali.
Seorang bodoh malah menyarankan temannya yang sedang cekak kantongnya untuk membeli barang-barang baru yang mahal, jangan pelit.
Tindakan itu sama saja menambah duka temannya yang memang sedang cekak karena pengeluaran yang kurang terkontrol.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H