Menabung di Bank kini bikin boncos. Pernahkah kita berpikir ke arah sini?
Coba kita simak penjelasan berikut ini.
Bank-bank di Indonesia sekarang ini pelit.
Mereka hanya memberikan bunga yang sangat minim kepada saldo nasabahnya, bahkan 0 persen.
BCA misalnya memberikan bunga 0 persen untuk simpanan sampai Rp 10 juta. Baru setelahnya, sampai Rp 500 juta diberikan 0,01 persen.
Bunga yang dihitung per tahun itu masih kotor. Bersihnya bunga itu masih lagi dikurangi pajak 20 persen dan biaya administrasi.
Bukannya bertambah, saldo tabungan kita malah berkurang jika saldonya tidak banyak-banyak amat.
Belum lagi diperhitungkan inflasi.
Jika kita misalnya tidak menarik uang kita yang ada di tabungan dengan maksud untuk membeli sepeda motor jika uangnya sudah mencukupi.
Misalnya harga motor tersebut saat ini Rp 25 juta. Lantas selama setahun terjadi inflasi sebesar 5 persen. Maka harga motor itu nantinya bakalan menjadi Rp 26,250 juta.
Uang kita tergerus.
Lantas apa yang seharusnya kita lakukan untuk melawan inflasi atau supaya uang kita tidak boncos tersebut?
Menyimpan di deposito saja tidak cukup. Karena bunga deposito saja hanya 2-3,5 persen setahun, belum lagi dipotong pajak 20 persen.
"Nabung sekarang rugi ya. Coba hitung bunganya dikurangi pajak dan biaya administrasi....," kata teman saya.
"Ya.... Bukan itu saja. Inflasi juga bakal menggerus uang kita," jawab saya.
"Coba kalau uang kita dibiarkan saja di Bank, harga motor sekarang Rp 13 juta, kalau inflasi harganya jadi naik...," tambah saya.
"Walah... Gimana dong?" Tanya teman.
"Investasi saja di obligasi atau saham," jawab saya.
"Deposito?" Tanya teman.
"Bunga deposito kecil, tidak cukup untuk menutup kerugian," jawab saya.
Lalu saya menjelaskan bunga obligasi atau SBN (Surat Berharga Negara) ini bisa mencapai 6 persen bahkan lebih per tahunnya, lebih tinggi dari deposito.
Lagi pula pajak untuk bunga obligasi atau SBN itu hanya sebesar 10 persen, bukan 20 persen seperti deposito atau tabungan.
Tapi saya tambahkan itu untuk investor pemula karena kedua jenis efek tersebut lebih minim risiko dan ada jaminan pemberian bunga setiap periodik (3 atau 6 bulan sekali).
Sedangkan investasi di saham itu sifatnya high risk high return. Jadi main saham ini hanya cocok untuk mereka yang sudah berpengalaman.
Pendapatan menginvestasikan dana di saham adalah berasal dari capital gain dan dividen.
Capital gain adalah selisih antara harga beli dan harga jual saham dan dividen adalah bagian dari keuntungan emiten yang dibagikan kepada pemegang saham.
Kalau harga saham itu misalnya turun drastis apalagi lot saham yang kita beli banyak, maka kerugian kita juga besar.
Dalam hal ini diperlukan adanya pengalaman "main saham"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H