Mohon tunggu...
Rudiyel Rijaal
Rudiyel Rijaal Mohon Tunggu... Koki - Karyawan pabrik

Orang baik, suka nulis pengalaman sendiri maupun orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Subuh yang Hilang

13 September 2023   13:11 Diperbarui: 13 September 2023   13:39 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri." (Q.S. Al Ahqaaf: 15)

Suatu pagi di pertengahan bulan Januari, Riyan menangis dalam pelukan perempuan tua yang telah melahirkannya. Padahal sebelumnya, selama ia menyandang gelar sebagai orang dewasa, hampir tak pernah menangis sesedu sedan seperti itu di hadapan sang ibunda. Air mata mengucur deras. Tersengguk-sengguk, layaknya bocah yang rindu pelukan ibu. Rindu perhatian juga belaian, sebagai penenang atas guncangan yang sedang menerpanya.

"Kenapa, Riyan?"

Setelah mematikan kompor, sepasang tangan penuh keriput itu ikut mendekap erat tubuh anak keduanya yang lebih tinggi darinya. Diletakkan pipi kiri di dada putranya yang kekar, merasakan detak jantung yang mengikuti irama tegar. Tubuhnya yang kurus, tampak hilang tenggelam dalam pelukan si anak lelaki yang tumbuh besar.

"Ada yang hilang dalam subuhku pagi ini, Ibu. Tak lagi kudengar suara Ayah yang memecah keheningan, mengumandangkan iqomah melalui pengeras suara, tak seperti biasanya. Tak ada lagi wujudnya di sampingku, dalam barisan sholat yang biasa hanya terdiri dari empat orang tua dan satu pemuda. Dua di antaranya pernah terkena stroke, sehingga kesulitan saat mengangkat tangan kanannya. Dan satunya yang sudah renta, terlihat katarak di satu matanya."

Di masjid yang baru dibangun separuh jadi itu, Riyan menangis tertahan saat berzikir, melantunkan doa untuk kesembuhan ayahnya. Dua hari terbilang, ayahnya itu terbaring menahan nyeri, saat sendi pinggulnya meradang. Menyerang sepanjang malam. Berbaring saja kesakitan, apalagi duduk. Benar-benar pemandangan yang mengharukan. Tubuh yang terbalut otot-otot kekar itu, kini harus terbaring lemah tak berdaya.

"Meski aku di sampingnya, tapi sakit itu hanya dia yang rasa. Sedangkan aku hanya bisa mengelus dada. Iba. Memberikan sentuhan-sentuhan lembut di sepanjang kaki kirinya yang tampak lemah kehilangan daya."

Dia rindu saat berjalan bersama ayahnya menuju masjid dalam rentang 200 meter itu. Di bawah payung yang diangkatnya tinggi-tinggi, membentenginya dari tetesan hujan yang turun dari langit, di pagi buta atau di malam yang gulita.

Riyan melepaskan dekapan. Disapunya air yang tumpah dari kelopak matanya yang tak mampu lagi membendung aliran deras yang datang tiba-tiba itu. Laksana air bah yang tak mampu lagi ditahan oleh Bendung Gerak Serayu, sehingga air sungai meluap membanjiri sawah ladang di sepanjang alirannya. Seperti yang pernah terjadi pada masa kecilnya dulu, di Sungai Serayu yang membatasi sisi timur desa. Alih-alih bersedih dengan bencana, anak-anak malah gembira, bersenang-senang, berenang, bermain arung jeram sambil bercanda. Pada saat-saat seperti ini, dia ingin kembali ke masa itu, agar bisa melalui semua dengan indah dan bahagia.

"Sudah, yang penting kau doakan ayahmu biar cepat sembuh. Maafkan kalau-kalau dia ada salah sama kamu. Eh, ini Ibu sudah masak lauk kesukaanmu. Tumis oyong campur yode. Makanlah selagi hangat, biar lebih nikmat!"

Yode adalah sejenis kerang yang sering dijumpai di sungai, terutama di dekat muara. Itu mengapa desa kami disebut sebagai Lembah Serayu, karena memang berada di penghujung aliran Sungai Serayu. Yode mudah ditemukan di pasir dasar sungai, terlebih saat airnya surut. Itu adalah arena bermain Riyan waktu kecil dulu. Sebab itulah ibunya tahu, kerinduan anaknya tentang masakan khas tersebut. Tak salah jika ia seringkali mengusahakan sajian itu ketika Riyan pulang dari rantau.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun